Forum Guru

Kemerdekaan Pendidikan dan Kemiskinan

Minggu, 04 September 2022 - 00:34 | 41.24k
Nendisyah Putra, Guru SMP N 2 Pulau Banyak Barat.
Nendisyah Putra, Guru SMP N 2 Pulau Banyak Barat.

TIMESINDONESIA, ACEH – Pada 17 Agustus 2022, negara Indonesia sudah memasuki usianya yang ke-77 tahun. Usia yang sudah terbilang tua tentunya. Lantas setelah 77 tahun diproklamirkannya Indonesia menjadi bangsa yang merdeka, sudahkah rakyatnya sejahterah dari belenggu keterpurukan ekonomi dan pendidikan?

Kemerdekaan bukan hanya dimaknai dengan lepasnya bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa asing. Tetapi, lebih dari itu, kemerdekaan bangsa berarti kemerdekaan pula bagi seluruh rakyatnya, yakni terbebas dari segala bentuk eksploitasi, kebodohan, dan kemiskinan.

Sebagaimana amanat tersebut termuat dalam pembukaan UUD 1945  pemerintah negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Dari tujuan penting amanat UUD kemerdekaan tersebut, yakni  mencerdaskan kehidupan bangsa dan kesejahteraan umum yang masih berkaitan dengan isu kemiskinan serta berkaitan dengan pendidikan, masih belum sesuai yang diharapkan oleh bangsa ini.

Angka Kemiskinan

Isu Kemiskinan tersebut masih terus relevan hingga hari ini, saat negri ini sudah 77 tahun merdeka. Kemiskinan masih menjadi masalah besar bagi indonesia. 

Meski angka kemiskinan absolut secara signifikan turun dari tahun ke tahun, isu itu masih terus mengemuka karena memang telah menjadi agenda global melalui sustainable development goals (SDGs). Lebih-lebih di saat pandemi covid-19, masalah kemiskinan makin terasa karena tekanan ekonomi nasional maupun global memang nyata.

Indonesia ialah negara yang kini mampu memperbaiki angka penurunan kemiskinan pascacovid-19. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 9,54% per Maret 2022. Angka itu menurun 0,17 poin jika dibandingkan dengan September 2021 yang sebesar 9,71%. 

Angka kemiskinan Indonesia pada Maret 2022 menunjukkan perbaikan alias yang terendah sejak pandemi covid-19 melanda Tanah Air. Meski demikian, turunnya angka kemiskinan Indonesia belum mampu mencapai angka yang lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum pandemi covid-19.

Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase terbesar ialah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan (0,37% poin).Sementara itu, lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan terbesar ialah sektor jasa lainnya (0,51% poin). Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Februari 2022 sebesar 5,83%, turun sebesar 0,43% poin jika dibandingkan dengan Februari 2021. Terdapat 11,53 juta orang (5,53%) penduduk usia kerja yang terdampak covid-19. 

Manfaat Demografi

Kemiskinan dan pengangguran harus terus diatasi. Lebih-lebih kita sedang mengalami bonus demografi. Bonus demografi terjadi karena penduduk usia produktif (15-64 tahun) dominan. Bonus demografi itu bisa menjadi kesempatan bagi kita menjadi bangsa besar. 

Namun, juga bisa berbahaya apabila kita tak mampu memanfaatkan momentum itu. Sebagai contoh, Brasil, Afrika Selatan, India, dan Pakistan dianggap gagal memanfaatkan bonus demografi karena gagal mencetak anak muda untuk kreatif-produktif. Sebaliknya, Korea Selatan dan Tiongkok dianggap sukses mendapatkan bonus demografi dengan tumbuhnya kaum muda kreatif-produktif.Oleh karena itu, penguatan kualitas kaum muda harus menjadi fokus.

Pendidikan

Salah satu agenda yang penting ialah terus meningkatkan kualitas pendidikan berbagai jenjang dan jenis. Pendidikan ialah institusi terbaik untuk meningkatkan kualitas kaum muda. Pendidikan juga menjadi institusi terbaik untuk mengatasi kemiskinan.

Pendidikan tinggi dianggap jalur paling efektif mengatasi kemiskinan. Anggota keluarga miskin yang lulus dari perguruan tinggi punya peluang besar mendapatkan pekerjaan yang layak dan kemudian mampu mengangkat kesejahteraan keluarganya. 

Oleh karena itu, agenda penting kita ialah bagaimana mendorong akses siswa dari keluarga miskin untuk masuk perguruan tinggi?Berdasarkan tingkat prestasi akademik dan tingkat ekonomi keluarga siswa tersebut, paling tidak ditemukan empat tipologi siswa lulusan SMA di Indonesia. 

Tipe 1, siswa dengan prestasi akademik tinggi dan kondisi sosial ekonomi orangtuanya baik. Tipe itu relatif lebih beruntung karena akses untuk melanjutkan studi sangat terbuka; mampu secara akademis dan mampu secara ekonomi. Namun, jumlah siswa dengan tipe itu relatif sedikit dan sebagian besar telah mengisi bangku kuliah di perguruan tinggi ternama.

Tipe 2, siswa dengan prestasi akademik tinggi, tapi tingkat sosial ekonomi keluarga yang rendah. Sepanjang memiliki tingkat prestasi akademik yang baik,Tipe itu masih diselamatkan banyaknya skema beasiswa seperti kartu Indonesia pintar dan aneka program afirmasi baik pemerintah maupun swasta.

Tipe 3, yaitu siswa dengan tingkat prestasi akademik rendah, tapi tingkat kondisi sosial ekonomi keluarga yang tinggi. Tipe itu relatif aman karena memiliki modal ekonomi untuk bisa tetap menjalankan niatnya menempuh pendidikan tinggi. Sebagian dari mereka tetap melanjutkan kuliah.

Tipe 4, yaitu siswa yang memiliki prestasi akademik rendah dan sekaligus memiliki tingkat ekonomi yang rendah pula. Tampaknya golongan itulah yang saat ini masih sangat banyak. Minimal kita bisa melihat dari angka partisipasi kasar (APK).

APK ialah jumlah mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi berbanding dengan usia kuliah pada umumnya 19-23 tahun.Bila angka APK perguruan tinggi 35%, berarti masih ada 65% yang belum punya akses ke perguruan tinggi. 

Nah, tipe 4 itu masuk kelompok 65% tersebut. Artinya, jumlah tipe 4 itu sangat besar. Itulah golongan yang kurang beruntung yang memerlukan afirmasi khusus. Lalu, bagaimana strategi untuk dapat menyentuh tipe keempat tersebut? 

Strategi

Memberikan solusi bagi tipe 4 tersebut ialah bagian dari jalan keluar memanfaatkan bonus demografi, mengatasi pengangguran, dan menanggulangi kemiskinan. Dengan demikian, kita perlu merumuskan strategi yang efektif. 

Oleh karena itu, setidaknya ada empat strategi yang diperlukan.Pertama, menumbuhkan mindset yang baik untuk siswa tipe 4. Hasil survei McKinsey di 72 negara, ternyata faktor pendorong utama prestasi akademik siswa ialah mindset siswa itu sendiri. 

Memang tentu lingkungan sekolah, baik guru, kurikulum, maupun infrastruktur juga punya andil, tapi pengaruhnya kalah oleh kekuatan mindset siswa itu.

Oleh karena itu, pekerjaan rumah terpenting kita saat ini ialah membangun kekuatan mindset siswa pendidikan dasar dan menengah, yakni kekuatan mindset yang membawa mereka optimistis bahwa mereka bisa berubah dan mewujudkan mimpi-mimpinya.

Kedua, mendorong perluasan pendidikan vokasi. Keluarga siswa tipe 4 umumnya ingin anaknya cepat memasuki dunia kerja karena tuntutan ekonomi. Dengan demikian, pendidikan vokasi baik menengah maupun tinggi harus semakin diperluas dan ditingkatkan kualitasnya. 

Khusus untuk tipe 4 yang lulusan pendidikan menengah atas, diperlukan pendidikan vokasi dengan durasi waktu yang relatif singkat, satu tahun. Karena itu, model akademi komunitas atau pendidikan vokasi setara diploma 1 atau diploma 2 menjadi paling relevan. 

Diharapkan setelah 1-2 tahun mengikuti program vokasi, mereka bisa langsung memasuki dunia kerja dengan kompetensi khusus sesuai yang diperlukan industri.

Ketiga, mendorong keterlibatan dunia usaha dan dunia industri. Pendidikan vokasi yang akan dikembangkan mesti diselaraskan dengan kebutuhan industri sejalan dengan prinsip link and match. Mestinya dunia industri yang paling paham tentang kualifikasi dan kompetensi yang diperlukan. 

Oleh karena itu, dunia industri bisa diajak bermitra untuk menyelenggarakan pendidikan vokasi tersebut dan diharapkan bisa langsung menyerap lulusannya.Salah satu idenya ialah membangun pendidikan vokasi di kawasan industri, termasuk kawasan perkebunan. 

Apa yang pernah dilakukan sebuah industri gula dan industri sawit dengan menggandeng IPB menyelenggarakan pendidikan vokasi bisa menjadi contoh. Masyarakat lokal menikmati kehadiran industri tersebut karena mendapatkan manfaat berupa akses sebagai pekerja terampil.

Keempat, mendorong kewirausahaan di sekolah menengah. Singapura ialah contoh negara yang sudah mulai memikirkan pendidikan kewirausahaan di sekolah menengah. Pendidikan kewirausahaan akan menghasilkan insan-insan tangguh dan kreatif yang bisa menciptakan kesempatan. Tentu pendidikan vokasi yang ada memiliki keterbatasan untuk menampung seluruh siswa tipe 4.

Oleh karena itu, perlu strategi lainnya dengan menambah muatan kewirausahaan pendidikan sekolah menengah agar mereka bisa menciptakan pekerjaan sendiri. 

Keempat strategi tersebut diperlukan untuk memanfaatkan berkah bonus demografi di satu sisi serta menyelesaikan masalah kemiskinan dan pengangguran. (*) 

***

*) Oleh: Nendisyah Putra, Guru SMP N 2 Pulau Banyak Barat.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES