Peristiwa Daerah

Analis Kebijakan BNN, Riswanda: Perangi Narkoba dengan Pendekatan Solutif

Rabu, 21 September 2022 - 21:07 | 94.38k
Riswanda, PhD. (Foto:Dokumen pribadi)
Riswanda, PhD. (Foto:Dokumen pribadi)

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Triliunan rupiah sudah digelontorkan negara demi pemberantasan narkoba di Indonesia. Namun, pengguna narkotika terus meningkat bahkan di seluruh mencapai kenaikan yang melonjak. Berdasarkan catatan BNN (Badan Narkotika Nasional) tahun 2022, mengutip dari United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), terungkap bahwa jumlah penyalahguna narkotika di dunia dengan usia 15-69 tahun sebanyak 275 juta, sedangkan angka kematian per hari di dunia mencapai 585 jiwa.

Sementara itu, angka kematian penyalahguna narkoba per hari di Indonesia sebanyak 50 jiwa. Adapun penyalahguna narkotika di Indonesia pada kisaran usia 15-64 tahun. Data kematian tentu akan diikuti juga oleh mereka yang ‘selamat’ dan harus direhabilitasi yakni sebanyak 5.112 orang dari 3,66 jutaan pecandu di Indonesia.“Narkotika memang mengerikan, menjadi musuh bersama, tidak saja di negara kita tetapi juga di seluruh dunia,” ucap Riswanda, PHD, Analis Kebijakan BNN

Kemudian, berdasarkan catatan Indonesia Drugs Report 2022, distribusi pecandu di Indonesia  saat sekarang didominasi oleh lingkungan pekerja dengan jumlah lebih dari juta orang orang. Sementara, lingkungan pendidikan sebanyak lebih dari 970.000 orang, serta lingkungan masyarakat biasa sebanyak 585.000. Data menunjukkan prosentase terbesar yaitu 57 persen adalah di lingkungan pekerja.

Riswanda-aa.jpgRiswanda, PhD sedang menjadi salah satu narasumber di sebuah diskusi (Foto: Dokumen Pribadi)

Berdasarkan data pemakai narkoba sekarang ini di wilayah urban menunjukkan bahwa ada tingkat stres para pengguna sehingga mengonsumsi narkoba sebagai pelarian. “Ada apa ini sebenarnya? Apakah kondisi lingkungan pekerjaan yang membuat stres akhirnya menuntut mereka mencari solusi melalui narkoba?”, papar Riswanda, PhD yang mengajar di tiga universitas, yakni Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Universitas Parahyangan dan Univeristas Padjajaran ini.

Sangat disayangkan, kata Riswanda PhD, di usia produktif menggunakan barang terlarang dengan berharap mendorong energi diri dan kebahagiaan melalui jalan yang semu yakni narkoba.

Menurutnya, pencegahan peningkatan pengguna narkotika di Indonesia bisa melalui penguatan ketahanan pada dua aspek. Aspek pertama pada tanggap ancaman narkoba pada penguatan ketahanan sosial, dimana informasi dan sosialisasinya bisa melalui media sosial, media cetak, atau radio. Sementara, untuk penguatan ketangguhannya pada sisi ketahanan organisasi yang bisa dicapai melalui kampus, sekolah, keluarga dan lintas kelembagaan komunitas agama.

“Diharapkan dengan berjalannya program ketahanan melalui pemuka agama secara lintas agama bisa cepat membantu menginformasikan kepada khalayak perihal bahaya penyalahgunaan narkoba,” paparnya.

Riswanda PhD menilai bahwa basis pendekatan agama lebih efektif mencegah, apalagi sosio kultur masyarakat Indonesia kuat dalam spiritual berbasis agama. Bahkan dalam sorotan intervensi melalui pendekatan agama, menurut ahli kebijakan publik ini, persentase tingkat keseringan melakukan kajian keagaman dalam keluarga menunjukkan angka yang cukup tinggi yakni di 32,50 persen bagi para pria, dan 32,92 persen bagi perempuan. 

Riswanda-a.jpgRiswanda, PhD ketika menjadi salah satu aktivitas penguji akademisi  (Foto: Dokumen Pribadi)

“Ini bermakna bahwa mereka yang sering melakukan pendekatan agama dalam hidup akan lebih terproteksi dalam menjalankan hal yang melanggar agama, misalnya memakai narkoba. Mereka terkadang memanfaatkan media sosial untuk mengakses informasi mengenai agama sebagai kontrol diri dan prosentasenya cukup tinggi yakni sebesar 38,54 persen. Jadi, dalam hal ini, media sosial bisa jadi jalan juga untuk belajar atau peningkatan diri agar terhindar dari bahaya pemakaian barang haram,” jelasnya.

Menurutnya, investasi terbaik dalam pencegahan penyebaran narkotika atau bahkan ekses negatif seperti HIV/AIDS pada faktor pencegahan. Aspek penanganan untuk orang yang sudah jadi pecandu, penyalahgunaan, atau terlanjur positif HIV/AIDS memang sektor kesehatan yang difokuskan berupa rehabilitasi dan sebagainya.

"Berbicara HIV/ AIDS dimana merupakan salah satu dampak salah penggunaan narkotika,  tidak berbicara soal klinikal tetapi berbicara ketahanan sosial. solusinya bagaimana soal pencegahan, pengobatan atau lainnya' tambah Riswanda.

Pemerintah sendiri berharap kerja sama intens dilakukan dengan pihak swasta, akademisi, dan juga media agar orang- orang yang berisiko, baik sebagai target penyebaran atau sebagai penyalahguna narkotika yang berpotensi terkena HIV/AIDS bisa diantisipasi.

“Pemerintah sekarang bicaranya ingin antisipasi solusi, pencegahannya dulu. Agar penyalahguna atau penderita AIDS bisa dicegah. Selama ini, program program yang ada itu bersifat parsial, belum menggunakan pendekatan yang holistik,” ujarnya.

Riswanda menjelaskan, kajiannya tentang intervensi sosial berbasis agama bertujuan untuk menggemakan pesan atau edukasi bahaya penyebaran narkotika melalui tokoh agama dan bersifat lintas agama. “Mengapa program ini diproyeksikan efektif karena figur ketokohan agama yang biasanya juga tokoh masyarakat bisa membawa power-nya itu secara aspek kultural dan sosial, pesannya bisa berantai dan masif. Insert bahaya penyalahgunaan narkoba tidak hanya pada ceramah-ceramah salat Jumat, tetapi bisa diadakan di kegiatan lain,” paparnya.

Kelembagaan agama, lanjutnya, tidak hanya kelembagaan lintas agama. Ada sekolah agama, kampus agama dan itu yang diincar secara masif. Diharapkan dengan melalui tokoh agama akan ada komunikasi efektif di antara mereka.

Menurutnya, kemampuan tokoh agama itu besar karena bisa bicara lintas agama, lintas kesukuan atau etnik, lintas latar belakang ekonomi, dan bisa universal. “Kita semua tahu dengan banjirnya informasi, banyak orang jadi bingung, mana informasi yang bisa ditelan bulat-bulat, mana yang harus dipilah. Dengan intervensi sosial berbasis ketahanan agama itu, pola bermainnya adalah pada kecerdasan jaringan, sebab setiap kelembagaan agama lebih terangkai jaringannya, lebih terstruktur,” paparnya.

Bahkan menurutnya, kelembagaan agama dibanding partai politik justru lebih terstruktur, baik di wilayah di provinsi dan nasional. Nah, hal seperti itulah yang ditargetkan BNN untuk bisa  menyampaikan kepada tokoh agama perihal bahaya penyalahgunaan narkotika.

“Intinya bisa tersampaikan bahwa permintaan narkotika bisa ditekan, para target baru penyalahgunaan narkotika bisa well informed atau baik penerimaan informasi perihal bahaya narkotika ini, maka narkotika tidak akan laku. Calon konsumen narkotika punya pengetahuan bahaya memakai narkoba yang ujungnya bisa merugikan keluarga, sehingga masyarakat bisa menjauh dari narkotika,” harapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Bambang H Irwanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES