Pendidikan

Gus Nadir Sebut Krisis Budaya Literasi jadi Masalah Umat Islam di Indonesia, Umat Diminta Ingat Ini

Jumat, 23 September 2022 - 21:22 | 39.93k
Gus Nadir, Rais Syuriah PCI NU Australia-New Zealand bersama peserta diskusi di PP Darul Hikam Jember. (FOTO: Dody Bayu Prasetyo/TIMES Indonesia)
Gus Nadir, Rais Syuriah PCI NU Australia-New Zealand bersama peserta diskusi di PP Darul Hikam Jember. (FOTO: Dody Bayu Prasetyo/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JEMBER – Rais Syuriah PCI NU Australia-New Zealand, Prof. KH. Nadirsyah Hosen, LLM, MA, Ph. D atau Gus Nadir mengatakan bahwa dijadikannya Surah Al Alaq sebagai surat dan wahyu pertama dari Allah kepada Nabi Muhammad, harus dijadikan pelajaran dan pengingat bagi umat Islam di Indonesia.

Sebagaimana diketahui, bahwa Surah Al Alaq berisi wahyu Allah tentang perintah kepada Nabi Muhammad untuk membaca, yang juga berlaku untuk seluruh umat Islam di dunia termasuk di Indonesia.

Pria yang akrab disapa Gus Nadir tersebut menerangkan, salah satu masalah besar yang dihadapi umat Islam di Indonesia adalah krisis budaya literasi.

Menurutnya, hal itu menyebabkan umat mudah tertipu atas informasi yang tersebar dan belum terbukti kebenarannya.

“Visi Islam yang pertama kali turun adalah membangun masyarakat cerdas melalui membaca. Penyebutan iqra dalam Al Quran memiliki dua makna, pertama dalam lafadz Iqra bismirarabbikalladzi khalq adalah membaca secara tekstual, dan makna iqra yang kedua dalam lafadz Iqra warabbukal akram adalah membaca makna tersirat dari suatu bacaan atau kejadian. Inilah yang dinamakan critical reading,” kata Gus Nadir saat menjadi narasumber dalam Tadarus Ilmiah bertajuk “NU, Santri dan Masa Depan Indonesia" yang digelar PP Darul Hikam Jember, Kamis (22/9/2022).

Menurutnya, critical reading telah diterapkan oleh para ulama terdahulu dengan menginternalisasikan makna iqra melalui pembangunan pesantren. 

Menurut Gus Nadir, kejayaan Islam ada karena sistem khilafah adalah anggapan yang kurang tepat.

Karena dari pembangunan pendidikanlah masa depan sumber daya manusia mulai maju. 

“Berkaca dari sejarah, Khalifah Al-Ma'mun sebagai khalifah ke-7 dari Dinasti Abbasiyah, mampu mengantarkan dunia Islam pada puncak peradaban. Bahkan, pasa masa Khalifah Harun Ar-Rasyid, sebuah perpustakaan besar yaitu Bait Al-Hikmah dikembangkan menjadi universitas yang melahirkan para cendikiawan Islam,” jelas Gus Nadir yang juga Peraih Associate Professor Universitas Wollongong Australia.

Pada kesempatan itu pula, Gus Nadir membagikan kebiasaannya selama menuntut ilmu dari didikan langsung oleh ayahnya, Prof Ibrahim Hosen, untuk senantiasa membaca. 

“Ayah saya selalu mengatakan bahwa wiridnya pelajar adalah membaca buku dan mengkaji ilmu. Setiap hari saya selalu menargetkan membaca 150 halaman dan pernah satu hari sampai khatam 4 buku ilmiah. Namun tidak sekedar membaca, tapi juga memahami makna yang tersirat, artinya setiap bacaan yang dibaca selalu dikaitkan dengan bacaan yang pernah kita baca untuk melahirkan konsep baru. Inilah esensi dari critical reading,” ujar Gus Nadir.

Pengasuh PP Darul Hikam, Prof. Dr. Kiai M. Noor Harisudin, M.Fil.I., menuturkan acara ini sebagai bentuk sambung sanad keilmuan dari ayah Prof Nadhirsyah Husen, yaitu Prof. KH. Ibrahim Husen, seorang ahli fiqih Mazhab Syafii kenamaan tanah air.

“Sanad keilmuan sangat penting pada kiprah NU, ini membuktikan bahwa keislaman NU adalah keislaman yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain sanad, kita bisa nyambung jaringan sehingga mahasantri bisa mengambil peluang scholarship baik di dalam maupun luar negeri,” tutur Prof Haris yang juga Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Lembaga Dakwah Nahdhatul Ulama (PW LDNU) Jawa Timur itu saat mendampingi Gus Nadir. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dody Bayu Prasetyo
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES