Kopi TIMES

RUU Sisdiknas 2022; Memperluas Kesejahteraan Pengajar

Senin, 12 September 2022 - 17:19 | 173.93k
M. AMINUDIN adalah Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS)/ Mantan Staf Ahli Pusat Pengkajian MPRRI tahun 2005/ Staf Ahli DPRRI 2008/ TIM AHLI DPD RI 2013/
M. AMINUDIN adalah Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS)/ Mantan Staf Ahli Pusat Pengkajian MPRRI tahun 2005/ Staf Ahli DPRRI 2008/ TIM AHLI DPD RI 2013/

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang bulan September 2022 ini mulai dibahas di DPRRI diluar dugaan yang mendapat kontroversi  pro-kontra di masyarakat ternyata masalah kesejahteraan pengajar. Baru masuk ke parlemen Times Indonesia (30/8/2022) sudah melansir berita Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini atau Himpaudi Bantul mendorong pemerintah pusat agar segera mengesahkan RUU Sisdiknas.

Tapi sebelumnya telah muncul penyataan bernada residtensi dari beberapa pemangku pendidikan di antaranya Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi di media massa yang menyayangkan hilangnya ayat tentang Tunjangan Profesi Guru (TGP) dalam RUU Sisdiknas yang dianggapnya mempersulit sertifikasi, kenaikan pangkat. RUU Sisdiknas dituduh kurang menghargai profesi guru dan dosen.

Tapi benarkah pada RUU SISDIKNAS yang diajukan Pemerintah ke DPRRI menghilangkan tunjangan guru? Ternyata jika ditelusuri dari RUU Sisdiknas yang diajukan akhir Agustus terdapat Pasal 145 (1) Setiap guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebelum Undang-Undang ini diundangkan, tetap menerima tunjangan tersebut sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

RUU Sisdiknas sebenarnya dilihat sebaagai ikhtiar agar semua guru mendapat penghasilan yang layak sebagai wujud keberpihakan kepada guru. RUU ini mengatur bahwa guru yang sudah mendapat tunjangan profesi, baik guru ASN (aparatur sipil negara) maupun non-ASN, akan tetap mendapat tunjangan tersebut sampai pensiun, sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

RUU ini juga mengatur bahwa guru yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik akan segera mendapatkan penghasilan yang layak tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi.

Pengaturan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan perlu memperjelas perbedaan antara pendidik dan tenaga kependidikan. Definisi pendidik dalam UU 20 Tahun 2003   Sisdiknas angka 6 Pasal 1 sebagai bagian dari kelompok tenaga kependidikan menyebabkan kesulitan merumuskan peraturan turunan mengenai standar pendidik dan tenaga kependidikan, padahal dalam pelaksanaannya tugas dan tanggung jawab pendidik dan tenaga kependidikan sangat berbeda.

Selain itu, walaupun UU Sisdiknas mengatur bahwa pendidik dapat disebut sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain, saat ini hanya guru dan dosen yang menerima tunjangan-tunjangan tambahan seperti tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan tunjangan kehormatan yang diatur dalam UU Guru dan Dosen.

Pada kenyataannya, banyak pendidik di luar sebutan guru dan dosen yang menjalankan tugas yang sama dengan guru dan dosen, namun tanpa menerima tunjangan yang diberikan kepada guru dan dosen. Maka akan lebih baik jika RUU SISDIKNAS saat ini  untuk lebih memperkuat legalitas dan kesejahteraan pendidik PAUD sama dengan jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Walaupun pendidik pada PAUD formal diakui sebagai guru, pendidik PAUD nonformal belum diakui secara yuridis formal sebagai guru. Hal ini berdampak pada perbedaan tunjangan: guru PAUD formal berhak mendapatkan sertifikasi guru, sedangkan pendidik PAUD nonformal tidak.

Akibatnya, PAUD nonformal kesulitan merekrut pendidik dengan kualifikasi yang tepat. Hanya sekitar 14% pendidik pada PAUD nonformal yang memiliki kualifikasi S1 ke atas, dibandingkan dengan 35% pendidik pada PAUD formal. Padahal sekitar 44% Selain itu, Pasal 1 ayat 6 UU Sisdiknas 2003 menyebutkan banyak jenis pendidik dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini, yaitu “guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain”.

Tapi aturan di UU lama di luar guru dan dosen itu mendapat perlakuan diskriminarif terutama menyangkut gaji dan tunjangan.

Perbedaan hak dan kewajiban ini disebabkan karena terbitnya UU Guru dan Dosen di tahun 2005 yang menambahkan hak-hak guru terkait gaji, tunjangan seperti tunjangan profesi dan tunjangan khusus, serta maslahat lainnya yang tidak diberikan kepada Pendidik di luar guru dan dosen. Pendidik non-guru dan non-dosen juga sering mengalami ketidakjelasan jenjang karir.

Dalam RUU Sisdiknas yang diajukan pemerintah 2022 ini makin memberi pengakuan kepada pendidik PAUD dan kesetaraan. Melalui RUU ini, satuan PAUD yang menyelenggarakan layanan untuk usia 3-5 tahun dapat diakui sebagai satuan pendidikan formal. Dengan demikian, pendidik di satuan pendidikan tersebut dapat diakui dan mendapat penghasilan sebagai guru, sepanjang memenuhi persyaratan. Hal yang sama berlaku untuk pendidik di satuan pendidikan nonformal penyelenggara program kesetaraan yang memenuhi persyaratan.

Sudah tepat seandainya RUU SISDIKNAS yang bergulir di DPR saat ini menentukan kembali jenis jenis Pendidik yang diatur di tingkat Undang-Undang. Pada saat ini, seseorang dapat mengajar di satuan pendidikan tanpa harus mengikuti pendidikan profesi guru (PPG), tapi konskwensinya tidak menerima tunjangan profesi yang melekat pada sertifikat pendidik yang didapatkan setelah menyelesaikan PPG.

Ke depannya, PPG perlu menjadi prasyarat utama menjadi guru untuk menjamin kualitas dan profesionalisme guru yang ada di satuan pendidikan. Oleh karena itu RUU SISDIKNAS saati ini, perlu menegaskan pengaturan bahwa setiap orang yang akan menjadi guru wajib lulus dari PPG. Pengaturan ini tidak berarti bahwa PPG akan menggantikan kualifikasi minimum sarjana yang harus dimiliki oleh guru.

PPG merupakan pendidikan profesi, dan selama ini juga telah diatur bahwa pendidikan profesi hanya dapat diambil setelah program sarjana. Persyaratan ini konsisten dengan persyaratan pada pengaturan profesi-profesi lainnya. PPG akan diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan dapat melibatkan organisasi profesi guru dalam pelaksanaannya.

Khusus bagi pendidikan profesi guru untuk Pada saat ini, seseorang dapat mengajar di satuan pendidikan tanpa harus mengikuti PPG, walaupun ketidakikutsertaan dalam PPG ini berimplikasi pada tidak diperolehnya tunjangan profesi yang melekat pada sertifikat pendidik yang didapatkan setelah menyelesaikan PPG. Ke depannya, PPG perlu menjadi prasyarat utama menjadi guru untuk menjamin kualitas dan profesionalisme guru yang ada di satuan pendidikan.

Oleh karena itu, perlu menegaskan pengaturan bahwa setiap orang yang akan menjadi guru wajib lulus dari PPG. PPG merupakan pendidikan profesi, dan selama ini juga telah diatur bahwa pendidikan profesi hanya dapat diambil setelah program sarjana. Persyaratan ini konsisten dengan persyaratan pada pengaturan profesi-profesi lainnya. Tujuan sertifikasi untuk menjamin kualitas dan profesionalisme calon guru tidak tercapai karena kapasitas PPG yang terbatas terbagi untuk calon guru (PPG pra jabatan) serta guru yang sedang mengajar (PPG dalam jabatan) tanpa bisa memenuhi kebutuhan keduanya secara memadai.

Tujuan tunjangan tidak tercapai karena guru-guru yang sudah mengajar semestinya mendapatkan penghasilan yang layak namun tidak mendapatkannya karena menunggu antrian sertifikasi. Pemisahan pengaturan antara sertifikasi dan penghasilan guru perlu dilengkapi dengan beberapa pengaturan lainnya. Pertama, perlu memastikan perekrutan guru aparatur sipil negara setiap tahunnya mencukupi.

Kedua, setiap guru yang telah menerima tunjangan profesi dan tunjangan khusus sesuai UU Guru dan Dosen tetap menerima tunjangan tersebut sepanjang tetap memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, Perlu peningkatan bantuan operasional satuan pendidikan swasta untuk membantu yayasan sebagai pemberi kerja memberikan penghasilan yang layak kepada pendidik pada satuan pendidikan swasta.

Penghasilan dosen mengikuti dua Undang-Undang terkait ketenagakerjaan, yakni UU ASN dan UU Ketenagakerjaan. Artinya, seorang dosen aparatur sipil negara tidak perlu menunggu sertifikasi dan perlu langsung menerima tunjangan yang melekat pada gaji aparatur sipil negara sesuai dengan pengaturan dalam UU ASN.

Demikian juga dengan seorang dosen pada perguruan tinggi swasta, tidak perlu menunggu sertifikasi dan perlu menerima pengupahan yang layak sesuai kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja sesuai dengan pengaturan dalam UU Ketenagakerjaan.

Sebagaimana perubahan pengaturan terkait guru, pemisahan pengaturan antara sertifikasi dan penghasilan dosen perlu dilengkapi dengan beberapa pengaturan lainnya.

Semangat untuk untuk lebih memberi kepastian kesejahteraan kepada para pengajar baik itu Guru, dosen atau sebutan yang lain berbagai jenjang pendidikan itulah yang nampak dalam RUU SISDIKNAS yang sudah dibahas di DPRRI mulai September 2022 terutama pada Pasal 145. Tentu RUU Sisdiknas ini terbuka untuk masyarakat luas untuk memberi masukan penyempurnaan lebih baik.

Sesuai dengan amanat perundangan terkait pembentukan undang-undang, maka pemerintah terbuka dalam menerima saran dan masukan dari publik. Pemerintah terutama KEMENDIKBUDRISTEK membuka kesempatan bagi masyarakat luas untuk ikut mencermati semua dokumen dan memberi masukan melalui laman https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/.   

 

Oleh: M. AMINUDIN adalah Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS)/ Mantan Staf Ahli Pusat Pengkajian MPRRI tahun 2005/ Staf Ahli DPRRI 2008/ TIM AHLI DPD RI 2013/

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES