Kopi TIMES

Polri di antara Nyawa dan Wibawa

Kamis, 25 Agustus 2022 - 17:34 | 46.82k
Ignasius Lintang Nusantara, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Ignasius Lintang Nusantara, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Kasus penembakan Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) hampir senantiasa menjadi topik pembicaraan di ruang publik. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa publik menjadi pengawas dan penagih batas waktu untuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam menuntaskan kasus ini.

Kini, kasus sudah berjalan lebih dari satu purnama dan Kapolri telah membacakan keterangan resmi terkait para pelaku penembakan Brigadir J. Tetapi kapan semua akan terbongkar? Khawatirnya, semakin lama proses penyelesaian kasus ini, justru semakin cepat merosotnya kepercayaan publik terhadap Polri. 

Sedikit demi sedikit, bukti – bukti kesalahan inisiator kejadian, Irjen. Ferdy Sambo mulai mengemuka. Nama – nama kunci yang santer terdengar seperti, Bharada E, Putri Chandrawati dan sejumlah aparat kepolisian yang terlibat mulai diperiksa. Menurut hemat penulis, sebaiknya yang menjadi tujuan utama dari penyelesaian kasus ini bukan soal memulihkan wibawa institusi Polri, tetapi soal nyawa yang menjiwai kewibawaan institusi Polri sendiri.

Muncul tanda tanya besar, mengapa Polri yang seharusnya menjaga ketertiban dan keamanan, justru mengingkari hal serupa dalam dirinya?

Ketertiban sebuah institusi tercermin pada setiap insannya, pangkat boleh tinggi, prestasi boleh bergengsi, tetapi jika kesemua hal itu berakhir dengan sanksi, lalu bagaimana kebijaksanaan Polri? Tagline Polri, “Presisi” (Prediktif, Rensponsibilitas, Transparansi, dan Berkeadilan) mestinya menjadi pegangan setiap insan Polri dalam bertugas. Sayangnya, jika dikontekskan dengan kasus Brigadir J, Polri terlambat melaksanakan amanat dari tagline tersebut, diperparah dengan sindikat para penyusun dan pemulus skenario pembunuhan yang berasal dari internal kepolisian. 

Seperti musuh dalam selimut, Polri sedang berusaha membuka dan mengganti “selimut”-nya untuk menghadapi dan menyingkirkan “musuh”-nya. Perlu dibangun dan kesadaran bersama dalam kalangan internal Polri untuk senantiasa memegang teguh dan melaksanakan Kode Etik Profesi Polri yang telah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011.

Di dalamnya, termaktub segala hal yang patut dan tidak patut, yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta yang dilarang selama melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota Polri. Dalam kasus Brigadir J, nampaknya keberadaan kode etik ini tidak dianggap hidup dan mengikat, hingga nyawa personel yang sedang mengemban kode etik ini dengan baik pun hilang di tangan kawan sejawat dan atasannya.

Dalam perspektif hukum, dasar dari kode etik ialah kesadaran tentang bagaimana seseorang membedakan perilaku baik dan buruk untuk bersikap sepantasnya. Etik dan hukum sejatinya tidak terpisahkan, hukum ditujukan kepada seseorang sebagai makhluk sosial dan etik ditujukan kepada seseorang sebagai makhluk individu sehingga kesadaran ini bukan berarti seseorang hanya sadar tentang ada hal yang baik dan buruk, tetapi seseorang harus berbuat baik. 

Kasus Brigadir J yang menyangkut dugaan pelanggaran kode etik sejumlah jajaran kepolisian patut dijadikan bahan pertimbangan bagi terlaksananya kode etik Polri dengan bertanggung jawab, kegagalan Polri dalam mematuhi dan melaksanakan kode etiknya dapat mengakibatkan menurunnya moral kemanusiaan dalam tubuh institusi yang berdampak pada menurunnya kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Kasus ini kompleks dan memerlukan penanganan serius.

Catatan bagi Polri untuk kasus ini: jangan menutupi kesalahan, jangan menghambat upaya penyelesaian masalah, ungkap motif dengan transparan, hormati hak – hak korban serta keluarganya, dan yang terpenting harus diusut tuntas. Dari kasus ini, dapat dipahami bahwa nyawa seseorang yang menjiwai kewibawaan institusi lebih berharga dibandingkan mereka yang selalu berusaha menutupi kelemahan institusi. Jangan sampai, Polri melemah karena anggota berulah, Polri harus kuat dan bermanfaat.

***

*) Oleh: Ignasius Lintang Nusantara, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES