Indonesia Positif

FH Unair dan LKPP Kaji Urgensi Undang-undang Pengadaan Barang dan Jasa Publik

Sabtu, 03 Desember 2022 - 19:22 | 65.88k
Seminar Nasional
Seminar Nasional

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair) Surabaya menggelar Seminar Nasional "Perlukah UU Pengadaan Barang dan Jasa Publik Bagi Indonesia?".

Seminar oleh FH Unair ini menghadirkan sejumlah narasumber dari kalangan akademisi dan pejabat pemerintahan. Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa membuka kegiatan sebagai keynote speech.

Perlukah-UU-Pengadaan-Barang-dan-Jasa-Publik-Bagi-Indonesia-2.jpgPara pemateri dalam Seminar Nasional "Perlukah UU Pengadaan Barang dan Jasa Publik Bagi Indonesia?" di Gedung FH Unair Surabaya, Sabtu (3/12/2022). (FOTO: Lely Yuana/TIMES Indonesia) 

Kemudian sebagai pemateri adalah Guru Besar FH Unair Prof Dr Yohanes Sogar Simamora, S.H., M.H, Deputi Hukum dan Penyelesaian Sanggah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Ariyanta, S.H., M.Kn, Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional-Kementerian Perindustrian RI Eko S.A Cahyanto, dan Dewan Penasihat Ikatan Fungsional Pengadaan Indonesia Dr Bambang Suheriyadi.

Guru Besar FH Unair Prof Dr Yohanes Sogar Simamora, mengungkapkan bahwa saat ini belum ada kepastian hukum yang mengatur tentang pengadang barang dan jasa publik di Indonesia. Sedangkan sebagian besar negara lain telah memiliki aturan dalam bentuk undang-undang. 

Yohanes-Sogar-Simamora.jpgGuru Besar Fakultas Hukum Unair Prof Dr Yohanes Sogar Simamora, S.H., M.H, Sabtu (3/12/2022). (FOTO: Lely Yuana/TIMES Indonesia) 

Padahal, UU Pengadaan Barang dan Jasa tentu sangat penting terutama dalam rangka melindungi keuangan negara. Perputaran transaksi pengadaan barang dan jasa di Indonesia berdasarkan data LKPP mencapai Rp1.000 triliun lebih dalam satu tahun. 

"Sementara UU yang mengatur tentang sektor tersebut belum ada," ungkap Prof Yohanes, Sabtu (3/12/2022). 

Ada beberapa alasan lain mengapa UU pemerintah bersama legislatif dan yudikatif perlu segera merumuskan UU Pengadaan Barang dan Jasa Publik. 

UU ini dinilai penting dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada para pelaku pengadaan secara proporsional, baik pelaku pengadaan dari pihak pemerintah, BUMN/BUMD tapi juga perlindungan terhadap para penyedia yang bergerak dalam bidang usaha pengadaan barang dan jasa tersebut. Apalagi jika terindikasi terjadi penyimpangan. 

"Nah, perlindungan hukum ini sangat penting sehingga kalau nanti diduga ada penyimpangan dalam pengadaan itu, kapan harus dilakukan dengan hukum administratif, kapan mesti diselesaikan dengan koridor hukum perdata, kapan juga itu diselesaikan dengan hukum pidana," ujarnya. 

"Jadi tidak semua-semua kalau diduga ada penyimpangan mesti dilakukan dengan koridor pidana khususnya pidana korupsi," sambung Prof Yohanes. 

Ketiga, UU ini sangat penting dalam rangka meningkatkan produksi dalam negeri. 

"Oleh karena itu, policy menyangkut kewajiban adanya pengadaan dengan mengutamakan produksi dalam negeri ini sangat penting," tandasnya.

Selain itu, UU juga dapat mendorong pemberdayaan UMKM sesuai amanat UU Cipta Kerja dan PP Nomor 7 Tahun 2021 yang mengharuskan alokasi 40 persen anggaran pengadaan untuk produk lokal. 

Terakhir, UU ini juga diperlukan dalam rangka untuk meningkatkan iklim usaha di bidang pengadaan barang dan jasa ke depan agar lebih kondusif. 

Prof Yohanes mengatakan, jika saat ini pengadaan barang dan jasa melalui e-Katalog dengan sistem e-purchasing sudah sangat layak. Namun sayang, perangkat hukumnya belum tersedia karena masih dalam level regulasi. 

"Mula-mula dengan keputusan presiden, terakhir dengan peraturan presiden yang ditindaklanjuti dengan peraturan-peraturan pelaksanaan menteri maupun LKPP. Tapi bagaimanapun juga, aturan dalam bentuk UU itu harus ada," tegasnya. 

Ia menambahkan, jika aturan hanya dalam bentuk regulasi, maka tidak boleh atau tidak bisa memuat sanksi hukum. Karena sanksi hanya bisa dimuat di dalam produk hukum yang berupa UU atau Perda. 

"Saya pikir UU ini dalam rangka untuk meningkatkan kepastian hukum pelaksanaan pengadaan barang dan jasa kita," ucapnya. 

Selama ini kerap dijumpai kasus hukum terkait pengadaan barang dan jasa. Biasanya permasalahan tersebut akan diselesaikan menggunakan berbagai macam peradilan. Misal UU Peradilan Tata Usaha Negara jika kasus terkait penyimpangan administrasi, jika wilayah perdata maka mengacu pada Kitab UU Hukum Perdata. Begitu pula jika itu pidana. 

"Dan ini paling banyak adalah melalui koridor pidana korupsi. Padahal, bisa jadi penyimpangan-penyimpangan itu sebetulnya tidak selalu ada dalam wilayah pidana," ungkap Prof Yohanes. 

Pada kesempatan yang sama, Deputi Hukum dan Penyelesaian Sanggah Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Ariyanta, menambahkan, sesuai arahan presiden bahwa pengadaan barang dan jasa harus naik level dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. 

"Kita harus naik level, pengadaan ini harus bisa menumbuhkan ekonomi, bisa menumbuhkan pemerataan ekonomi di seluruh Indonesia," ujarnya. 

Ia mewanti-wanti, belanja sektor pengadaan barang dan jasa jangan sampai terjerat kasus korupsi. 

Maka dari itu, ia juga melihat urgensi UU Pengadaan Barang dan Jasa Publik ini. Terutama melindungi keterlibatan UMKM  sebagaimana amanah dalam UU Cipta Kerja. 

"Pengalaman kita diselamatkan krisis tahun 2008 itu ternyata UKM yang menyelamatkan. Makanya kita benar-benar memerlukan UU ini. Kemudian kita dorong transparansi, kita nanti integrasi sistem dari perencanaan sampai monitoring," imbuhnya. 

Integrasi tersebut rencananya akan dikuatkan dengan UU Pengadaan Barang dan Jasa Publik. 

"Target kita UU ini Maret tahun depan harus sudah ke DPR," ungkapnya. 

LKPP sendiri sudah menyaring semua pendapat dan masukan dari para stakeholder. 

"RUU ini sebenar sudah diinisiasi lama tapi sempat berhenti. Zaman Pak SBY diberhentikan. Dulu pernah masuk Prolegnas," ucap dia. 

Pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan PDN sebesar Rp500 triliun di mana mayoritas merupakan kontribusi dari UMKM atau sebesar Rp400 triliun sesuai UU Cipta Kerja. 

"Kalau itu terwujud, menambah pertumbuhan ekonomi 1,6 persen," tandasnya. 

Maka, kehadiran UU Pengadaan Barang dan Jasa diharapkan dapat menguatkan aturan hukum yang telah ada sebelumnya.

Diketahui, FH Unair Surabaya menggelar Seminar Nasional "Perlukah UU Pengadaan Barang dan Jasa Publik Bagi Indonesia?". Seminar ini menghadirkan sejumlah narasumber dari akademisi dan pejabat pemerintahan. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES