Hukum dan Kriminal

Polisi Buru Tersangka Pelecehan Seksual Anak Penyandang Disabilitas di Yogyakarta

Rabu, 14 September 2022 - 16:20 | 95.11k
Kasi Humas Polresta Yogyakarta, Timbul Sasana Raharjo. (Foto: Hendro S.B/TIMES Indonesia)
Kasi Humas Polresta Yogyakarta, Timbul Sasana Raharjo. (Foto: Hendro S.B/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Perkembangan kasus pelecehan seksual terhadap anak penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta memasuki babak baru. Polrestabes memastikan, perkara ini telah naik ke tahap penyidikan dan menetapkan pelaku sebagai tersangka. Kini, polisi memburu tersangka yang melarikan diri.

“Tim penyidik telah memeriksa sebanyak lima saksi dalam kasus ini,” kata Kasi Humas Polresta Yogyakarta, Timbul Sasana Raharjo kepada TIMES Indonesia, Rabu (14/9/2022) terkait perkembangan kasuspelecehan seksual terhadap anak penyandang disabilitas

Timbul memastikan, tersangka bernama Susilo Raharjo, warga Tegalrejo, Kota Yogyakarta akan dijerat dengan UU Perlindungan Anak. Tersangka kasus pelecehan seksual terhadap anak penyandang disabilitas tersebut terancam hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun kurungan penjara.

Sejauh ini, lanjut Timbul, tik penyidik masih terus melakukan pengejaran terhadap tersangka pelecehan seksual terhadap anak penyandang disabilitas itu.

“Sampai saat ini belum ada ditemukan laporan keberadaan tersangka. Kita terus melakukan pengejaran terhadap pelaku. Jika ada masyarakat melihat tersangka, tolong segera menghubungi kantor polisi terdekat,” jelas Timbul.

Menurut Timbul, agar korban tidak mengalami trauma yang berkepanjangan, korban tetap akan diberikan pendampingan oleh tim khusus melalui psikiater maupun rumah sakit. Pendampingan terhadap korban ini akan dilakukan selama proses pemeriksaan berlangsung.

Pengusutan perkara ini berdasarkan laporan orang tua korban ke Polrestabes Kota Yogyakarta beberapa waktu lalu. Orangtua korban melaporkan adanya dugaan tindakan pemerkosaan yang dialami anaknya pada 16 Agustus 2022.

Hingga kini, anak masih mengalami trauma berat. Apalagi, korban tersebut merupakan anak penyandang disabilitas yang masih berusia 12 tahun.

"Tolong pelaku segera ditangkap supaya anak saya bisa tenang," kata ibu korban.

Selain itu, ibu korban juga menuturkan bahwa kejadian yang dialami anaknya itu sudah terjadi sebanyak lima kali. Dari laporan ibu korban kepada polisi, pelaku melakukan ancaman dengan dalil pembunuhan kepada pihak korban untuk melancarkan aksi bejatnya.

"Anak saya akan dibunuh kalau menolak ajakannya. Begitu kata anak saya," terangnya.

Tersangka.jpgTersangka kasus persetubuhan terhadap anak penyandang disabilitas dibawah umur. (Foto: Dok. Polrestabes Yogyakarta)

Ketua Forum Komunikasi (Forkom) Difabel, Ludy Bima menyesalkan tindakan bejat pelaku terhadap anak difabel tersebut. Ludy mengaku, sebenarnya telah mengetahui sejak lama dari pihak Komite Difabel DIY terkait kasus ini. Bahkan, ia mengkritik beberapa kasus pelecehan seksual anak disabilitas di Indonesia ini belum banyak yang terungkap.

“Banyak faktor sebenarnya, bisa saja karena anak-anak difabel tidak termonitor, atau mereka takut bahkan diam yang akhirnya kasusnya tidak selesai dan terungkap. Ini sebabnya mereka butuh perlindungan ekstra dari masyarakat dan juga aparat keamanan," kata Ludy.

Ketua Yayasan Indonesia Down Syndrome Insani (YIDSI) DIY ini meminta kepada apparat penegak hukum bergerak cepat mengusut dugaan tindak pidana asusila dengan korban penyandang disabilitas.

“Tindakan pelaku ini sudah menyakiti kami. Pelaku tersebut mungkin saja orang pengecut yang tega bisa-bisanya melakukan hal itu kepada anak difabel," lanjut Ludy.

Dalam kasus ini, Ludy menyarankan kepada kepolisian untuk segera membentuk unit perlindungan terhadap kaum disabilitas. Baik itu kepada penyandang tuli, bisu maupun mental seperti down syndrome. Mereka sangat membutuhkan perlindungan dari pihak kepolisian.

Juga, mengingat kasus tersebut melibatkan penyandang difabel tuli, pihaknya menjelaskan jika SIBI menggunakan satu tangan untuk mengisyaratkan abjad, sedangkan BISINDO membutuhkan dua tangan. Penggunaan bahasa isyarat di kelompok Tuli masih terpecah. SIBI digunakan sebagai pengantar resmi di SLB, sementara BISINDO digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

“Bahasa isyarat ini lah yang sering ditemukan di kalangan Teman Tuli maupun Teman Inklusi pengguna bahasa isyarat. BISINDO dibentuk oleh kelompok Tuli dan muncul secara alami berdasarkan pengamatan Teman Tuli. Maka dari itu, BISINDO memiliki variasi dialek di berbagai daerah. Maka hal ini perlu ditingkatkan untuk mereka," jelas Ludy.

Penasehat POTADS DIY, Sri Rejeki Ekasasi menyebut, bahwa kejadian semacam ini bisa terjadi kepada siapa saja apalagi kepada anak-anak berkebutuhan khusus. Dalam hal ini, ia menegaskan perlunya peran pendamping dari orang tua, masyarakat, pihak kepolisian serta negara.

“Dalam webinar atau seminar yang pernah saya gagas, saya menyampaikan dan mengadvokasi kepada para orang tua difabel untuk berani melaporkan kejadian jika terjadi hal itu. Pada kasus-kasus sebelumnya, banyak orang tua yang takut melaporkan, sehingga ini menjadi masalah klise," tutur Sri.

Untuk itu, peran orang tua, sekolah, masyarakat dan pihak keamanan harus ditingkatkan. Mereka butuh perlindungan dan jangan sampai anak-anak difabel mudah dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

“Anak-anak ini punya sense no hard feelings. Jadi, saya berpesan kepada semua pihak masyarakat luas terutama polisi untuk memberikan perlindungan terhadap anak terutama anak penyandang disabilitas. Tujuannya agar mereka tidak mengalami pelecehan seksual,” tandas Sri Rejeki yang tinggal di Yogyakarta. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES