Kopi TIMES

Strategi Pencegahan Kekerasan di Sekolah

Jumat, 09 September 2022 - 14:14 | 170.53k
Daris Wibisono Setiawan, S.S, M.Pd, D.PEd; Kepala SMAN 1 Sumber - Probolinggo.
Daris Wibisono Setiawan, S.S, M.Pd, D.PEd; Kepala SMAN 1 Sumber - Probolinggo.

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Potret buram pendidikan di tengah derasnya gempuran era globalisasi semakin terlihat tidak terkendali. Semakin banyak saja ragam perilaku menyimpang yang dilakukan oleh peserta didik dan selalu menghiasi layar televisi dan HP Android dari berbagai sumber media sosial.

Pawai peristiwa kekerasan di sekolah akhir-akhir ini benar-benar menampar marwah pendidikan sebagai lembaga yang mempunyai tujuan super mulia seperti amanat UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

Kekerasan siswa di SMKN 2 Jember dengan menendang temannya hingga tewas, kekerasan siswa vs siswa di SMP Cikejang Garut, kekerasan yang dilakukan guru SMKN 1 Jakarta kepada siswa, kasus kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia, kekerasan di SMA Advent Pasuruan, kekerasan yang dilakukan guru olah raga SDN 33 Tanjung Pandan Belitung, kekerasan seksual pada siswa SD di Aceh Barat, kekerasan seksual oleh pelatih Taekwondo kepada anak didiknya di Banyuwangi, dan masih banyak kasus kekerasan sekolah lainnya harus segera mendapatkan aksi nyata sinergitas semua pihak terkait yang diiinisiasi oleh lembaga pendidikan.

Sejatinya negara telah hadir untuk mmberikan acuan penanggulangan tindakan kekerasan di sekolah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Permendikbud tersebut secara eksplisit memberikan deskripsi bahwa penanggulangan adalah tindakan, cara, proses untuk menangani tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan secara sistemik dan komprehensif.

Penanggulangan tindak kekerasan di sekolah ditujukan untuk tiga kepentingan. Pertama, melindungi anak dari tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan. Kedua, mencegah anak melakukan tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan. Ketiga, mengatur mekanisme pencegahan, penanggulangan, dan sanksi terhadap tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku.

Sekolah sebagai kawah candradimuka bagi generasi emas bangsa untuk bisa mencapai bahkan melampui mimpinya agar bisa berdaya dan bermartabat pada masa depan harus benar-benar mendapatkan jaminan perlindungan aneka bentuk kekerasan. Maka dari itu, Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 di atas juga dengan terang benderang mengidentifiksi sepuluh perilaku yang tergolong tindak kekerasan di lingkungan pendidikan.

Perilaku tersebut antara lain; pelecehan fisik, psikis atau daring, tindakan mengganggu terus-menerus, penganiayaan, perkelahian, perpeloncoan dengan mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki sebelumnya, pemerasan, pencabulan, pemerkosaan, tindak diskriminasi suku, agama, ras, antar golongan (SARA), dan tindak kekerasan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam menjalankan program penanggulangan segala bentuk potensi kekerasan di sekolah, pada dasarnya Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 mengamanatkan agar lembaga pendidikan memperhatikan enam hal prioritas bagi peserta didik yang selanjutnya akan menjadi pedoman sekolah untuk memberikan sikap tegas terhadap pelaku kekerasan di sekolah yang dilakukan oleh siapapun warga sekolah.

Pertama, kepentingan terbaik bagi peserta didik. Kedua, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Ketiga, persamaan hak (tidak diskriminatif). Keempat, pendapat peserta didik. Kelima, tindakan yang bersifat edukatif dan rehabilitatif. Keenam, perlindungan terhadap hak-hak anak dan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang undangan.

Lantas bagaimana strategi tindakan preventif pencegahan kekerasan di sekolah? 

Pertama Membentuk tim khusus pencegahan kekerasan di sekolah, Tim khusus yang dibentuk sekolah tersebut harus berkomitmen menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah. Komitmen tersebut diwujudkan dengan merancang progam dan kegiatan penanggulangan kekerasan di sekolah dalam bentuk sosialisasi/penyuluhan/seminar dan praktik baik warga sekolah anti kekerasan. 

Kedua, membangun sinergis tripartid pendidikan. Tripartid pendidikan yang menekankan pentingnya sinergitas peran sekolah, keluarga, dan masyarakat untuk bersama-sama aktif menggaungkan semangat anti kekerasan di sekolah. Ketiga, menguatkan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM). GSM menjadi strategi cerdas sekolah untuk mewujudkan ekosistem sekolah yang  teduh dan menyenangkan.

Dalam menanamkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah ,guru dapat melakukan dengan menjalin komunikasi yang efektif dengan siswa dengan mengenali potensi-potensi siswa untuk berkreasi dan guru menghargai siswa sesuai dengan talenta yang dimiliki siswa (Suryabrata, 2002). Pendapat Suryabrata tersebut sesuai dengan wasiat Ki Hadjar Dewantara bahwasannya mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat  yang ada pada anak anak, agar mereka sebagai  manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat  mencapai keselamatan, kebermanfaatan bagi dirinya,  bangsanya dan masyarakatnya, juga untuk kebahagiaan  yang setinggi tingginya.

Pada fase inilah sekolah akan menjelma menjadi sekolah menyenangkan bertabur kedamaian anti kekerasan.

***

*) Oleh: Daris Wibisono Setiawan, S.S, M.Pd, D.PEd; Kepala SMAN 1 Sumber - Probolinggo.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES