Pendidikan

Menengok Sistem Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus di SLB Pacitan

Rabu, 07 September 2022 - 16:15 | 111.79k
Seorang siswa ABK di SLB Pacitan sedang mengikuti latihan lempar bola didampingi oleh guru. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Seorang siswa ABK di SLB Pacitan sedang mengikuti latihan lempar bola didampingi oleh guru. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, PACITANAnak Berkebutuhan Khusus (ABK) kini menjadi hal yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Begitu pun dengan sistem pembelajarannya. Seperti Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. 

Menurut Waka Kurikulum SLB Pacitan, Lilik Mugiyanto, bahwa anak dengan penyandang disabilitas harus diberikan pendidikan yang tepat dan sesuai dengan sistem pembelajaran yang mengacu pada kurikulum khusus dan baku.

"Pada dasarnya SLB Pacitan ini diperuntukkan untuk anak berkebutuhan khusus, melayani anak dengan hambatan tuna netra, tuna rungu, hambatan intelektual, mobilitas, autis dan lain sebagainya," katanya saat ditemui TIMES Indonesia, Rabu (7/9/2022). 

Pria yang disapa Lilik itu menyebutkan beberapa kekhususan yang tidak ada di sekolah umum seperti orientasi dan mobilitas bagi tuna netra, bina persepsi bagi, komunikasi, bunyi dan ingatan bagi tuna rungu, tuna grahita pengenalan diri dan perawatan diri. Hal itu dilakukan secara terjadwal dalam seminggu. 

SLB-Pacitan-2.jpgTampak para siswa ABK SLB Pacitan bersemangat mengikuti olahraga bersama guru. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

"Anak-anak dilatih untuk mobilitas gerak, yakni bagaimana menggerakkan tubuh yang masih berfungsi untuk meminimalisir ketergantungan bantuan kepada orang lain. Kalau yang autis, fokus pembelajarannya adalah konsentrasi pemusatan perhatian," paparnya. 

Pun demikian, Lilik mengakui, jika status swasta dari SLB Pacitan ini kerap mendapat problem yang berkaitan dengan kesejahteraan lingkungan sekolah. Sebab, selama ini pemerintah seolah agak mengesampingkan sistem pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

"Sejak adanya moratorium pendidikan, kami tidak lagi mendapat bantuan pemerintah. Karena swasta. Saya rasa daerah selain Pacitan juga merasakan hal ini. Jadi, kalau toh ada guru negeri, sementara sifatnya masih diperbantukan. Karena SLB Negeri sudah overload, sedangkan swasta belum ada kebijakan lebih lanjut," terangnya. 

Seorang guru kelas, Rini Susilowati mengaku sudah delapan tahun mengajar di SLB Pacitan. Dia bersama tujuh PNS lainnya memiliki prinsip dalam pembelajaran anak didik disabilitas. 

"Kalau trik khusus tidak ada, mungkin hanya butuh kesabaran dan pengetahuan tentang pendidikan khusus. Bedanya itu. Tapi, prinsipnya lebih kepada edukasi individu yang disesuaikan dengan karakter anak," jelasnya. 

Sementara itu, guru kelas XII Tri Lestari mengungkapkan, selama mengajar tidak pernah menemukan kendala. Sebab sudah dilandasi rasa senang dan dorongan kuat untuk mendidik ABK. 

SLB-Pacitan-3.jpgSeorang guru SLB Pacitan menunjukkan prestasi ABK kejuaraan KLSN di tingkat nasional tahun 2019 lalu. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

"Bagi saya ndak ada keluh kesah selama mengajar di sini, justru mereka bisa jadi penghilang stres. Bisa lebih bersyukur, merasa senang. Apalagi melihat perkembangan anak dari nol sampai bisa itu kebanggaan bagi kami. Dua tahun terakhir, alhamdulillah banyak orang tua sadar bahwa di sinilah tempatnya," ujarnya. 

Wali murid asal Worawari Kecamatan Kebonagung, Jumiyatin (43) mengaku semangat melihat perkembangan putrinya bernama Hidayah Hindriyani kelas 5 meskipun harus mengantar dan menunggu setiap hari di sekolah. Jarak dari rumahnya sekitar 30 kilometer. 

"Semangat demi anak, biar seperti yang lain, alhamdulillah banyak perkembangan, berkat bimbingan guru yang telaten. Anak saya tuna rungu, sulit bicara, kadang kalau ingin apa bisanya nulis dan pakai isyarat baru saya mengerti. Kalau di rumah dikasih PR. Sama gurunya dikasih pesan agar sebisanya diajarin ngomong," ucapnya. 

Masih di tempat yang sama, Deofal Fikri Primadana (17) siswa ABK kelas XII asal Desa Borang, Kecamatan Arjosari tampak bersemangat mengikuti latihan olahraga lempar bola meski duduk di kursi roda. Sedangkan tiap hari diantar-jemput oleh sang ayah. Deofal juga hafal teks Pancasila. 

"Olahraga favorit saya sepakbola, cita-cita ingin jadi desainer, kalau belajar pakai komputer, hampir 12 tahun sejak kelas 2 SD mulai belajar di sini. Nyaman," katanya sambil tersenyum. 

Sebagai informasi, jumlah anak didik SLB yang berada di Dusun Craken Kulon, Desa Sumberharjo, Kecamatan/Kabupaten Pacitan ini sebanyak 70 siswa dan termasuk pendidikan ABK tertua yang ada. Berdiri sejak tahun 1975.

Jenjang pendidikan SLB Pacitan dari TK, SD, SMP dan SMA. Mayoritas anak didik didominasi warga sekitar kota, ada juga dari kecamatan lainnya, seperti Arjosari, Kebonagung, Pringkuku dan Bandar. 

Meski serba keterbatasan, para siswa di SLB Pacitan masih bisa menorehkan prestasi di berbagai ajang kompetisi, baik tingkat provinsi maupun nasional. Adapun keterampilan unggulannya adalah menjahit. 

Tak heran jika para lulusan SLB Pacitan kini banyak yang sudah bekerja di perusahaan garmen dan konveksi selain meneruskan ke jenjang perkuliahan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES