Kopi TIMES

PMII, Pendopo dan Turning Point

Rabu, 24 Agustus 2022 - 14:35 | 44.37k
Shulhan Hadi
Shulhan Hadi

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Jika ada kelakar, "Lebih hebat mana antara Azwar Anas dengan Ipuk Fiestiandani sebagai Bupati Banyuwangi?"
Jawaban umum pasti menyebut Anas lebih hebat. Jawaban yang tidak salah namun tidak sepenuhnya benar. Secara umum, capaian Anas-- ada kabar baik ttg ybs dalam minggu ini--selama menjabat ada di atas. Namun dalam beberapa hal, Ipuk justru yang di atas. Setidaknya terlihat dalam mengelola sinergitas dengan kalangan aktivis mahasiswa, terutama yang bernaung di dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Begini, ada dua indikator ala atung yang bisa digunakan mengukur capaian ini. Semasa menjabat, berdasarkan pengakuannya, Anas menyebut PMII sangat sering melayangkan surat cinta (demonstrasi) kepada jajarannya, jumlahnya tidak lagi dua atau tiga, melainkan lebih dari sejinah. Sedangkan, selama Ipuk menjabat, PMII tercatat hanya menggelar demo tak lebih dari dua kali. 

Selain itu, yang paling mencolok, tentu dalam momen Konkoorcab XXIV PKC PMII Jawa Timur di Banyuwangi pekan ini (acara dibuka 22 Agustus). Ditandai salah satu agenda yakni sarasehan, digelar di pendopo Sabha Swagata dan dihadiri berbagai elemen. Tampaknya jalinan komunikasi antara jajaran PMII, wabil khusus Pengurus Koordinator Cabang (PKC) stakeholder dan Bupati Banyuwangi terbangun seirama.

Tentu ini baik sekaligus menjadi turning point PMII yang tercitra sebelumnya. Memang sewajarnya aktivis atau kalangan manapun memiliki jembatan komunikasi yang baik dengan pemangku daerah, dengan bentuk yang menyesuaikan, sehingga tujuan-tujuan mulia yang diperjuangkan bisa semakin mudah dijalankan. 

Tentu, sinergitas seperti ini tidak akan menghilangkan daya kritis terhadap kebijakan pemerintah. Hanya saja, bentuk energi yang dimunculkan memang harus adaptif. Pola responsibilitas harus diutamakan dibandingkan gaya-gaya reaksioner. Responsif bisa dibilang bentuk kritis yang selangkah lebih maju dari cara-cara reaktif.

Menggelar demonstrasi atas ketidaksetujuan sebuah kebijakan sebagai bentuk reaksi memang (kadang-kadang) bisa memompa heroisme. Namun, memberikan mitigasi atas rencana kebijakan pemangku kebijakan sepertinya itu lebih bijak dan bermanfaat. Di sinilah daya responsibilitas kader intelektual terlihat tangi ora kawanen. 

Momen konkoorcab yang diselenggarakan di Banyuwangi ini pun, diharapkan memunculkan gairah kesegaran baru bagi personalia dan gerakan sahabat PMII. Sehingga selalu menjadi sahabat masyarakat yang peka jaman. Aspiratif atas kebutuhan mereka dan inspiratif untuk kebaikan yang harus diperbuat. 

Bagaimana menjadi aktivis yang aspiratif? Cerita salah seorang dedengkot PMII di salah satu kampus ternama di Malang, mungkin bisa menjadi penggambaran. 

Kala itu, seorang mahasiswa yang masih menyandang gelar mahasiswa baru, sebut saja Imaduddin (nama sebenarnya) mengaku sering bertemu dengan aktivis mahasiswa dari berbagai kelompok di kampusnya. Dia menceritakan, kesalehan dan sikapnya yang prospektif menjadikan dirinya incaran untuk direkrut anggota. Namun banyak yang membuatnya tidak tertarik. Misalnya, Ketika bertemu dengan kelompok A, pertanyaan yang dilontarkan terlalu terkesan agamis. "Sudah salat Dik?". Tentu pertanyaan ini sangat basa basi bagi seorang nahdliyin seperti dia.

Kemudian kelompok aktivis B, selalu menanyakan perihal buku -buku filsafat dan macak ngiri. Padahal, mahasiswa baru ini adalah kutu buku. Mulai Liberty, Posmo merupakan santapannya sehari-hari, melengkapi majalah Bobo yang sudah dia baca sejak SD, dan buku-buku mujarobat.

Kebaikan dua kelompok itu tidak aspiratif bagi maba yang tidak betah luwe ini. Hingga pada akhirnya, di sebuah rumah Sekretariat, pilihan itu jatuh kepada PMII. Sederhana, ketika satu kalimat ringan, mengena dan sesuai kebutuhan meluncur dari salah satu sahabat PMII. "Sudah makan? Ayo bareng makan," konkret dan jelas.

Semoga, urusan-urusan nutrisi seperti ini juga menjadi poin yang tidak terlewatkan oleh panitia konkoorcab. 

Karena asupan gizi yang baik, halalan dan thayyiban akan memacu gerak otot dan pikir untuk maksimal beraktivitas. Kenyang dulu, baru diskusi, lanjut sembahyang. 

Bagaimana, butuh rasionalisasi?

Selamat melaksanakan konkoorcab. Semoga berjalan lancar, menghasilkan rumusan yang keren. Dan tentu, jangan lupa jalan-jalan di kota ini. (*)

***

*) Oleh: Shulhan Hadi, Pemilik Babyshop Curahjati, Banyuwangi.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES