Pemerintahan

DPR Dukung Sikap Tegas Pemerintah Tetap Stop Ekspor Bijih Nikel

Senin, 12 September 2022 - 19:33 | 50.30k
Salah satu kapal pengangkut bahan mentah bijih nikel - (FOTO: dok PT Aneka Tambang)
Salah satu kapal pengangkut bahan mentah bijih nikel - (FOTO: dok PT Aneka Tambang)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kebijakan Presiden Joko Widodo yang melarang ekspor bahan mentah bijih nikel mendapatkan dukungan dari parlemen. Kebijakan itu merupakan bukti nyata sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengembangkan hilirisasi komoditas nikel sehingga memiliki nilai tambah yang besar untuk kepentingan nasional.

"Tentu harus kita dukung kebijakan Pak Presiden itu, saatnya kita optimalkan sumber daya alam kita sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat sesuai amanat konstitusi," tegas anggota Komisi VII DPR RI, Mukhtarudin, Senin (12/9/2022).

Politisi Golkar dari Daerah Pemilihan Kalimantan Tengah ini menyatakan, dengan adanya kebijakan larangan ekspor barang tambang mentah tersebut, maka BUMN tambang di tanah air harus lebih proaktif dan progresif mencari mitra usaha.

"Dalam hal ini investor luar negeri dengan tentu tetap mengedepankan kepentingan nasional kita," ucap Mukhtarudin.

Pemerintah diketahui menerbitkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020. Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 11 Tahun 2019 dan diteken oleh Menteri ESDM saat itu, Ignasius Jonan, pada 28 Agustus 2019.

Selain larangan ekspor bahan mentah bijih nikel, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga berencana menambah daftar larangan ekspor komoditas mentah lain, misalnya seperti tembaga dalam beberapa tahun ke depan. Ia menekankan kebijakan itu memberikan dampak positif.

"Pokoknya siap dukung kebijakan Pak Jokowi, tinggal bagaimana strategi kita untuk men-support kebijakan itu," cetus Mukhtarudin.

Anggota Badan Anggaran DPR RI itu menambahkan, Indonesia tidak perlu takut dengan ancaman negara-negara Eropa yang akan membawa masalah ini ke organisasi perdagangan dunia, atau WTO.

Indonesia sendiri diketahui sebagai negara pengekspor nikel terbesar di dunia yang melarang ekspor bijih nikel pada 2020. Salah satu tujuan larangan itu adalah untuk menarik investor asing mengembangkan smelter nikel dan industri hilir nikel. 

Salah satunya adalah industri baterai kendaraan listrik. China dalam hal ini menjadi sumber investasi bagi Indonesia yang signifikan. Saat larangan diberlakukan pada 2020, UE mengajukan protes ke WTO dan mengatakan bahawa pembatasan itu secara tidak adil membatasi akses produsen baja anti karat (stainless steel).

Nikel.jpg

"Pelarangan ekspor bahan mentah ini sangat tepat untuk memperlihatkan kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara yang kuat," ucap Mukhtarudin.

Presiden Indonesia Jokowi sendiri baru-baru ini mengatakan jika Indonesia kemungkinan akan kalah dalam sengketa perdagangan dengan Uni Eropa (UE) terkait larangan ekspor bijih nikel pada yang dimulai 2020. Namun di sisi lain, ia bersyukur karena industri dalam negeri sudah dibangun.

"Nggak perlu takut setop ekspor nikel. Dibawa ke WTO nggak apa-apa. Dan kelihatannya kita juga kalah di WTO. Nggak apa-apa, tapi barangnya sudah jadi dulu, industrinya sudah jadi. Nggak apa-apa, kenapa kita harus takut? Kalau dibawa ke WTO kalah. Kalah nggak apa-apa, syukur bisa menang,"  kata Jokowi, Rabu, (7/9/2022).

Rela Bijih Nikel Diekspor?
Pemerintah juga dipastikan akan tetap bersikukuh menolak pembukaan ekspor bijih nikel meski kalah dari World Trade Organizations (WTO). Langkah ini ditegaskan Menteri ESDM Arifin Tasrif, ditempuh pemerintah agar Indonesia tak melulu jadi sapi perah dari komoditas nikel.

"Kita harus berupaya sampai maksimum. Ini semua masih berproses. Kalian rela nggak bijih nikel di ekspor?," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif di Kementerian ESDM, Jumat (9/9).

Arifin menilai gencarnya gencatan luar terhadap kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia disinyalir karena desakan dari pihak yang membutuhkan bahan tersebut. Padahal, Indonesia punya kapasitas yang besar untuk melakukan pengolahan di dalam negeri sehingga hal tersebut membuat para pengincar bijih nikel merasa terancam.

Menurut Arifin Indonesia sangat punya kapasitas baik secara investasi maupun teknologi dalam pabrik pemurnian. Hal tersebut yang dirasa pemerintah, perlu mengambil keputusan tegas untuk tetap mempertahankan kebijakan larangan ekspor bijih nikel.

Pemerintah sempat mempertimbangkan opsi menaikan pajak ekspor, khususnya bijih nikel. Namun, kebijakan ini tak diambil, sebab hal itu tak akan berjalan baik dan tidak memberikan keuntungan bagi Indonesia.

"Itu salah satu langkah yang pernah dibahas. Tapi impact-nya akan bakal bolak balik. Tetapi memang harus kita lawan. Kita bisa kok," tambah Arifin.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES