Kopi TIMES

Gus Men & Pelaksanaan Haji Paripurna Pasca Corona

Selasa, 16 Agustus 2022 - 07:32 | 33.75k
HM. Zahrul Azhar Asumta , SIP, Mkes ( Hans)  Wakil rektor Unipdu Jombang  Penasehat IPHI JATIM
HM. Zahrul Azhar Asumta , SIP, Mkes ( Hans) Wakil rektor Unipdu Jombang Penasehat IPHI JATIM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Hari ini tuntas sudah pemulangan seluruh rombongan jamaah haji. Mereka telah kembali ke tanah air. Sekalipun demikian, masih tersisa beberapa orang dalam perawatan di beberapa rumah sakit. Mereka tetap di bawah pantauan para petugas haji yang tak kenal lelah melayani para tamu Allah ini.

Saya sangat beruntung diberi kesempatan untuk bisa mendedikasikan diri melayani para tamu Allah sesuai kapasitas yang saya miliki. Dunia media adalah dunia saya. Di sinilah wilayah pengabdian dan dedikasi saya. 

Lima tahun sebelumnya saya telah berhaji, tepatnya 2017. Saat itu saya ambil program Honeymoon yang sangat minim berinteraksi dengan jamah lain kecuali saat Arafah dan Mina. Kemana pun saya pergi, saya disiapkan mobil pribadi, di mana di dalamnya hanya ada saya, istri, dan sopir. Sesekali saya menyempatkan diri berkunjung ke para sahabat yang juga berhaji dengan menggunakan jalur reguler sehinga cukup tahu bagaimana fasilitas yang diterima saat itu.

Ada sesuatu yang saya tidak tahu terkait dengan fasilitas saat wukuf di Arafah. Yang saya tahu, para jamaah reguler sekarang disediakan tenda full AC dengan fasilitas satu kasur per seorang jamaah dan tidak berhimpitan. Ini membuat saya kepo, apakah yang diterima para jamaah haji reguler di tahun 2017 juga sama dengan fasilitas saat ini. Saya kirim foto kondisi di Arafah sekarang kepada saudara yang menjadi  jamaah regular saat itu. Dia bertanya, “Ini tenda haji plus ya? Kok ada kasurnya?” dan bla bla bla…. Intinya, sama sekali berbeda. Sebelumnya, tidak ada kasur dan tidur berhimpitan seperti jemuran ikan. 

Ketika saya menjalankan tugas untuk bertemu dengan para jamaah ada beberapa yang sudah berhaji dan juga ada yang sudah “belanja informasi” tentang haji kepada orang orang yang sudah berhaji. Hampir semua menyatakan kegembiraan dan bersyukur karena mendapatkan fasilitas yang jauh lebih baik. Mereka kaget karena informasi yang mereka peroleh, kalau hanji harus nginap di hotel dengan kualitas kos kosan, bawa alat masak sendirI, tidak mendapat sarapan, serta berbagai informasi negative lainnya . 

Saya memang tidak melakukan riset yang mendalam terhadap pelayanan dan kinerja para petugas dan bagaimana tingkat kepuasan para jamaahnya. Akan tetapi, jiwa jurnalis saya seakan tidak membiarkan berdiam diri untuk mendapatkan info apa adanya dari para jamaah. Saya beberapa kali bertemu dengan para jamaah dengan tanpa atribut petugas sama sekali. Saya Tanya apa yang mereka rasakan selama menjalankan prosesi sakral ini. 

Dari belasan jamaah yg saya temui, hampir semua menampakkan ekspresi kepuasan yang tak dibuat-buat  tentang pelayanan yang mereka terima. Mereka merasa at home saat di masjidil haram karena banyak para petugas yang tersebar di berbagai titik; merasa bangga dan percaya diri sebagai bangsa yang besar ketika melihat hampir separuh dari total luasan terminal bus hanya dikhususkan untuk jamaah Indonesia; serta puas dengan fasilitas hotel yang jauh di atas ekspektasi mereka sebelumnya.

Para jamah mungkin tidak tahu bahwa persiapan haji ini hanya dilakukan  dalam waktu empat puluh lima hari efektif. Edan khan? Mepetnya persiapan ini karena menunggu kepastian dari Pemerintah Arab Saudi tentang ada atau tiadanya pelaksanaan haji tahun ini.  Bahkan seragam dan atribut petugas haji pun masih tertulis 2020 karena di tahun itu pelaksanaan haji ditiadakan dan tidak ada waktu untuk pengadaan seragam dengan waktu yang mepet . 

Keputusan berani untuk mengeksekusi hajat besar dalam waktu yang singkat ini bukanlah hal yang mudah. Keputusan ini sangat berisiko. Akan tetapi pada akhirnya semua bisa dilalui dengan baik. Bahkan, jauh lebih baik dari sebelumnya. Jika indikator keberhasilan dapat dilihat secara kuantitatif, maka yang paling bisa dilihat adalah dari jumlah kematian yang jauh lebih rendah dari pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya. 

Tentu kita sama sekali tidak ingin  menggunakan “nyawa” anak bangsa sebagai alat ukur keberhasilan dari sebuah kegiatan. Akan tetapi angka ini memang jauh lebih pasti dan dapat dilihat secara mudah ketika kita melihat grafik statistik. 

Keberhasilan pelaksanaan haji tahun ini tidak akan terlepas dari model kepemimpinan pucuk pimpinan dari Kementrian Agama sebagai leading sector.  Keputusan taktis 
Menteri Agama atau biasa dipanggil Gus Men, dalam melibatkan orang-orang muda dan orang lapangan sebagai petugas haji sangat jitu . 

Menurut informasi yang saya dapatkan dari para pimpinan KBIH yang tentu hampir setiap tahun mendampingi para jamaah pergi ke tanah suci, ada perubahan signifikan terhadap perilaku dan kerja keras dan nyata dari para petugas dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, kebanyakan petugas adalah para aktivis lapangan yang tidak biasa duduk manis di belakang meja. Mereka tidak bisa diam ketika ada yang tidak beres di depan mata. Situasi psikologis ini sangat memengaruhi pelayanan petugas kepada jamaah, di mana ini bisa dirasakan langsung oleh para jamaah. 

Saya menduga informasi positif tentang petugas ini juga terdengar ke telinga Gus Men. Terbukti saat para petugas kembali ke tanah air, Gus Men beserta jajarannya langsung mengkhususkan waktu untuk menyambut  para petugas, tanpa seremoni yang menjemukan layaknya para pejabat yang mencari panggung. Gus Men tahu apa yang harus diberikan kepada para petugas yang berjibaku tanpa lelah selama dua bulan. Gus Men dengan sabar menyalami  seluruh petugas tanpa kecuali. Gus Men tahu sentuhan tangan langsung inilah yang bisa meruntuhkan rasa lelah. Sentuhan  yang tak ternilai harganya . 

Presepsi dan respon positif dari pelaksanaan haji tahun ini dalam benak jamaah haji saya yakin juga akan tersampaikan dan tersebar kepada handai taulan yang berziarah haji. Ada plus minus dari ini semua , tetapi yang pasti beban Kemenag sebagai pelaksana ibadah haji tahun depan akan semakin berat dengan standar “nyaris sempurna” tahun ini. Saya yakin banyak jamaah haji akan menjadikan pelaksanaan jamaah haji tahun ini sebagai “role model” dalam pelaksanaan-pelaksanaan haji berikutnya . 

Padahal , dengan kembalinya kuota seratus persen  serta untuk memberi kesempatan lebih kepada para calon jamaah yang berusia lebih dari 65 tahun tentu perlu penanganan dan treatment khusus. Saya yakin ini pekerjaan rumah yang tidak mudah, butuh terobosan yang mendasar. Misalnya,  lamanya para jamaah haji tunggal di Arab Saudi tidak harus sama, tapi dapat dibedakan berdasarkan usia dan hasil uji kesehatan jamaah. Bisa jadi yang berusia di atas 65 tahun dan/atau yang hasil kesehatannya tidak cukup baik lama tinggalnya di Saudi cukup maksimal dua puluh lima hari saja, misalnya . 

Tetapi saya yakin pihak Kementerian Agama sudah menyadari hal ini dan mencari cara terbaik untuk tetap menjag standar layanan sebagaimana yang sudah berhasil dikerjakan tahun ini. Akhir kata, saya ucapkan salut dan bravo  untuk Gus Men bersama jajaran pejabat dan petugas dari Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan RI yang telah menyelesaikan pelaksananya haji di pasca-Corona ini. Semoga ini menjadi legacy yang dapat dikenang di tahun tahun berikutnya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES