Kopi TIMES

Inflasi dan Kenaikan Harga BBM

Jumat, 02 September 2022 - 15:25 | 92.32k
Dwina Wardhani Nasution, Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Labuhanbatu Selatan.
Dwina Wardhani Nasution, Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

TIMESINDONESIA, SUMATRA UTARA – Di tengah gejolak ekonomi global, hampir semua negara mengalami lonjakan inflasi. Beberapa diantaranya bahkan masuk kategori hiperinflasi. Meski tergolong lebih baik, inflasi yang terjadi di Indonesia harus segera dikendalikan. Pasalnya angka inflasi di Indonesia sudah melampaui target yakni sebesar 3,0±1 persen. Selain itu, inflasi yang terjadi tahun ini bukan karena tingginya permintaan. Tapi disebabkan kenaikan biaya produksi dan distribusi. Kondisi ini bukan yang diharapkan karena tidak mencerminkan peningkatan konsumsi riil masyarakat.

Gelombang inflasi kian nyata di Indonesia. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Juli 2022 meningkat menjadi 0,64 persen dibandingkan Juni 2022. Sementara secara year on year mencapai 4,94 persen. Tertinggi sejak Oktober 2015. Sementara di Bulan Agustus terjadi deflasi sebesar 0,21 persen. Tetapi bila dibandingkan dengan Agustus 2021 masih terjadi inflasi tahunan yang cukup tinggi yakni 4,69 persen.

Deflasi pada bulan Agustus terjadi karena penurunan harga sejumlah kebutuhan pokok. Namun masih terdapat komoditas yang mengalami kenaikan harga, yakni beras dan telur ayam. Selain itu secara tahunan inflasi yang terjadi pada kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau cukup tinggi yakni 7,73 persen. Komoditas yang kerap memberikan andil inflasi adalah cabai merah, minyak goreng, rokok kretek filter, telur ayam ras, ikan segar dan bawang merah. Kenaikan harga komoditas ini mendorong inflasi tahunan secara umum karena berperan cukup besar dalam konsumsi rumah tangga.

Ada perbedaan pola yang patut dicermati. Jika tahun-tahun sebelumnya tren inflasi menurun pasca Ramadhan dan idul fitri, tahun ini tren inflasi justru meningkat. Kenaikan harga BBM dapat memicu kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya. Akibatnya inflasi dapat kembali melaju di bulan yang akan datang.

Dampak Inflasi

Inflasi yang terkendali pada kisaran 2 sampai 4 persen per tahun menandakan perekonomian bergerak maju. Namun bagi masyarakat selaku konsumen, inflasi memang merugikan. Apalagi jika tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan. Hal ini akan semakin menggerus daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih. Daya beli yang menurun pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Sebab sebesar 54,42 persen perekonomian Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga.

Inflasi juga berdampak pada UMKM karena perputaran ekonomi kelompok menengah ke bawah terhambat. Hal ini dapat menimbulkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pengangguran. Selain itu, inflasi yang tak terkendali dapat menaikkan besaran Garis Kemiskinan. Jumlah penduduk miskin dapat meningkat karena penduduk rentan miskin jatuh di bawah garis kemiskinan.

Kemiskinan dan pengangguran merupakan fenomena sosial yang saat ini masih menjadi PR besar pemerintah. Data terakhir menunjukkan pada Maret 2022 jumlah penduduk miskin sebesar 26,16 juta orang. Sementara itu jumlah pengangguran pada Februari 2022 sebanyak 8,4 juta orang atau sekitar 5,83 persen dari total Angkatan Kerja. Meningkatnya kemiskinan dan pengangguran juga dapat menimbulkan persoalan sosial lainnya seperti maraknya kriminalitas. Akibatnya masyarakat hidup di tengah rasa tidak aman.

Harga BBM Naik, Semua Ikut Naik

Pemerintah selalu memberikan subsidi komoditas yang penting bagi hajat hidup orang banyak. Hal ini bertujuan untuk mendongkrak daya beli masyarakat yang kurang mampu agar mendapat akses kebutuhan pokok dengan harga terjangkau. Subsidi membuat harga barang jauh lebih murah dibandingkan harga keekonomian yang sesungguhnya. Demikianlah yang selama ini terjadi dengan subsidi BBM.

Keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi kerap menjadi polemik. Kenaikan harga BBM selalu mendapat penolakan masyarakat karena dapat meningkatkan inflasi. Jika harga BBM naik maka harga komoditas lain juga ikut naik. Dalam perputaran roda ekonomi, BBM memiliki peran yang sangat krusial. Distribusi barang di seluruh Indonesia digerakkan oleh bensin dan solar.

Melonjaknya harga kebutuhan pasca kenaikan harga BBM juga tak lepas dari faktor psikologis masyarakat Indonesia. Ketika mengetahui isu kenaikan harga barang/jasa, masyarakat cenderung panik dan heboh. Masyarakat pun membeli barang secara berlebihan (panic buying) seperti yang terjadi pada kenaikan harga minyak goreng sebelumnya. Bahkan di beberapa SPBU, antrean panjang sudah terjadi sebelum kenaikan harga BBM diberlakukan. Permintaan pun meningkat dan terjadi kelangkaan.

Sesuai dengan teori ekonomi, tingginya permintaan akan mengakibatkan harga barang juga akan meningkat. Akibatnya kenaikan harga justru bertambah tinggi. Tidak hanya karena faktor produksinya, tapi juga karena melonjaknya permintaan. Faktor psikologis ini yang harusnya dikurangi dengan mengonsumsi kebutuhan pokok seperlunya.

Selain memastikan ketersediaan produksi, pemerintah juga berperan menjaga kelancaran rantai distribusi. Data deflasi Agustus menunjukkan bahwa pemulihan pasokan dapat menurunkan harga kebutuhan pokok.

Memahami pola distribusi menjadi faktor penting dalam mengendalikan peningkatan harga dari produsen ke konsumen. Rantai distribusi yang kelewat panjang, mengakibatkan Margin Pengangkutan dan Perdagangan (MPP) yang timbul juga semakin besar. MPP merupakan margin/selisih dari Total Nilai Penjualan dengan Total Nilai Pembelian sebagai kompensasi kepada Pedagang sebagai penyalur komoditas. MPP total dihitung berdasarkan pola utama distribusi perdagangan dari produsen sampai konsumen akhir dengan distributor dan pedagang eceran sebagai pelaku utamanya.

Berdasarkan hasil Survei Pola Distribusi yang dilakukan BPS, tahun 2020 MPP minyak goreng sebesar 17,41 persen secara nasional. Dengan MPP tertinggi di Provinsi Papua mencapai 37,26 persen. Artinya, kenaikan harga minyak goreng dari produsen hingga konsumen akhir rata-rata sebesar 17,41 persen dan 37,26 persen untuk sampai ke Papua. Karena itu, rantai distribusi sebaiknya dipangkas agar kenaikan harga dari produsen ke konsumen tidak terlampau tinggi.

Harga di setiap rantai distribusi juga perlu dikawal. Semua pihak yang terlibat dalam arus perdagangan kebutuhan pokok memiliki tanggung jawab besar kepada masyarakat. Mencari profit memang menjadi tujuan utama. Namun jangan sampai terlibat dalam spekulasi. Karena ujung-ujungnya masyarakat juga yang akan dirugikan.

Dalam menangani inflasi perlu menggunakan sistem desentralisasi. Mengingat karakteristik ekonomi di masing-masing daerah tidak sama. Melalui fungsi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) pemerintah dapat memonitor harga dan memastikan kelancaran rantai pasok. Selain itu pemerintah daerah juga harus memperhatikan komoditas yang dominan terhadap komponen garis kemiskinan di masing-masing wilayah.

Selain itu, dana desa juga dapat dioptimalkan dalam membantu ekonomi masyarakat desa. Implementasi program dana desa sebaiknya dilaksanakan secara gotong royong dan melibatkan partisipasi masyarakat desa. Dengan demikian dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat desa.

Pengalihan bantuan subsidi BBM kepada penduduk miskin diharapkan dapat meringankan beban akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Pemerintah menggelontorkan bantalan sosial sebesar Rp 24,17 Triliun kepada 20,65 juta KPM (Kelompok/Keluarga Penerima Manfaat) serta pekerja dengan gaji maksimal Rp 3,5 juta. Selain itu, Pemerintah Daerah juga menyiapkan 2% Dana Transfer Umum yang berasal dari APBN (DAU dan DBH) sebesar Rp 2,17 Triliun untuk membantu UMKM, angkutan umum, dan nelayan sebagai bansos tambahan.

Bantuan sosial sebagai peredam guncangan inflasi sebaiknya diberikan sebelum kebijakan pengurangan subsidi BBM diberlakukan. Yang terpenting, kunci keberhasilan dari berbagai kebijakan yang akan ditempuh adalah ketepatan sasaran dan komunikasi publik yang baik. Kenaikan harga memang sebuah keniscayaan. Dengan pengendalian yang tepat, maka dapat mengurangi beban masyarakat yang menanggung dampak terberat terjadinya inflasi.

***

*) Oleh: Dwina Wardhani Nasution, Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES