Hukum dan Kriminal

Sepanjang 5 Tahun, 64 Kasus Kekerasan Seksual Terjadi di Kota Malang

Kamis, 15 September 2022 - 12:54 | 152.46k
Ilustrasi kekerasan seksual (Foto: pixabay)
Ilustrasi kekerasan seksual (Foto: pixabay)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kasus Kekerasan Seksual memang masih menjadi hal sensitif dan tabu di kalangan masyarakat. Di Kota Malang sendiri, memang diakui pihak Satreskrim Polresta Malang Kota kasus tersebut menjadi hal sensitif dan tak mudah untuk ditangani.

Belum lagi, korban kekerasan seksual yang enggan untuk melapor ke pihak kepolisian dengan sejumlah alasan tertentu. Akan tetapi, tak menutup kemungkinan juga banyak kasus kekerasan seksual yang telah tertangani.

Setidaknya Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Malang Kota mencatat ada 64 Kasus kekerasan seksual sepanjang lima tahun terakhir ini.

Kasus-Kekerasan-Seksual-b.jpgKasatreskrim Polresta Malang Kota, AKP Bayu Febriyanto Prayoga. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)

Ada dua kriteria yang selama ini tertangani, yakni kasus soal pencabulan dan juga persetubuhan yang dimana keduanya masuk dalam kategori kekerasan seksual.

Kasus Kekerasan Seksual Kota Malang

Jika di rinci, di tahun 2018 saja pihak kepolisian telah menindak 8 kasus pencabulan dan 11 kasus persetubuhan. Dua tahun berikutnya, kasus ini menurun,  di tahun 2019 saja ada 4 kasus pencabulan dan 6 kasus persetubuhan yang tertangani. Kemudian di tahun 2020, terdapat 3 kasus pencabulan dan 9 kasus persetubuhan yang berhasil di tangani.

Penurunan ini bukan berarti kejadian kekerasan seksual lambat laun akan menghilang. Namun, bisa saja korban enggan melaporkan, sehingga tak bisa ditangani oleh pihak kepolisian.

Salah satu contohnya, yakni kejadian pelecehan seksual di salah satu bus di Terminal Arjosari yang terjadi sekitar bulan April 2022 lalu.

Saat itu, salah satu korban membuat thread di akun Twitternya bernama @Realwilza. Dalam isi thread tersebut ia mengaku mendapat pelecehan dari makelar bus saat berada di dalam bus tujuan Malang - Surabaya.

Viralnya thread Twitter yang dibuat oleh korban, sontak mendapat respon masyarakat, petugas terminal, Dishub Kota Malang hingga pihak kepolisian yang akhirnya turun tangan.

Namun, saat polisi turun tangan, korban pun menyatakan enggan untuk melaporkan kejadian pelecehan seksual yang menimpa dirinya. Alasannya, mulai dari biaya visum, waktu dan tenaga yang ia keluarkan dan belum tentu selesai begitu saja kasus tersebut.

Banyak Korban Tidak Kekerasan Seksual Lapor

Hal ini diakui oleh Kasatreskrim Polresta Malang Kota, AKP Bayu Febriyanto Prayoga bahwa tidak semua korban mau melaporkan kasus kekerasan seksual ke pihak kepolisian.

"Seperti pelecehan di terminal Arjosari itu kan kita jemput bola. Ketika sudah jemput bola kan korban gak mau juga menindaklanjuti. Jadi ini memang hal sensitif dan tabu, mereka masih mikir-mikir untuk melapor apa enggak," ujar Bayu, Kamis (15/9/2022).

Menurutnya, jika menangani tindak pidana biasa seperti soal curanmor (pencurian kendaraan bermotor), meski korban belum melapor pihak kepolisian jika sudah mendapatkan bukti bisa melakukan tindakan secepatnya.

Berbeda hal dengan kasus kekerasan seksual, selain sensitif, penanganan khusus pun juga perlu dilakukan. Maka dari itu pihak kepolisian membentuk Unit PPA dan juga berencana membentuk Satgas Perempuan dan Anak dengan melibatkan instansi-instansi lainnya.

"Alasannya ntah malu, atau lainnya. Itu banyak faktor. Jadi kalau misal mereka gak mau melaporkan ya gimana. Kembali lagi ke korban dan keluarga korban," katanya.

Kasus Kekerasan Seksual Naik

Sementara, untuk catatan penanganan kasus kekerasan seksual di tahun 2021 dan 2022 mengalami kenaikan, namun terjadi secara fluktuatif.

Di tahun 2021 penuruan signifikan terjadi, yakni 3 kasus pencabulan dan 3 kasus persetubuhan yang telah tertangani. Selanjutnya di tahun 2022 kenaikan pun signifikan, ada 15 kasus persetubuhan dan nihil kasus pencabulan.

Setidaknya dalam kurun waktu 5 tahun penanganan kasus kekerasan seksual ini rata-rata korban keseluruhan berusia dibawah 18 tahun atau bisa dibilang masih berada dibawah umur.

Meski hal tersebut sensitif dan tidak sedikit korban yang enggan melapor, pihak Polresta Malang Kota menyarankan agar pelaporan bisa dilakukan jika terjadi kekerasan seksual.

Pihaknya pun telah memberikan sejumlah fasilitas. Pelaporan bisa dilakukan melalui aplikasi Jogo Malang yang memanfaatkan program pelaporan secara online. Kemudian, nantinya terdapat juga Tim Trauma Healing guna memberikan pendampingan untuk pemulihan psikologis korban.

Tentu kasus tersebut telah diatur oleh undang-undang. Untuk pencabulan sendiri bisa dijerat Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP dengan maksimal hukuman 7 tahun penjara.

Untuk persetubuhan yang dilakukan, khusus kepada korban dibawah umur, bisa terjerat pasal 81 Jo pasal 76 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman maksimal bisa seumur hidup atau dijerat 10 tahun penjara paling singkat.

"Pasalnya kan sudah jelas. Jadi kalau kita anjurkan ya segera melapor saja agar bisa kita tangani," tandasnya dalam konferensi pers Polresta Malang Kota.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES