News Commerce

Kalapa Indung dari Bandung, UMKM Serundeng Kelapa yang Disukai Konsumen Mancanegara

Minggu, 16 Oktober 2022 - 11:12 | 52.79k
Pemilik Kalapa Indung yang memproduksi Serundeng Kelapa, Bawang Goreng, dll.  (Foto: DJarot/TIMES Indonesia)
Pemilik Kalapa Indung yang memproduksi Serundeng Kelapa, Bawang Goreng, dll.  (Foto: DJarot/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANDUNGDon’t judge the book by the cover. Jangan salah menilai isi buku hanya dengan melihat covernya. Begitu mungkin ungkapan yang pas bila melihat produk Kalapa Indung. Produk UMKM berupa serundeng kelapa ini ternyata bisa menembus pasar mancanegara.  

Ide membuat produk sangrai atau serundeng kelapa terbetik ketika Tini Gustini, sang pemilik merek Kalapa Indung, mengingat masa kecilnya. Ia bercerita bahwa neneknya di masa itu memiliki  tempat penginapan di Pangandaran. Sang nenek merupakan “maestro” dalam membuat sangrai kelapa.

Jadi, kata Tini, semasa kecil itu, bila sedang ke Pangandaran dan makan bersama nenek, pasti sangrai kelapa menjadi makanan yang diincarnya. Sangrai kelapa itu disimpan dalam toples kaca yang bulat. Setiap habis mengambil sangrai kelapa, toples itu mesti ditutup kembali dengan rapat.

 Nah, ternyata, selang waktu sekian lama, saat Tini kembali lagi ke Pangandaran, sangrai kelapa dalam toples itu rasanya tidak berubah. “Rasanya tetap gurih dan nikmat dimakan dengan nasi panas,” jelasnya.

memproduksi-Serundeng-Kelapa-b.jpgProduk Kalapa Indung  (Foto: Djarot/TIMES Indonesia)

 Bermula dari “keanehan” tersebut, Tini pun jadi penasaran dan sempat melihat proses pembuatan sangrai kelapa tersebut. Dengan melihat prosesnya yang detail dan terjaga baik, tak heran bila kualitas sangrai kelapa sang nenek jadi andalan hingga sekarang. Juga ditambah dengan rempah tambahan yang membuat sangrai kelapa jadi nikmat dicicipi siapapun.

 “Apapun juga, kalau kita mengolah suatu produk, itu harus dengan benar cara pengolahannya. Namun, kadang-kadang orang tidak konsisten pada proses pengolahannya sehingga kualitas hasilnya tidak terjaga,” ulas Tini mengomentari produknya yang tembus pasar ekspor.

 “Kenapa orang zaman dulu, pada sehat-sehat? Karena pengolahan makanannya original dan pas. Dulu waktu saya SD, saya sering memperhatikan cara nenek membuat sangrai kelapa. Pada setiap menjelang natal, tempat penginapan nenek suka dipenuhi oleh keluarga turis asing, seperti misionaris yang datang ke penginapan kami,”ujar Tini. 

 Tak disangka, berbagai kalangan baik orangtua hingga anak kecil ternyata suka dengan serundeng kelapa buatan neneknya. “Sehingga setiap tahun mereka selalu menyempatkan datang ke penginapan kami untuk menikmati serundeng,” ulas Tini.

 Para orang asing itu, kata Tini, lebih tahu mana makanan yang sehat dan tidak. “Karena makanan yang tanpa minyak goreng sebetulnya lebih sehat dan mereka suka itu,” ungkapnya. 

Hingga saat ini, pelanggan dari Singapura suka datang ke rumah Tini dan membeli serundeng kelapa dan bawang kering. “Tidak berupa bungkusan, tetapi sekali membeli langsung bal-balan, minimalnya  5 kg per sekali beli,” ungkap Tini.

 Tini juga menargetkan penjualan produk ini dalam kategori curah dengan minimal pembelian 5 kg.

memproduksi-Serundeng-Kelapa-c.jpgProdusen Kalapa Indung (Foto: Djarot/TIMES Indonesia)

 “Sebelum 2019, kami sering diundang oleh Kemendag untuk membuka stan. Biasanya Kemendag selalu memberi tahu bahwa akan datang tamu, misalnya seperti dari Kadin Mekkah yang berkunjung ke Indonesia. Saya selalu menyanggupi kalau ada permintaan dari kementerian. Selalu mengiyakan saja kalau ada momen baik seperti itu,”ujar Tini. 

 Pada kesempatan pertemuan tersebut, kata Tini, ternyata serundeng kelapa buatannya diminati oleh tamu dari Kadin Mekkah.” Bisa jadi karena rempah yang ada di serundeng kelapa yang membuat para tamu tersebut bolak-balik mencicipi. Produk kami memang banyak rempahnya, seperti daun jeruk,” tutur Tini. 

Tini tidak memproduksi serundeng yang biasa dibuat di pedesaan yang umumnya berwarna kuning. “Tetapi serundeng kami ditambahkan daun salam dan daun jeruk. Jadi penampakannya juga agak berwarna cenderung gelap karena percampuran daun-daunan itu,“ ulas Tini.

Di masa pandemi beberapa waktu lalu, Tini mengaku penjualannya merosot. “Produk kami dibeli oleh perusahaan trading di Indonesia untuk diekspor. Pendanaan kami belum mampu untuk ekspor karena biayanya tinggi, apalagi bila ada kendala dengan produk, produk bisa diretur (dikembalikan). Dengan dibeli oleh trading dua bulan sekali, membuat kami jadi sangat terbantu dalam percepatan pembelian. Tentu, syarat kualitas harus terjaga agar pembelian bisa rutin terjadi,” ujar Tini. 

 Permintaan pun semakin luas, hingga ada pembeli dari Australia dan Selandia Baru. “Yang membutuhkan produk keripik talas pun kami sanggupi. Kami tidak pernah menolak order. Jadi, satu pintu kerja sama dengan trading melalui kami yakni Kalapa Indung. Produknya bisa beragam selama proses pengolahan produk tersebut sesuai dengan SOP yang mereka mau. Misalnya, goreng keripiknya harus dengan minyak kemasan merek tertentu dan diberikan aroma mentega berkualitas, misalnya,” papar Tini.

 Menurut Tini, mengenai SOP-nya memang terkesan ribet tapi dijadikan patokan untuk enjaga kualitas. “Mitra UMKM kami pun diarahkan demikian. Kalau sanggup bekerja sama, silakan, kalau enggak sanggup, jangan. Takut membebankan nantinya ke mereka, para mitra produsen kami,” jelas Tini. 

Bekerja sama supplier ini, Kalapa Indung, banyak sekali mendapat hikmah dan pembelajaran. “Kami masih terus belajar untuk bisa memenuhi pasar di luar Indonesia. Kerugian pun pernah kami alami karena trader yang kurang profesional.  Dengan pengalaman tersebut, sekarang, mitra binaan UMKM kami yang ada di Banjar, Ciamis dan daerah lain sudah solid dan siap memenuhi order dari luar negeri,” papar Tini.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES