Kopi TIMES

Ketersediaan Pangan dan Kesejahteraan Petani di IKN Nusantara

Rabu, 31 Agustus 2022 - 15:18 | 66.50k
Sanjaya Abdillah Karim, ASN Badan Pusat Statistik.
Sanjaya Abdillah Karim, ASN Badan Pusat Statistik.

TIMESINDONESIA, PONTIANAKIKN Nusantara akhir akhir ini santer menjadi topik perbincangan di berbagai media, dari lokal hingga internasional. Dari kalangan masyarakat biasa, pedagang di pasar, pegawai pemerintah, hingga pengambil kebijakan di berbagai Kementerian Lembaga pasti sudah pernah membahasnya. Semenjak diumumkan oleh presiden pada 26 Agustus 2019 lalu, fokus perhatian pemerintah semakin gencar terkait pemindahan Ibu Kota Negara.

Terlebih, semenjak telah disahkannya Undang-Undang Ibukota Negara Nomor 3 Tahun 2022 (UU IKN) oleh Presiden Republik Indonesia pada 15 Februari 2022 lalu. Para Menteri hingga pemilik kursi senayan hilir mudik mengunjungi IKN Nusantara. Tak hanya sekadar datang, berbagai konsep pembangunan infrastruktur dan tata letak kota mereka bawa, konon demi pembangunan Ibu Kota Negara Baru yang akan menjadi ikon Indonesia di masa mendatang.

Bila ditelisik lebih dalam, pembangunan yang sebenarnya bukan hanya sekadar memperhatikan berbagai infrastruktur riil saja. Lebih dari itu, sektor kesiapan ketahanan pangan sangat penting mengingat populasi penduduk di IKN Nusantara nantinya akan jauh melonjak tinggi. Lonjakan tersebut dipicu akibat pemindahan pusat pemerintahan, yang mau tidak mau ASN pemerintah pusat beserta keluarganya harus diboyong ke tanah benuo etam. Tak hanya ASN, para personil pertahanan dan keamanan negara seperti TNI dan Polri pun akan berdatangan dalam jumlah besar untuk pengamanan teritori IKN baru. Oleh sebab itu, kebutuhan pasokan bahan pangan baik dari segi kuantitas dan kualitas menjadi penting untuk deprsiapkan mulai saat ini.

Walaupun pemerintah sudah menyiapkan berbagai lokasi food estate seperti yang ada di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, namun swadaya pangan di benuo etam khususnya di wilayah sekitar IKN Nusantara perlu mendapat perhatian serius. Hal tersebut sejalan dengan visi gubernur 2018-2023 yaitu berani untuk kaltim berdaulat, dan misi nomor empat yaitu Berdaulat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan.

Secara potensi, provinsi Kalimantan timur memang sudah cukup baik di sektor pertanian. Dilihat dari jumlah tenaga kerja misalnya, berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) oleh BPS pada Agustus 2021 sekitar 358 ribu penduduk atau lebih dari 20% dari total penduduk berusia 15 tahun ke atas di Kaltim bekerja di sektor pertanian. Jumlah tersebut merupakan tertinggi kedua di antara sektor/lapangan usaha lainnya dan mengindikasikan bahwa masyarakat Kalimantan Timur masih sangat bergantung pada sektor pertanian. 

Dari segi lahan pertanian, luas lahan baku sawah yang ditetapkan untuk Provinsi Kalimantan Timur adalah 41.406 hektar yang meliputi sawah, rawa, dan lahan kering, dengan kondisi iklim yang cukup mendukung dengan sinar matahari yang cukup dan curah hujan sepanjang tahun.

Meskipun potensi pertanian yang dimiliki relatif besar, terdapat beberapa kendala dalam pengembangannya. Kualitas petani lokal di Kaltim masih belum memiliki pengetahuan yang luas jika dibanding para petani di pulau jawa. Hal tersebut tercermin dari pengelolaan lahan persawahan yang masih kurang baik, seperti terbatasnya saluran irigasi. Secara otomatis sebagian besar sawah yang dapat kita jumpai disini adalah sawah tadah hujan. Hal tersebut membuat produktivitas hasil panen padi di Kaltim tak sebesar daerah sentra pertanian pada umumnya. 

Bila dilihat dari tahun ke tahun, geliat sektor pertanian juga menunjukkan tren penurunan. Berdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) yang dilakukan oleh BPS selama 2021, realisasi panen padi sepanjang tahun 2021 sebesar 66.269,46 hektar dan mengalami penurunan 9,92 persen dibandingkan 2020 yang mencapai 73.568,44 hektar. Produksi padi yang dihasilkan pun mengalami penurunan, yaitu sebesar 244,68 ribu ton Gabah Kering Giling (GKG) pada tahun 2021 dimana jumlahnya lebih kecil dibandingkan 2020 yang mencapai 262,43 ton GKG. Dikhawatirkan bila penurunan hasil panen maupun produktivitas padi terjadi terus menerus dapat mengancam ketahanan pangan IKN Nusantara di masa mendatang.

Dari fenomena yang ada, sebenarnya wajar apabila pertanian tanaman pangan di Kaltim khususnya di sekitar wilayah IKN Nusantara perkembangannya cenderung stagnan atau bahkan menurun setiap tahunnya. Pasalnya karena letak IKN baru di pulau Kalimantan, yang notabenenya daerah sentra perkebunan sawit dan penambangan batu bara. Masyarakat secara berangsur angsur lebih memilih mengubah lahan sawah miliknya menjadi lahan kelapa sawit. Bagaimana tidak, harga kelapa sawit yang cenderung lebih stabil dan waktu panen lebih cepat dibanding tanaman pangan konon membuat petani lebih bisa merasakan manfaatnya. Hal tersebut terbukti bila melihat data Nilai Tukar Petani (NTP) provinsi Kaltim tahun 2021, dimana tanaman perkebunan rakyat menjadi subsektor dengan peningkatan rata-rata NTP tertinggi yaitu sebesar 21,30% bila dibandingkan tahun 2020. Sebaliknya, rata-rata NTP subsektor tanaman pangan justru menunjukkan penurunan tertinggi dibanding subsektor pertanian lain, yaitu kontraksi sebesar 6,22% dibandingkan tahun 2020.

Dari beberapa hal tersebut tak dapat ditampikkan bahwa kesejahteraan petani tanaman pangan di Kaltim dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Mulai dari sarana-prasarana pertanian yang kurang mendukung termasuk akses jalan pertanian yang sebagian besar rusak akibat muatan truk pengangkut sawit. Hingga pada kualitas SDM petani di sekitar IKN Nusantara yang sebagian besar masih menggunakan cara konvensional dalam pengolahan lahan pertanian, membuat produktivitas pertanian tanaman pangan tak berbanding positif dengan potensi luas lahan dan cuaca di Kaltim yang cocok untuk pertanian. Ketersediaan pupuk juga menjadi faktor kunci, selain karena kurang tepat sasarannya penerima pupuk bersubsidi, adanya kecenderungan petani untuk lebih menggunakan pupuknya untuk tanaman perkebunan juga menjadi masalah baru yang muncul.

Hal-hal tersebut tak bisa dibiarkan berlarut larut. Jika hanya didiamkan saja, bila permasalahan ini berlangsung bertahun tahun dikhawatirkan pada saat peresmian IKN baru di masa mendatang komoditas utama wilayah penyangga di sekitarnya bukan bahan pokok makanan, melainkan tanaman perkebuna  rakyat. Dalam hal ini peran serta berbagai pihak, tak hanya pemerintah saja, sektor swasta pun perlu ikut andil dalam pengembangan pertanian di wilayah IKN Nusantara dan sekitar nantinya. 

Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian serius, alokasi pembangunan infrastruktur riil perlu mendukung kemandirian pertanian di IKN baru. Seperti contoh bendungan fungsional yang terhubung dengan system irigasi yang baik, serta akses jalan menuju lahan pertanian perlu dibangun. Tak terbatas pada daerah pertanian, akses akses yang menghubungkan dengan daerah lain seperti jalan ke pelabuhan dan jembatan penghubung langsung ke kota besar seperti Balikpapan dirasa diperlukan untuk membantu pemasaran produk pertanian khususnya subsektor tanaman pangan. Dengan mudahnya akses tersebut, dapat mendorong  para petani untuk semangat kembali menggeluti sektor pertanian. Sembari menunggu selesainya pembangunan IKN Nusantara, dengan akses yang mudah para petani dapat memasarkan produknya ke daerah lain untuk sementara. Dengan demikian diharapkan perkembangan pembangunan fisik di IKN akan selaras pula dengan kemajuan pertanian di wilayah tersebut.

Alternatif lain yang mungkin dapat diberikan adalah dari sektor swasta. Investasi dalam hal kemajuan pertanian sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu pemerintah disamping mencari investasi dalam hal pembiayaan pembangunan IKN Nusantara , dapat menggandeng investor maupun lembaga pertanian internasional dalam memajukan pertanian di IKN baru. Seperti sudah kita ketahui bahwa sudah banyak petani mandiri maupun perusahaan pertanian di berbagai negara yang telah mengembangkan cara pertanian modern seperti hidroponik, aquaponik, urban farming, perhutanan sosial dan lain sebagainya. Konsep konsep kebaharuan seperti itulah yang diharapkan dapat masuk dan diinvestasikan, baik investasi fisik berupa sarana pendukung pertanian maupun konsep dan gagasan. Ditambah lagi apabila ada dukungan knowledge sharing dan penyuluhan  terhadap penduduk di sekitar IKN baru, niscaya tak hanya mendorong petani yang ada saat ini saja, bahkan para pemuda dan penduduk milenial dapat tergerak untuk bertani dengan memanfaatkan ilmu baru tersebut.

Mengingat pentingnya kemandirian pangan di wilayah IKN Nusantara menyongsong pemindahan pusat pemerintahan, sudah sewajarnya hal ini menjadi topik utama yang tak kalah dengan pembangunan infrastruktur. Dimulai dari perhatian terhadap kesejahteraan petani saat ini, hingga pengembangan kultur pertanian IKN ke depan perlu mendapatkan tempat penting di pada program strategis nasional (PSN). Terlebih apabila pemerintah daerah, dalam hal ini provinsi Kaltim maupun kabupaten sekitar IKN Nusantara ikut dan dilibatkan dalam perencanaan berbagai program pertanian. Akan menjadi keniscayaan bahwa di masa mendatang Indonesia akan memiliki Ibu Kota Baru yang disamping ikonik sebagai smart city dan forest city, juga memiliki ketahanan pangan yang kuat dari dalam wilayahnya sendiri. (*)

***

*) Oleh: Sanjaya Abdillah Karim, ASN Badan Pusat Statistik.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES