Peristiwa Daerah

Dukung Energi Transisi Berkeadilan, Pemda DIY Kembangkan Transportasi Berbasis Listrik

Kamis, 22 September 2022 - 10:02 | 22.03k
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Kadarmanta Baskara Aji. (Foto: Dok. TIMES Indonesia)
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Kadarmanta Baskara Aji. (Foto: Dok. TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Presiden Indonesia Joko Widodo baru saja mengeluarkan kebijakan kendaraan dinas pemerintahan baik pusat maupun daerah untuk mulai menggunakan kendaraan listrik berbasis baterai sebagai kendaraan dinas.

Instruksi tersebut masuk dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan atau kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Nah, untuk mendukung kebijakan itu, Pemerintah Daerah atau Pemda DIY telah mengembangkan transportasi berbasis listrik.

Hal ini sesuai dengan upaya pemerintah yang mendorong penggunaan mobil listrik untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan menghemat energi. Peralihan ke kendaraan listrik bisa dilakukan secara bertahap dengan mengganti kendaraan dinas lama yang sudah melampaui umur.

"Kalau ada mobil perlu diganti baru bisa diganti mobil listrik sepanjang ketersediaan mobil listriknya ada. Sekarang ketersediaan mobil listrik baru sedikit, jadi dilakukan secara bertahap," kata Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Kadarmanta Baskara Aji di Yogyakarta, Kamis (22/9/2022).

Terkait stasiun pengisian kendaraan listrik, jelas Aji, PLN pernah berkonsultasi untuk memasang fasilitas tersebut di Kompleks Kepatihan dan kawasan Malioboro. Namun hal itu baru sebatas rencana dan belum ada kepastian realisasinya.

Karenanya Pemerintah Yogyakarta menggandeng sejumlah pihak untuk mengembangkan transportasi massal bertenaga listrik alih-alih BBM di antaranya kerjasama dengan UGM, BLPT dan BPPPTG.

"Kita minta bantu UGM dan lainnya untuk bisa menyediakan alat-alat yang kemudian bisa membantu transportasi tenaga listrik. Sekarang ini yang kita upayakan supaya pada saat men-charge tidak terlalu lama dan itu baru kita kembangkan," ujarnya.

Ke depan, pemerintah Yogyakarta berharap ada kerjasama dengan instansi lain seperti BRIN dalam penyediaan energi listrik. Dengan demikian upaya pemerintah Yogyakarta dalam memperbanyak kendaraan dan transportasi umum bertenaga listrik bisa terlaksana dengan lebih cepat.

"Kita sekarang sedang berusaha untuk mengembangkan transportasi bertenaga listrik. Kalau untuk sumber energi yang lain saya kira BATAN, LIPI dan BRIN itu mereka mengembangkan walaupun tidak bekerja sama dengan pemerintah Yogyakarta," ungkap Aji.

Namun, di samping keberhasilan pemerintah Yogyakarta dalam mengembangkan transportasi berbasis listrik, di satu sisi juga terdapat persoalan utama yang mempengaruhi cara pandang masyarakat luas terhadap manfaat dari transisi energi berkeadilan ini.

Cara pandang ini tidak hanya soal infrastruktur saja melainkan banyak faktor yang mendukung adanya transisi energi Indonesia ke depan.

Berbagai persoalan dan masalah pun muncul, di antaranya minimnya ilmu pengetahuan masyarakat tentang arti dan manfaat dari energi terbarukan, kemudian minimnya infrastruktur yang mendukung transisi energi di berbagai daerah terutama bagi masyarakat kecil dan miskin di pedesaan.

Hal ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah Indonesia untuk membentuk sumber daya manusia yang unggul untuk mendukung transisi energi.

Hasrul-Hanif.jpgPakar Politik Energi UGM Yogyakarta, Hasrul Hanif. (Foto: Hendro S.B/TIMES Indonesia)

Pembahasan tersebut dijelaskan dalam wawancara bersama Pakar Politik Energi UGM Yogyakarta, Hasrul Hanif, Kamis (22/9/2022).

Menurut Hanif, jika berbicara tentang kesadaran masyarakat mengenai transisi energi, hal yang paling mendasar adalah bahwa sebenarnya masyarakat Indonesia paham akan pengetahuan tentang transisi energi ini namun tidak memungkinkan untuk melakukan hal itu saat ini.

Artinya, saat ini masyarakat Indonesia memang sudah terbiasa menggunakan energi fosil dengan sangat murah. Mungkin saja, pemerintah dalam hal ini bisa menyampaikan kepada masyarakat luas akan pentingnya menggunakan energi terbarukan.

Sayangnya, infrastruktur yang ada saat ini tetap memberikan insentif kepada masyarakat untuk lebih menggunakan energi fosil dikarenakan lebih murah. Menurut Hanif, persoalan utama itu apakah masyarakat Indonesia paham dengan manfaat energi terbarukan atau tidak?

"Masyarakat Indonesia paham akan masalah perubahan iklim atau tidak? Bahwa ada masalah energi karbon berbasis fosil itu memberikan masalah ke depan. Inilah masalah utama bagi masyarakat Indonesia sekarang," jelas Hanif kepada TIMES Indonesia.

Bagi Hanif, persoalan tersebut dinilainya lebih kepada energi transisi literasi. Ia mengartikannya bahwa tingkat pengetahuan masyarakat terkait tentang energi transisi itu sendiri. Namun, kepahaman akan hal itu tentu tidak cukup bagi Hanif. Sebab, jika tidak didukung oleh infrastruktur yang bisa memberikan insentif untuk berubah, maka masyarakat Indonesia tidak akan berubah.

Contohnya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) itu adalah terbarukan, tapi untuk menggunakan listrik dari PLTS ternyata jauh lebih mahal dikarenakan pemerintah tidak memfasilitasi infrastrukturnya, atau bahkan untuk membuat atau membeli alat PLTS mahal, kemudian distribusinya masih susah.

"Maka pengetahuan akan transisi energi menjadi tidak berfungsi. Artinya, masyarakat akan tetap memilih menggunakan energi fosil atau energi tidak terbarukan," terang Hanif.

"Maka hal itu jelas bisa dilihat oleh masyarakat luas terutama masyarakat menengah ke bawah sekarang di mana pertimbangannya adalah yang paling murah. Secara sederhananya mana yang paling murah untuk digunakan oleh masyarakat hingga sekarang," tambahnya.

Pun demikian, Hanif mengingatkan bahwa kesadaran akan pengetahuan transisi energi menjadi kata kunci yang paling utama. Masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan atau miskin perlu dibekali ilmu pengetahuan, yaitu energi transisi literasi tersebut.

"Kesadaran itu muncul karena ada pengetahuan sehingga mendalami energi transisi literasi menjadi kata kunci," ungkapnya.

Selain soal pengetahuan tentang energi transisi literasi, terdapat juga tiga sumber tantangan besar bagi transisi energi di antaranya akses energi bersih, kebutuhan pendanaan dan dukungan riset serta teknologi. Tiga sumber tantangan itu disampaikan oleh Presiden Indonesia Joko Widodo dalam acara S20 High Level Policy Webinar on Just Transition.

Menanggapi itu, Hanif mengakui tiga sumber tantangan besar tersebut memang merupakan peran kebijakan dari pemerintah. Dalam hal akses misalnya, pemerintah diyakininya perlu membuka akses-akses sumber energi di Indonesia.

Menurutnya, Indonesia mempunyai banyak sumber energi misalnya surya matahari, lalu ada Mikrohidro, Kincir Air maupun Kincir Angin dan sebagainya. "Pertanyaan saya, seberapa besar ada peluang masyarakat dalam mengakses itu semua?," imbuhnya.

Soal kebutuhan pendanaan, pun dinilainya juga bisa menjadi sebuah masalah serta tentu saja tergantung dari jenis energi yang dipergunakan. Artinya, kebutuhan pendanaan ini sangat tergantung pada pemerintah dalam menciptakan lingkungan yang kondusif agar proses investasi di green economy dan green energy bisa berjalan dengan baik.

"Pihak bank atau perbankan dalam hal ini harus didorong untuk tidak lagi membiayai proyek-proyek energi yang sifatnya fosil. Sebenarnya beberapa bank di Indonesia telah meninggalkan proyek itu, jadi hal ini juga perlu diberikan fasilitas oleh pemerintah Indonesia," jelasnya.

Selanjutnya, soal riset dan teknologi juga menjadi masalah. Faktanya, Hanif menilai pemerintah tidak pernah serius dalam pendanaan riset maupun teknologi. Sebagai contoh ilustrasi saja, akibat murahnya energi fosil dari subsidi BBM, untuk pergi ke toko terdekat saja masyarakat tidak punya tradisi untuk berjalan kaki dan lebih memilih menggunakan sepeda motor.

"Hal itu juga telah menjadi budaya atau kebiasaan buruk masyarakat Indonesia sampai sekarang dan ini perlu dikaji serius juga oleh pemerintah. Menurut saya, ini tidak cukup kuat di Indonesia bahkan tidak serius untuk menjadikan riset atau teknologi sebagai bagian pondasi penting dari kebijakan berbasis energi terbarukan," ujar Hanif.

Oleh sebab itu, hadirnya kendaraan listrik yang dikembangkan pemerintah Yogyakarta diharapkan dapat membantu mengoptimalkan transisi energi terbarukan. Selain itu juga, mengingat masih minimnya energi transisi literasi, pemerintah Yogyakarta akan terus berupaya membekali ilmu pengetahuan tentang pentingnya energi transisi kepada masyarakat kota maupun desa terutama di Yogyakarta.  (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES