Kopi TIMES

10 Tahun Tuntas Mengabdi (1)

Kamis, 22 September 2022 - 10:54 | 49.38k
Moh. Syaeful Bahar, Ketua Dewan Pendidikan Bondowoso periode 2012-2022.
Moh. Syaeful Bahar, Ketua Dewan Pendidikan Bondowoso periode 2012-2022.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tahun 2011 silam saya diminta oleh KH Abd Qadir (Ketua PCNU Bondowoso) untuk menjadi Ketua PC LP Ma’arif NU Bondowoso. Awalnya saya bimbang, saya tak memiliki cukup pengetahuan tentang bagaimana mengelola pendidikan.

Hal ini dapat dimaklumi karena background pendidikan saya sama sekali tak berkaitan dengan dunia pendidikan. Saya juga tak pernah menjadi pengurus NU, pengalaman organisasi saya hanya di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), itupun ketika saya masih aktif sebagai mahasiswa.

Karena dua alasan tersebut, saya bimbang dan ragu. Pertanyaan apakah saya mampu? Apakah saya akan bisa diterima oleh pengurus LP Maarif yang lain, yang barang tentu mereka lebih senior dan lebih terdahulu mengabdikan diri di LP Ma’arif NU? Hingga pada pertanyaan, apakah saya bisa membagi waktu antara tugas saya di Surabaya (UIN Sunan Ampel) dan tugas mengabdikan diri di LP Maarif NU Bondowoso.

Setelah mendapat persetujuan keluarga dan restu para guru, akhirnya saya menerima amanah sebagai ketua PC LP Maarif Bondowoso. Pontang panting, itulah kesan pertama yang saya rasakan.

Saya harus bekerja keras untuk belajar, menyesuaikan diri dengan dunia baru, dan yang paling berat adalah mengatur waktu antara melayani puluhan sekolah, ratusan tenaga pendidik, tenaga kependidikan di satu sisi dan mengatur waktu untuk tetap mengajar UIN Surabaya di sisi yang lain.

Alhamdulillah, setelah sekian waktu, akhirnya saya bisa, meskipun tak sempurna. Dan yang paling utama, saya bisa menikmati, menikmati setiap proses yang terjadi di LP Maarif NU Bondowoso.

Kerja keras pengurus dan kordinasi yang baik antar PC LP Maarif NU dan satuan pendidikan di bawahnya, akhirnya, pelan tapi pasti, berbagai keruwetan di PC LP Maarif NU Bondowoso dapat diurai dan diperbaiki.

Saya hanya jadi konduktor, tidak lebih. Saya sadar posisi, saya tidak bisa dan tak mampu menjadi guru yang baik, saya juga tak mampu menjadi supervisor yang baik bahkan untuk sekadar menjadi seorang tenaga kependidikan saya tak mampu.

Saya hanya bisa menjadi teman diskusi mereka, para guru, para kepala sekolah dan para tenaga kependidikan di lingkungan LP Maarif NU Bondowoso. Merekalah yang menentukan dan saya beserta teman pengurus PC LP Maarif Bondowoso hanya mengkongkritkan ide dan masukan mereka  menjadi sebuah kebijakan.

Tugas Bertambah

Belum setahun menjadi ketua PC LP Maarif NU, saya kembali mendapat tugas tambahan. Saya diminta, tepatnya “diperintah” untuk menakhkodai Dewan Pendidikan Bondowoso. Penunjukan terjadi tanpa sepengetahuan saya. Saat itu posisi saya di kampus, di UIN Surabaya.

Para senior dan para kiai NU di Bondowoso bersepakat untuk mengajukan nama saya sebagai Ketua Dewan Pendidikan Bondowoso kepada Bupati Bondowoso saat itu, yaitu Bapak Amin Said Husni, dan Bupati setuju usulan tersebut.

Sekali lagi saya bimbang. Saya bingung dan gundah. Satu sisi saya betul-betul merasa tak punya apa-apa untuk menakhkodai Dewan Pendidikan, namun di sisi lain, saya yakin, bahwa keputusan para senior dan para kiai NU tidak mungkin tanpa pertimbangan ‘perjuangan’. Satu kata ini yang akhirnya menjadikan saya, sekali lagi, harus tunduk  dan menerima keputusan itu.

Bukan hal mudah menjadi bagian dari Dewan Pendidikan Bondowoso. Umur saya yang masih hijau, saat itu, saya masih berumur 33 tahun, harus menjadi partner bagi Dinas Pendidikan. Salah satu dinas besar di Bondowoso.

Bukan hanya besar anggarannya, tapi juga besar jumlah orang yang harus dikordinasi. Dinas Pendidikan bukan hanya mengelola program dan anggaran, tapi juga mengelola dan mengkordinasikan ribuan ASN di Bondowoso.

Menurut data statistik yang ada, jumlah ASN yang dikordinasi oleh Dinas Pendidikan Bondowoso lebih banyak dari seluruh jumlah ASN yang tersebar di semua OPD yang ada di Bondowoso.

Rembug Pendidikan

Sebagai seorang dosen, saya tak langsung start bekerja, tapi saya memulai dengan melakukan kajian, terutama tentang kondisi objektif dunia pendidikan Bondowoso. Saya tak ingin berangkat dari kepala kosong, tapi saya harus memulai dengan kepala yang penuh tentang data pendidikan Bondowoso. Saya harus berangkat dari tempat yang benar dan waktu yang tepat.

Kapan itu? Saat saya dan teman-teman pengurus Dewan Pendidikan Bondowoso telah punya gambaran konkrit tentang persoalan, tentang problematika, tentang kendala, tentang potensi, tentang SDM, tentang infrastruktur, dan tentang semua yang bisa diracik menjadi kekuatan untuk kemajuan pendidikan di Bondowoso.

Untuk kepentingan input data ini, kami tidak berhenti dan hanya ‘mempercai’ data kuantitatif yang diserahkan oleh Dinas Pendidikan. Kami tidak berhenti pada sederet angka yang diberikan dinas pendidikan.

Tapi kami harus melakukan kroscek ke lapangan. Kami harus bertemu dan berhadapan langsung dengan data lapangan. Karena kami yakin, tak semua persoalan dan potensi pendidikan di Bondowoso dapat dipotret melalui kacamata kuantitatif dan berhenti menjadi angka-angka.

Untuk  mempermudah sekaligus menjamin bahwa data yang kami input tak salah, maka kami bersepakat untuk mempertemukan dalam satu forum para pelaku pendidikan di Bondowoso. Kepala sekolah, guru, pengawas, wali murid, komite sekolah hingga ke para tokoh masyarakat kami undang dalam satu forum. Forum ini kami beri nama Rembug Pendidikan.

Memilih kata rembug bukan tanpa maksud. Kami mendiskusikan cukup lama. Kami harus menemukan satu kata yang dapat jadi key word untuk menjadi penanda bahwa forum ini milik bersama, bukan milik Dewan Pendidikan.

Menjadi penanda bahwa dalam forum ini, tidak ada yang lebih superior dibandingkan yang lain, tidak ada yang menempati posisi subordinat sehingga lemah dan tak berdaya. Semua berada di posisi yang sama, kedudukan yang sama, kewajiban dan hak yang sama. Harapannya, forum ini, rembug pendidikan ini, benar-benar menjadi forum yang paling jujur membicarakan pendidikan di Bondowoso. (bersambung)

 

*) Penulis: Moh. Syaeful Bahar, Ketua Dewan Pendidikan Bondowoso periode 2012-2022.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES