Kopi TIMES

Mempertahankan Predikat "Swasembada" Beras yang Menguntungkan Petani

Selasa, 30 Agustus 2022 - 00:48 | 39.86k
Muhamad Syaiful Rifki, Mahasiswa aktif Program Studi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan di Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor.
Muhamad Syaiful Rifki, Mahasiswa aktif Program Studi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan di Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor.

TIMESINDONESIA, BOGOR – Sebagai salah satu hadiah di HUT Kemerdekaan RI ke – 77, Indonesia mendapatkan penghargaan dari IRRI. Penghargaan dari lembaga penelitian padi internasional tersebut diberikan kepada Indonesia karena berhasil melakukan swasembada beras selama 3 tahun berturut – turut, mulai dari tahun 2019 – 2021. Penghargaan ini juga sekaligus menjadi tanda pencapaian positif selama tiga tahun terakhir.

Data yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras pada tahun 2019 mencapai 31,31 juta ton, kemudian naik menjadi 31,5 juta ton, dan 31,36 juta ton pada tahun 2021. Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2021, namun angka tersebut masih bisa mencukupi kebutuhan konsumsi beras nasional yang mencapai 30 juta ton setiap tahunnya.

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), rasio swasembada yaitu produksi dalam negeri dan total permintaan di Indonesia mencapai 90% yang tergolong besar. Prestasi ini juga mengulang keberhasilan pada tahun 1984 di mana pada tahun tersebut Indonesia juga diganjar penghargaan dari FAO karena berhasil melakukan swasembada beras. Penghargaan ini patut disyukuri terlebih adanya pandemi covid – 19 yang membuat berbagai negara masuk ke dalam jurang krisis pangan, Indonesia masih bisa bertahan melewati ujian tersebut. Namun, penghargaan ini tidak diiringi dengan meningkatnya kesejahteraan petani.

Data yang dikutip dari BPS, selama Juli 2022 rata – rata harga GKP di tingkat petani Rp. 4.569,00 per kg atau naik 0,68% dan di tingkat penggilingan Rp. 4.682,00 per kg atau naik 0,71% dibandingkan Juni. Pada Juli 2022, rata – rata harga beras kualitas premium di penggilingan sebesar Rp. 9.629,00 per kg, naik sebesar 1,38% dibandingkan bulan sebelumnya, sedangkan beras kualitas medium di penggilingan sebesar Rp. 9.092,00 per kg atau naik sebesar 0,93%, dan rata – rata harga beras luar kualitas di penggilingan sebesar Rp8.906,00 per kg atau naik sebesar 0,64%. Namun, Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai indikator untuk melihat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan per Juli 2022 turun sebesar 1,64% menjadi 104,25. NTP menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang atau jasa yang dikonsumsi maupun digunakan dalam biaya produksi.

Data di atas tentu menjadi anomali karena meskipun petani sebagai tangan pertama dalam alur produksi dan distribusi beras menerima harga naik pada GKP dibanding bulan sebelumnya serta harga beras yang mengalami kenaikan baik kualitas premium, medium, dan luar.  Hal tersebut dapat diartikan masih terjadi kesenjangan dalam biaya produksi petani karena nilai NTP mengalami penurunan. Oleh karena itu, peningkatan kesejahteraan petani menjadi salah satu urgensi dalam membangun ketahanan pangan di Indonesia seperti yang sedang digembor – gemborkan oleh pemerintah. 

Langkah pertama yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memperbaiki sistem tata kelola dan distribusi beras di Indonesia. Pemerintah dapat merubah kewenangan Bulog dengan memperbanyak kuota distribusinya, karena Bulog diwajibkan untuk menyerap gabah dari petani namun dibatasi dalam hal penyalurannya ke pasar. Akibatnya sering terjadi penumpukan stok beras di gudang milik Bulog. Langkah kedua adalah dengan mengoptimalkan penyaluran KUR Perdesaan supaya para petani tidak meminjam modal dari lintah darat. Seringkali, ketidaktahuan petani dalam melakukan pinjaman KUR di bank, mengakibatkan petani lebih memilih untuk meminjam uang sebagai modal dalam musim tanam kepada lintah darat. Ironisnya lagi, hasil panen mereka dijadikan sebagai agunan untuk melunasi pinjaman tersebut. Langkah ketiga adalah dengan membentuk Korporasi Ekonomi Petani (KEP) yang menggabungkan beberapa unit usaha dari kelompok – kelompok tani mulai dari hulu hingga hilir. Adanya KEP ini bertujuan untuk meminimalkan modal dan menyediakan pasar bagi petani karena telah tersedia sebuah sistem yang mengakomodasi dari produksi hingga pemasaran. 

Bagi mereka yang menggunakan “kaca mata kuda”, harga gabah dan beras stabil adalah prestasi membanggakan bagi pemerintah. Stabilnya pasokan dan harga membuat inflasi yang disulut oleh beras akan rendah. Tapi pandangan ini amat bias kepentingan konsumen dan abai kepentingan produsen karena beban yang ditanggung petani sebagai produsen amat besar dan memberatkan.

***

*) Oleh: Muhamad Syaiful Rifki, Mahasiswa aktif Program Studi Penyuluhan Pertanian Berkelanjutan di Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES