Peristiwa Daerah

Dari Pengebom Menjadi Penyelamat Terumbu Karang Selat Bali

Senin, 24 Oktober 2016 - 19:28 | 85.15k
Abdul Aziz (43). Nelayan asal Desa Wongsorejo, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur (Foto: Wahyu/ TIMES Indonesia)
Abdul Aziz (43). Nelayan asal Desa Wongsorejo, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur (Foto: Wahyu/ TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Aktif dalam kampanye penyelamatan lingkungan, khususnya terumbu karang tidak pernah terbayang dalam kehidupan Abdul Aziz (43). Nelayan asal Desa Wongsorejo, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur ini sebelumnya adalah nelayan yang menggunakan bom untuk menangkap ikan.

Kehidupan Aziz yang berubah total dari seorang bomber menjadi seorang penyelamat lingkungan tidak datang tiba-tiba. Kesadarannya akan kelestarian terumbu karang di perairan Selat Bali datang dengan perlahan.

BACA JUGA: Selat Bali Lahirkan Inspirasi

"Hasil (uang) dari ngebom memang banyak, namun saya merasa hal itu tidak membuat saya dan keluarga hidup dengan tenang," kata Aziz saat ditemui di Pantai Watudodol, Wongsorejo.
Sebagai bomber ikan, Aziz sadar betul apa yang dilakukannya sangat beresiko. Resiko celaka terkena ledakan bom dan resiko masuk penjara jika tertangkap polisi karena penggunaan bondet memang melanggar hukum.

Penanaman-terumbu-karangR8cJC.jpgPenanaman terumbu karang di pantai Watudodol di Banyuwangi (Foto: Wahyu/ TIMES Indonesia)

"Sebenarnya...siapapun melihat akibat bom ikan pasti menangis. Terumbu karang hancur lebur yang mungkin tak bisa digambarkan dengan kata-kata, dasar laut sampai ada yang kayak sumur. Belum lagi semua ikan mati, yang besar, yang kecil semuanya mati," tutur Azis sambil mengusap wajahnya dengan tangan kanannya. Matanya menerawang seolah kembali membayangkan perbuatannya sekian tahun silam.

Ketua kelompok nelayan sadar wisata Pesona Bahari ini menambahkan, peran keluarga, khususnya istri, Rukyatul Hasanah, juga mendorongnya untuk berhenti mencari ikan dengan menggunakan bom. Sang istri selalu menyampaikan kekhawatirannya jika ia berangkat melaut untuk mencari ikan dengan bom. Begitu juga dengan anak perempuannya, Nurfaizah yang sudah beranjak remaja.

Tekad mengakhiri kehidupan sebagai seorang bomber semakin bulat setelah personel Satuan Polisi Air (Satpolair) Polres Banyuwangi bertindak tegas dengan menangkap para nelayan pengguna bom ikan di wilayahnya. Upaya represif penegak hukum sedikit banyak membuat nelayan keder untuk menangkap ikan dengan bom atau menggunakan racun untuk mengambil ikan hias.

Penanaman-terumbu-karang-agwQDR.jpgPenanaman terumbu karang di pantai Watudodol di Banyuwangi (Foto: Wahyu/ TIMES Indonesia)

Namun yang membuatnya semakin yakin untuk benar-benar berhenti jadi bomber, adalah polisi Polres Banyuwangi datang dengan sebuah solusi, yakni mengawal nelayan untuk memulai babak baru sebagai pelaku atau pengelola wisata bahari. 

Dalam hal ini, pada tahun 2016, Polres Banyuwangi meminjamkan lahan di area objek wisata Grand Watu Dodol milik Pemerintah Daerah Banyuwangi untuk dikelola oleh Aziz dan kawan-kawannya sesama nelayan.

Polres Banyuwan gi juga membantu segala perizinan yang diperlukan untuk menjadi pengelola tempat wisata dan mengandeng Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi mengenai bagaimana mengelola lokasi wisata. Kini, hampir seluruh pemuda kampung tempat Aziz tinggal bekerja atau ikut mengelola wisata di Watudodol. 

Ada yang menjadi guide tour, menyewakan kamera bawah air, menjadi sopir pengantar tamu, sampai bagian bersih-bersih yang membuat Watudodol yang sebelumnya kumuh menjadi bersih dan lokasi wisata yang nyaman.

"Kalau tidak ada wadah kerja baru, pasti kami akan kembali mencari ikan dengan cara yang kami tahu (mengebom dan meracun ikan)," kata Aziz.

Hal sama juga dilakukan Santoso (62), nelayan asal Bengkak, Wongsorejo. Kakaknya, Amianto yang ditangkap Satpolair Banyuwangi karena menggunakan bom ikan semakin membuatnya yakin untuk meninggalkan cara-cara lama dalam mencari ikan. 

Santoso memilih mengelola usaha sewa perahu untuk mengantar tamu wisata ke Pulau Tabuhan atau Pulau Menjangan di wilayah Taman Nasional Bali Barat. Ia dan kawan satu kampung juga mengupayakan agar pantai di kampungnya bisa disulap sebagai lokasi wisata baru seperti Watudodol, atau Bangsring yang lebih dulu menjadi pusat snorkling di wilayah Banyuwangi.

Santoso mengakui, penghasilan dari mengelola perahu memang lebih sedikit ketimbang mencari ikan denga bom. Namun ada hal lain yang membuatnya memilih cara ini. "Hidup saya sekarang lebih tenang, tak lagi takut dikejar polisi," ucapnya.

Ayah tiga anak ini juga tidak ingin, anak sulungnya Septian Budi Santoso (25) menjadi nelayan pengebom seperti dirinya atau ayahnya dulu. Santoso tak ingin anaknya menghadapi resiko besar sebagai pengebom yang bisa berakhir kematian, cacat seumur hidup atau hidup di penjara seperti kakaknya, Amianto.

Bersama kawan-kawannya, Aziz memulai upaya pemulihan kawasan perairan di Watudodol. Belajar dari berbagai sumber dan internet, kelompok Pesona Bahari mulai menanam rumpon rumah ikan dan terumu karang. Tidak kurang dari 1500 rumpon sudah ditanam di perairan pantai Watudodol
Hasilnya pun mulai terlihat. Terumbu karang mulai hidup, ikan-ikan kembali banyak. Dasar laut yang semula kosong sedikit demi sedikit berubah menjadi taman laut dan layak untuk snorkeling atau selam. 

"Belum sempurna memang. Tapi sudah pulih di banyak tempat," ucapnya.
Aziz tak berhenti disini. Ia semakin giat menyuarakan pentingnya pelestarian lingkungan pesisir kepada kelompok nelayan lain. Beberapa kelompok nelayan lain juga datang ke Pesona Bahari untuk belajar mengenai pelestarian terumbu karang dan juga pengelolaan wisata pantai.

Berkat kerja kerasnya, Aziz bahkan mendapatkan penghargaan dari Kapolres Banyuwangi AKBP Budi Mulyanto, S.I,K., MH sebagai Kader Penyelamat Lingkungan. Penghargaan berupa piagam yang menurut Aziz sangat berarti bagi dirinya pribadi maupun rekan-rekannya yang lain.
"Penghargaan ini bentuk kepercayaan yang mahal dan melecut saya dan teman-teman yang lain berbuat lebih untuk lingkungan sekitar," ucapnya.

Aziz, Santoso dan kawan-kawan pun siap menjadi garda terdepan membantu polisi untuk mengatasi kriminalitas di wilayah pesisir. Mantan-mantan bomber ikan kini membentuk kelompok pengawas yang tugasnya melapor atau bahkan menangkap nelayan yang menggunakan bom ikan atau racun ikan. 
Dengan rendah hati, Aziz mengapresiasi langkah-langkah yang ditempuh Polres Banyuwangi dan Satpolair yang mengedepankan pencegahan perusakan lingkungan ketimbang upaya represif menangkap pelaku bom ikan.

Menurutnya, langkah polisi melakukan pendekatan dan penyuluhan serta menyiapkan wadah kerja baru adalah langkah tepat untuk menghentikan penangkapan ikan dengan cara yang salah. Dengan cara-cara ini, kata Aziz, polisi menempatkan diri sebagai mitra, sahabat, sekaligus guru bagi masyarakat.

"Inilah yang disebut prestasi. Karena menangkap sebanyak-banyaknya pelaku kejahatan itu bukan prestasi (polisi). Prestasi itu adalah ketika tidak ada kejadian (kriminalitas)." ucapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES