Kopi TIMES

Duka Petruk Sebelum Menjadi Raja

Rabu, 05 Oktober 2022 - 15:05 | 36.04k
Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si adalah dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si adalah dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Sebelum sampai ke Amarta untuk menuntaskan keinginannya menjadi raja. Langkah Petruk terhenti. Gara-gara mendengar kabar. Kerajaan sebelah ada huru-hara besar. Pertimbangan Petruk membelokkan arah. Singgah di Astina untuk membuktikan kabar  telah terjadi kerusuhan yang menewaskan ratusan nyawa. 

Selain membukti kebenaran dari cerita kekerasan massa, juga peristiwa tersebut sebagai bagian dari proses pembelajaran Petruk. Suatu saat nanti, kalau benar-benar menjadi raja. Tidak ingin satu pun warganya meninggal sebagai korban bentrok sesama anak bangsa. 
Benar. Ternyata peristiwa huru-hara. Bukan hanya berita bohong. Namun benar-benar terjadi. Petruk menyaksikan sendiri. Ratusan tubuh manusia tergeletak. Sudah tak bernyawa lagi. 

Ada anak-anak muda berkerumun menunggui temannya yang telah meregang nyawa. Mereka menangis. Merasakan kesedihan mendalam. Temannya menjadi korban kerusuhan. 

Ada ibu yang menjerit. Tangisannya pecah. Memeluk anaknya yang sudah meninggal. 

Di tempat lain. Masih di tempat kejadian perkara. Petruk mendengar. Rintihan orang-orang minta tolong. Mereka terluka. Secepatnya ingin dievakuasi untuk memperoleh pengobatan. Sehinga rasa sakitnya bisa berkurang. Dan doa mereka bisa sembuh seperti semula.
Sebagai calon raja. Bagi Petruk. Peristiwa itu sebagai sarana praktik mengambil kebijakan secara tepat untuk menangani masalah, sehingga mampu menjadi solusi efektif, agar peristiwa serupa tidak terulang lagi. Maka Petruk tidak boleh gegabah. Tidak didasari atas kepentingan tertentu. Niat tulus ingin menyelesaikan masalah. 

Maka Petruk melakukan analisis kasus dengan obyektif. Berdasarkan realitas. Tidak dikurangi. Atau tidak ditambah. Apa adanya. Lurus. Berupaya terhindar dari keputusannya yang diambil adalah sesat. 

Keputusan sesat itu, demi melindungi pihak-pihak tertentu yang ingin menjaga namanya tetap baik. Karena memiliki tujuan besar, ingin memperoleh jabatan di kerajaan Astina. 

Sebenarnya dia yang sepenuhnya bertanggungjawab dengan adanya kerusuhan itu. Sebenarnya dia yang harus memikul beban masalah terjadinya kerusuhan. Namun tidak ingin tangannya kotor karena dianggap tidak layak menjadi pemimpin dengan pertimbangan tak mampu mengendalikan keamanan. Ketika tangannya kotor akan berpengaruh terhadap elektabilitas, saat ingin mencapai tujuan, yaitu mendapatkan kuasa di Astina. 

Maka yang dilakukannya adalah cuci tangan agar  kelihatan bersih. Dan cuci tangan sebagai strategi menghindar dari tuduhan kesalahan yang dilakukannya. Cara jitu yang diterapkan agar dirinya nampak baik di mata publik mencari kambing hitam. Dia akan menyalahkan operator di lapangan yang diberi tugas menjaga keamanan. Operator di lapangan dianggap tidak mampu mengemban amanah memelihara stabilitas ketentraman. Sehingga layak dijatuhi hukuman berat. 

Sanksi hukuman berat terhadap operator di lapangan yang dianggap sebagai pemicu kerusuhan karena salah menerapkan prosedur penindakan, bukan semata-mata demi menegakkan hukum positif agar berlaku seadil-adilnya pada tersangka maupun korban. Tetapi ada tujuan lebih utama. Yaitu sekedar ada yang dijustifikasi bermasalah. Dibalik itu ada niatan jahat yang tersembunyi. Dia terbebas dari jerat hukuman. Meski sesungguhnya dia yang seharusnya di posisi yang paling bersalah atas peristiwa kerusuhan yang merenggut ratusan korban.

Refleksi Petruk sebagai calon raja dengan adanya peristiwa itu. Petruk berjanji pada diri sendirinya. Seandainya suatu saat dinobatkan sebagai raja. Petruk akan bertindak seadil-adilnya. Dilandasi demi kepentingan rakyat. Demi membela si lemah. Dan korban beserta keluarganya tidak merasa terdholimi. Petruk akan berpijak pada kebenaran. Maka yang bersalah. Meski dari keluarga kerajaan. Punya kuasa. Punya pengaruh. Punya uang. Petruk akan menindak tegas. Kalau terbukti dia memang bersalah.

Melihat situasi di lapangan sudah terkendali. Petruk juga sudah membantu penanganan korban. Petruk meninggalkan tempat. Kembali Petruk melanjutkan perjalanan. Menuju Amarta. Ingin merealisasikan. Mimpinya. Menjadi raja. (11-bersambung)

*******

*) Oleh: Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si adalah dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES