Kopi TIMES

Cermin Politik Keadaban Dari Lumajang

Rabu, 14 September 2022 - 16:52 | 131.59k
Moh. Syaeful Bahar, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya
Moh. Syaeful Bahar, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Lumajang kembali menyita perhatian. Bukan hanya sekali media memberitakan Lumajang, tapi berkali-kali. Selalu mendapat respon positif, selalu mendapat apresiasi. Mulai dari Bupati Thoriqul Haq yang tak mau berkompromi dengan pemodal nakal, lalu cara dan upaya Bupati Thoriq yang dengan gagah berani membela dan mengadvokasi keluarga Salim Kancil, hingga pada kinerjanya yang mendapat banyak apresiasi dari berbagai pihak di saat menangani musibah erupsi gunung Semeru.

Tak berhenti di bupati, Lumajang juga berhasil menyita perhatian karena gebrakan Kepala Kemenag Lumajang, Muh. Muslim. Program Lapas menjadi pesantren dan program pengarustamaan moderasi beragama di lingkungan pendidikan di bawah Kemenag telah mengundang apresiasi khusus dari Gus Yaqut, Menteri Agama RI.

Kesimpulan sederhana yang dapat ditarik sebagai pelajaran dari Lumajang, karena kabupaten ini, dipimpin oleh anak-anak muda. Pemimpin muda yang lahir dari rahin Gerakan Reformasi 1998. Dalam catatan sejarah dunia aktivis, Thoriqul Haq maupun Muh. Muslim adalah dua di antara banyak penggerak utama Gerakan ’98 di Suarabaya.

Bukan hanya Bupati dan Kepala Kemenag yang bersinar. Lumajang juga punya pemimpin muda yang tak kalah hebatnya. Ketua DPRD Lumajang, Anang Ahmad Syaifuddin.

Sosok yang sedang jadi sorotan. Politisi yang banyak mendapat apresiasi dan simpati atas keberaniannya, keteguhannya dan keikhlasannya untuk memilih mundur sebagai Ketua DPRD karena sebab yang tak masuk dalam kategori melanggar kode etik dan tindak pidana, yaitu ‘hanya’ salah melafalkan sila ke empat dari Pancasila.

Sebelum kasus ini, Anang juga banyak mendapat apresiasi. Tentu karena prestasinya, karena cara berkomunikasi yang hangat, humble dan menyenangkan, serta juga karena kesederhanaannya. Maka, ketika dia terkena musibah, keseleo lidah, salah melafalkan sila ke 4 Pancasila banyak pihak yang ikut sedih dan terpukul, apalagi, akhirnya, disertai keputusan Anang mundur dari kursi ketua DPRD.

Bukan hal mudah bagi saya untuk menulis dan menilai fakta mundurnya Anang ini. Bukan hanya karena keterbatasan informasi, terutama alasan pribadi yang melandasi mundurnya Anang, tapi yang tak kalah pelik, karena saya bersahabat dekat dengannya. Tentu saja, objektivitas saya terganggu. Pasti simpati dan empati saya menuntun saya untuk ‘membela’.

Tapi saya teguhkan hati untuk menulis, kenapa? Karena saya harus sampaikan apa yang saya tahu tentang Anang dan korelasinya dengan keputusan mundur yang diambil olehnya. Apa tujuannya? Pertama, saya ingin masyarakat tahu siapa Anang, kedua, agar masyarakat mulai bisa meraba kenapa dia memilih mundur, dan ketiga, agar masyarakat tahu bahwa politik kekuasaan itu bukan segalanya.

Pertama tentang profil Anang Ahmad Syaifuddin.

Dia adalah politisi santri. Dia politisi PKB yang lahir dari Rahim NU dan pesantren. Dia alumni pesantren, dia pernah nyantri di PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Dia besar dan dibesarkan oleh NU. Bukan hanya setahun dua tahun dia mengabdikan diri di NU, hampir seluruh hidupnya dihibahkan ke NU.

Kedua, sebagai santri politisi, tentu Anang akan selalu menempatkan moralitas di atas segala-galanya, bahkan di atas kekuasaan sekalipun, yang konon katanya, kekuasaan adalah tujuan utama dari politik.

Anang berbeda. Dia tak memilih itu sebagai orientasi dalam berpolitik. Dia tetap tegar dan teguh memilih moralitas sebagai orientasi utama berpolitik. Dia teguh memilih identitas sebagai santri, bukan sekadar politisi. Dia memilih menjadi santri politisi, bukan sebaliknya, politisi santri, apalagi melakukan politisasi santri. Dia menunjukkan kelasnya, dia menunjukkan keadaban politik kelas tinggi. Dia mendahulukan identitas kesantrian dibandingkan status sebagai politisi.

Pilihan mundur adalah guidance yang menggerakkan Anang. Dia tak sanggup mempertahankan jabatan, karena dia meyakini bahwa pemimpin itu adalah tauladan bagi rakyat yang dipimpinnya. Rasa malu menuntunnya untuk mundur. Tanggungjawab menghantarkannya untuk mundur. Kecintaan dan upaya menjaga harkat dan martabat keluarga menjadikan Anang tegas memilih mundur.

Luar biasa. Pilihan yang sangat langka ditemukan di Indonesia.

Anang Ahmad Syaifuddin seakan-akan ingin melanjutkan keyakinan mendiang Presiden Abdurrahman Wahid, Gus Dur, bahwa kekuasaan itu bukan segala-galanya.

Tentu kita tak perlu memperdebatkan kebenaran pendapat ini. Semua orang yang waras, pasti membenarkan pernyataan Gus Dur ini. Mereka yang punya nurani dan akal sehat pasti akan menyetujui pendapat ini.

Tapi, apakah dengan mundur lalu urusan selesai? Apakah dengan mundur maka kehormatan Anang kembali? Apakah dengan mundur keadaan akan membaik? Saya kira tidak. Kita masih bisa mendebat keputusan Anang. Kita juga bisa menggugat Anang, bahkan kita bisa memaksa Anang untuk kembali ke kursi ketua DPRD. Atas nama apa? Atas nama akal sehat dan moralitas. Akal sehat dan moralitas yang dipedomi oleh Anang.

Alasan Kenapa Anang Harus Kembali

Saya yakin, Anang tak akan kembali pada posisi ketua jika hanya karena alasan sederhana, seperti karena alasan tekanan politik, kompensasi kekuasan apalagi hanya karena alasan pribadi. Pasti Anang tak akan menelan ludah yang telah dimuntahkannya. Tapi ada peluang dia kembali, ada alasan yang bisa membawanya kembali ke posisi ketua, dengan beberapa alasan.

Alasan pertama, adalah alasan NU dan kiai. Saya yakin, seyakin keyakinan saya di atas, Anang akan bisa kembali ke posisi ketua, ketika itu adalah kehendak para kiai. Sebagai seorang santri, tak mungkin Anang akan berkhianat pada kiai dan NU. Karena, dalam tradisi santri, menjabat itu sebenarnya bukan kebanggan dan kesenangan, tapi amanah dan tanggungjawab. Artinya, jika para kiai di Lumajang dan PCNU Lumajang meminta Anang untuk kembali memimpin perjuangan politik di kabupaten Lumajang, saya yakin, Anang akan luluh dan kalah pada keputusan para kiai itu. Karena, sebagaimana di awal saya tulis, Anang adalah santri politisi. Dia santri, posisinya selalu tunduk dan manut atas perintah para kiai.

Kedua, saya yakin, Anang akan kalah dan luluh, ketika rakyat Lumajang memintanya untuk kembali ke kursi ketua DPRD. Sebagai seorang santri, pasti Anang tak akan meninggalkan gelanggang juang hanya untuk memuaskan nafsunya semata dan tak mengindahkan kemauan rakyat banyak. Sebagai santri, apalagi sebagai alumni PP. Nurul Jadid, tak mungkin Anang melupakan dawuh  pendiri PP. Nurul Jadid, KH. Zaini Muin’im, yang menyatakan bahwa adalah tak berjuang sama dengan melakukan kemaksiatan. Anang ditakdir jadi santri politisi, maka medan juangnya adalah di politik, dan kantor DPRD adalah tempat terpenting dari perjuangan politik di tingkat lokal. Saya yakin, dawuh KH. Zaini Mun’im di atas masih dijaga dan diimani oleh Anang.

Ketiga, saya juga yakin, jika DPW dan DPP PKB memintanya kembali, Anang akan mempertimbangkan keputusannya. Saya tahu persis kecintaan Anang pada PKB. Kecintaan Anang pada para seniornya di PKB terutama kecintaan, kekaguman dan kepatuhannya pada ketua DPW PKB Jatim, Abd. Halim Iskandar. Sebagai kader, Anang tak mungkin membelot dan berkhianat pada mabda’ siyasi partai. Dia pasti akan tunduk dan patuh pada mabda’ siyasi itu, sebagaimana dia patuh dan tunduk pada qanun asasi di NU.

Akhirnya, kita hanya bisa melihat dan berharap, bagaimana respon para kiai, NU, rakyat Lumajang dan DPW PKB atas keputusan Anang tersebut. Secara pribadi, saya berharap, Anang akan kembali memimpin perjuangan politik di Lumajang. Amin

 

* Moh. Syaeful Bahar, Penulis adalah Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES