Kopi TIMES

Pengutilan di Alfamart dan Sangarnya Netizen Indonesia

Selasa, 23 Agustus 2022 - 14:46 | 55.98k
Nur Hidayah, Mahasiswi Fisip Universitas Padjadjaran.
Nur Hidayah, Mahasiswi Fisip Universitas Padjadjaran.

TIMESINDONESIA, SEMARANG – Belum reda keriuhan berita kasus pembunuhan Brigadir J yang hingga kini belum terpecahkan sepenuhnya, netizen Indonesia kembali disuguhkan dengan kasus lain yang tak kalah menarik, yaitu kasus pencurian di gerai Alfamart pada Sabtu (13/08/22).

Cerita ini bermula dari aksi seorang wanita yang pada pagi hari itu melakukan pencurian beberapa buah cokelat dan sampo di Alfamart di Kabupaten Tangerang. Salah seorang karyawan yang saat itu berjaga kemudian merekam kondisi ketika pelaku hendak pergi menggunakan mobilnya. Setelah didesak berkali-kali, barulah pelaku kembali masuk ke dalam toko dan membayar. 

Namun, keesokan harinya pelaku justru mendatangi kembali gerai tersebut dengan membawa pengacara dan menuntut pegawai yang telah memviralkan videonya atas tuduhan pencemaran nama baik. Video sang pegawai yang diapit pelaku dan pengacaranya sambil meminta maaf juga menjadi viral dan menuai banyak respon.

Bertenggernya beberapa tagar terkait sekaligus, seperti Ngutil (kata bahasa Jawa yang artinya mencuri), Alfamart, Coklat, hingga Klepto di sosial media Twitter cukup menunjukkan banyaknya keikutsertaan netizen dalam mengawal kasus ini. Sebagian besarnya berpihak pada pegawai Alfamart, meskipun beberapa juga tidak menampik bahwa apa yang dilakukannya dengan menyebarkan video tanpa menutupi identitas pelaku itu tidak patut. Namun, sepertinya netizen satu suara dalam hal mendukung pendampingan hukum bagi pegawai tersebut. 

Berkat campur tangan netizen, banyak figur publik yang kemudian menyatakan dukungannya, termasuk pengacara ternama Hotman Paris. Per tanggal 15 Agustus 2022, kasus ini berakhir dengan permintaan maaf oleh pelaku yang diwakili anaknya.

Sekali lagi, netizen Indonesia berhasil menunjukkan kehebatannya dalam memengaruhi penyelesaian suatu kasus di ranah serius. Meskipun seringkali dituduh sebagai pengguna media sosial paling bar-bar di internet dan bahkan berada di peringkat 29 dari 32 negara paling sopan di Asia Tenggara, tetapi netizen Indonesia sungguh memiliki andil dalam kasus-kasus seperti ini.

Sebetulnya, kesangaran yang ditunjukkan netizen ini tidak sepenuhnya dapat disalahkan. Sebagaimana karakter Batman yang memilih mengadili langsung orang-orang jahat dengan kekuatannya akibat ketidakpercayaannya pada penegak hukum, mungkin begitu pula masyarakat Indonesia yang sudah terlanjur lelah jika harus mengikuti prosedur yang ada sebagaimana mestinya.

Pengalaman telah membuktikan bagaimana penegak hukum di negeri ini hanya berkenan menyeriusi kasus-kasus yang dianggap menguntungkan dan selaras dengan kepentingan mereka. Selebihnya, cukup diikhlaskan saja. 

Lagipula, boro-boro mengurusi urusan warga sipil, wong mengurusi perkara internalnya saja belum becus. Kalau sudah begini, maka main hakim sendiri jadi jalan paling menjanjikan bagi kita-kita yang gak cukup berkuasa ini, salah satunya dengan jalan keviralan.

Mungkin ini juga alasan mengapa selebriti Tik-Tok Bonge menolak beasiswa pendidikan dan memilih sukses jalur viral. Ia mungkin sadar bahwa di negeri ini, keviralan lebih berkuasa mengungkap kebenaran dibanding jalur legal khas orang-orang yang (katanya) berpendidikan itu. 

Kini semakin terbukti pula, viralnya suatu kasus betul-betul mampu meningkatkan kecepatan penanganannya, meskipun sejujurnya kasus ini tidak ada apa-apanya dibandingkan banyak kasus pencurian lain oleh maling kelas kakap di gedung-gedung tinggi sana. Tapi tidak mengapa, setidaknya kasus kali ini betul-betul ditangani dengan serius dan cepat tanpa adanya drama kamera CCTV tersambar petir.

Dalam banyak kasus ketidakadilan yang viral di media sosial, seringkali kita jumpai juga komentar netizen yang menuntut penyelesaian sembari menge-tag akun-akun figur publik yang terkadang tidak relevan, seperti Baim Wong dan Deddy Corbuzier. Harapan mereka sederhana, bahwa kasus apa pun yang tengah viral itu dapat dibantu oleh yang di-tag.

Mereka tahu betul bahwa keadilan tidak akan didapatkan dari penegak hukum tanpa melibatkan orang-orang ini. Sungguh aneh bagaimana sebuah kasus yang sama, dengan penegak hukum yang sama pula, dapat terselesaikan dengan begitu berbeda dengan melibatkan variabel yang justru tidak relevan seperti figur publik. 

Saya sungguh tidak bisa membayangkan kehidupan selebriti dengan jadwal seabrek tetapi juga dituntut mengurusi masalah rakyat yang tidak sanggup dipenuhi oleh yang sebetulnya berwenang. Betul-betul sebuah ketidakadilan dalam pembagian peran dimana satu pihak bekerja keras sementara pihak lain berleha-leha mengabaikan tanggung jawabnya. Mungkin aparat hukum kita dulunya adalah golongan orang-orang yang cuma numpang menuliskan nama dalam kerja kelompok sekolah. 

Dengan kualitas penegak hukum kita yang seperti ini, kesangaran netizen Indonesia menjadi perlu. Maka biarlah kita disebut sebagai netizen bar-bar, jika memang itu yang diperlukan untuk menggerakkan mereka-mereka yang terlalu takut martabatnya digunduli di media sosial. Karena dibalik sangarnya netizen Indonesia, ada hukum yang tidak memihak pada yang lemah, kecuali jika ia viral.

***

*) Oleh: Nur Hidayah, Mahasiswi aktif Fisip Universitas Padjadjaran.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES