Gaya Hidup

Goresan Arsitektur Kolonial, Cara Seniman di Kota Blitar Isi HUT ke-77 RI

Selasa, 16 Agustus 2022 - 12:38 | 49.94k
Farid Dwi Bagus Sugiharto, Kurator pameran tunggal Goresan Arsitektur Kolonial menunjukkan karya lukisan Subroto di New De Koloniale Resto and Coffee Jalan Tanjung Kota Blitar, Selasa (16/8/2022). (FOTO: Sholeh/TIMES Indonesia)
Farid Dwi Bagus Sugiharto, Kurator pameran tunggal Goresan Arsitektur Kolonial menunjukkan karya lukisan Subroto di New De Koloniale Resto and Coffee Jalan Tanjung Kota Blitar, Selasa (16/8/2022). (FOTO: Sholeh/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BLITAR – Seniman di Kota Blitar memiliki cara tersendiri untuk mengisi HUT Ke-77 RI. Salah satunya adalah Subroto, seorang pelukis yang menggelar pameran tunggal berjudul 'Goresan Arsitektur Kolonial' di New De Koloniale Resto and Coffee Jalan Tanjung Kota Blitar.

Farid Dwi Bagus Sugiharto, Kurator pameran tunggal Goresan Arsitektur Kolonial menerangkan, dalam pameran Goresan Arsitektur Kolonial, Subroto atau Broto melahirkan 27 karya sketsa dan watercolour.

2 dari 27 karya Broto adalah sketsa Gedung PGSD Kota Blitar dan Gedung Pengadilan Blitar. Sedangkan, sisanya merupakan sketsa Gedung gedung yang ada di Solo, Jogjakarta dan Semarang. 

Goresan-Arsitektur-Kolonial.jpgDeretan lukisan Karya lukisan Subroto dalam Goresan Arsitektur Kolonial di New De Koloniale Resto and Coffee Jalan Tanjung Kota Blitar, Selasa (16/8/2022). (FOTO: Sholeh/TIMES Indonesia)

"Goresan sendiri mempunyai makna suatu hasil gerak yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan media pensil, bolpoin, spidol dan kuas ke dalam kertas maupun kanvas," terangnya, Selasa (16/8/2022).

Arsitektur kolonial, urai Farid, yaitu arsitektur yang memadukan budaya barat dan timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan diperuntukkan bagi bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan.

Arsitektur kolonial Belanda di Indonesia menyebar hampir di seluruh Nusantara yang dulunya disebut Hindia Belanda. Sebagian besar bangunan era VOC ini dibangun di pulau Jawa Sumatra, Maluku dan Sulawesi.

New-De-Koloniale-Resto-and-Coffee.jpgGedung utama New De Koloniale Resto and Coffee di Jalan Tanjung Kota Blitar. (FOTO: Sholeh/TIMES Indonesia)

"Dapat kita pahami bersama konsep ini merupakan proses Broto untuk mengarsipkan kembali bangunan-bangunan tua tersebut ke dalam karya seni," jelasnya.

Menurut Farid, selama 12 tahun Broto berproses menciptakan karya dengan konsep bangunan-bangunan tua ke dalam karya seni. Hal itu menurutnya, bukan waktu yang pendek dan tidak semua seniman mampu untuk konsisten seperti ini.

Hal itu didasari kegemaran Broto berpergian ke kota-kota yang masih ada bangunan kolonialnya, tanpa basa-basi Broto langsung memindahkan objek yang ada di depannya ke dalam media kertas maupun kanvas kecil.

"Broto menjalaninya penuh ketenangan, mengalir dan tanpa rasa beban yang mengikatnya," urainya.

Melalui pameran tunggal, kata Farid, Broto ingin mengajak masyarakat luas untuk lebih menghargai dan menjaga bangunan bersejarah yang ada di sekitar.

Terlepas baik buruknya semua itu tergantung sudut perspektif masing-masing. dalam hal itu, urainya, Broto mencoba menawarkan untuk refleksi diri  melalui karya-karyanya dengan citra bangunan kolonial.

"Tujuan kita, dengan adanya pameran ini juga untuk menciptakan pangsa pasar seni khususnya seni rupa lukis. Karena orang Blitar belum banyak mengenal seni lukis masih banyak orang belum sreg mengkoleksi," tegasnya.

Sementara, New De Koloniale Resto and Coffee menempati 3 bangunan yang semuanya adalah bangunan asli zaman kolonial. Ketika masuk, pengunjung disambut ruangan yang berisi beragam barang antik seperti kamera, lukisan dan barang-barang antik lain yang jarang ditemui saat ini

"Kita memang konsepnya Wisata Kuliner sambil edukasi sejarah, karena bangunan ini asli sejak zaman penjajahan Belanda. Dan tentu ini sesuai dengan pameran yang kita gelar kali ini," kata Agung Hidayanto, Manager Operasional New De Koloniale Resto and Coffee.

Agung menjelaskan, New De Koloniale Resto and Coffee sebenarnya sudah ada sejak lama. Seiring perjalanan waktu, tempat tersebut sempat berganti pengelolaan hingga 3 kali.

Saat ini, dia mengelola dengan memberikan sentuhan hal baru dan kekinian sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satunya dengan menata ulang konsep taman dan menu masakan.

"Kami merubahnya menjadi konsep keluarga. Yaitu dengan porsi menu masakan yang bisa dinikmati dengan keluarga. Artinya, Kami memberi porsi besar di setiap menu," kata Manager Operasional New De Koloniale Resto and Coffee Kota Blitar. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES