Kopi TIMES

Retrospeksi 77 tahun Kemerdekaan di Sektor Pendidikan

Senin, 15 Agustus 2022 - 16:11 | 56.95k
M. Aminudin, Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS)/ Mantan Staf Ahli Pusat Pengkajian MPRRI tahun 2005/ Staf Ahli DPRRI 2008/ TIM AHLI DPD RI 2013.
M. Aminudin, Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS)/ Mantan Staf Ahli Pusat Pengkajian MPRRI tahun 2005/ Staf Ahli DPRRI 2008/ TIM AHLI DPD RI 2013.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Bulan Agustus 2022 bangsa Indonesia merayakan kemerdekaan ke 77 tahun. Dalam usia semakin dewasa saat ini yang tepat untuk menilai berbagai bidang apakah tujuan Kemerdekaan sudah tercapai termasuk bidang pendidikan? Apakah setelah Proklamasi pendidikan Indonesia sudah benar-benar merdeka dibanding zaman sebelum kemerdekaan? Jika zaman sebelum proklamasi kemerdekaan 1945 terutama zaman Jepang sistem pendidikan sangat mengekang penekanan pelajaran fisik dan kemiliteran ini demi kepentingan Jepang.

Pendekatan bersifat fisik adalah bagian dari metode pendidikan seperti bentakan, tamparan, push up, dsb, karena anak didik memang dipersiapkan menghadapi perang Asia Raya. Para pengawas sekolah yang terdiri dari orang Jepang sering bertindak keras.  Setelah kemerdekaan praktek kekerasan di dunia pendidikan itu berkurang tapi nuansa pengekangan kekerasan masih terasa seperti bentakan, terkadang cubitan, pukulan sejenisnya berlanjut ke laporan polisi.  

Ujian terkadang banyak menjadi momok yang menakutkan yang menimbulkan tekanan psikologi ke banyak pelajar bahkan hingga , ujian akhir nasional sering menjadi histeria pelajar seperti mau dunia berakhir. Maka hadirnya gagasan Merdeka Belajar era Kemendikbusritek Nadiem Makarim seolah membawa angin baru “Kemerdekaan” di dunia Pendidikan. Dalam metode atau system pendidikan kurikulum pun menjadi sangat penting diperhatikan karena akan menjadi penentu arah, isi, proses pembelajaran, dan penilaian, yang pada akhirnya dapat menentukan kompetensi dan kualifikasi outcomes suatu pendidikan tinggi sebagai produk dari kebijakan Merdeka Belajar.

Merdeka Belajar mengindikasikan terjadinya pergeseran paradigma tentang kurikulum dari yang seebelumnya bersifat official curriculum menjadi lebih terbuka dan memungkinkan lebih didominasi oleh hidden curriculum. Mahasiswa memiliki kesempatan mengambil kegiatan pembelajaran di luar program studinya bahkan di luar kampusnya jika di program studinya tidak menyediakan kegiatan pembelajaran yang lebih menarik dan menghasilkan kemampuan yang kompetitif sesuai dengan tantangan dan kebutuhan dunia kerja.

Menganalisis kecenderungan ini, maka diperlukan kurikulum adaptif yang dapat memfasilitasi mahasiswa untuk mendapatkan Merdeka Belajar sebagai haknya, selain kurikulum dalam bentuk dokumen fixed bagi mahasiswa yang hanya membutuhkan perkuliahan di dalam program studinya.

Secara umum Perbedaan Dasar Kurikulum Merdeka dengan Kurikulum 2013 adalah Penerapan kurikulum merdeka ini bersifat opsional, sehingga setiap sekolah mempunyai pilihan untuk menerapkan kurikulum ini atau tidak. Jika  Kurikulum 2013 dirancang berdasarkan tujuan Sistem Pendidikan Nasional dan Standar Nasional Pendidikan, sedangkan kurikulum merdeka menambahkan pengembangan profil pelajar Pancasila.

Dalam hal jam Pelajaran (JP) pada kurikulum 2013 diatur per minggu, sedangkan kurikulum merdeka menerapkan JP per tahun. Kemudian  Alokasi waktu pembelajaran pada kurikulum merdeka lebih fleksibel daripada kurikulum 2013 yang melakukan pembelajaran rutin perminggu dengan mengutamakan kegiatan di kelas. Dalam aspek penialian  Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap, dan perilaku, sedangkan kurikulum merdeka lebih mengutamakan projek penguatan profil pelajar Pancasila, kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.

Adanya Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter pada program Mrdeka Belajar diharapkan dapat mengarahkan seseorang pada kebaikan dan kesuksesan. Membangun karakter sama pentingnya dengan menguasai keterampilan literasi dan berhitung. Memiliki akhlak yang baik seperti empati, toleransi, kasih sayang, kedermawanan yang dipadukan dengan kemampuan akademik akan menciptakan pemimpin masa depan yang fenomenal. Ketika siswa belajar bagaimana berkolaborasi dengan orang lain, bagaimana menghormati perbedaan, bagaimana bersikap adil, bagaimana mengendalikan amarah mereka, bullying di sekolah dapat dicegah. Sekolah harus menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar dan berinteraksi satu sama lain. Dalam sistem pendidikan Jepang, misalnya. Salah satu tujuan pendidikan mereka adalah untuk mengajarkan budi pekerti sebelum pengetahuan. Anak-anak akan fokus pada pengembangan tata krama tidak akan ada ujian sampai kelas empat.

Barangkali itu bisa menjadi salah satu alasan mengapa orang Jepang membawa kemajuan bangsanya dengan tetap berpegangan pada tradisi yang menjunjung fairness dan sportifitas. Dihilangkan Ujian Nasional menantang untuk program Merdeka Belajar untuk menghasilkan output pendidikan lebih baik.. Di Finlandia, negara dengan sistem pendidikan terbaik sedunia, sekolah dijadikan sebagai pusat komunitas dan siswa berperan aktif di mana mereka menetapkan target dan menilai diri mereka sendiri. Konsep Merdeka Belajar yang diharapkan penggagasnya merangsang siswa untuk menjadi pemimpin yang inovatif dengan rasa membumi.

Tetapi Ibarat pepatah ’tiada gading yang tak retak’, begitu pula dengan kebijakan Merdeka Belajar, ada pula kekurangan atau potensi kendalanya. Salah satu kekurangan yang kasat mata adalah masih banyak gagapnya sekolah di berbagai daerah dengan program baru ini. hingga saat ini konsep ini hanya dikenali oleh pihak otoritas dan sebagian kecil pelaku pendidikan. Belum menyentuh seluruh pemangku kepentingan pendidikan, terutama para peserta didik dan para orangtua/wali.  

Bahkan, ada kesan, mereka memahami program merdeka belajar sebagai ‘bebas belajar’, namun pasti naik kelas. Dikuatirkan bahwa apabila program itu tidak ‘benar-benar matang’ hingga akhir masa jabatan Menteri yang mencetuskannya, maka akan diganti oleh Menteri dari Kabinet berikutnya. Sudah seharusnya jika menjelang berakhirnya Kabinet Jokowi periode kedua ini kemajuan atau capaian program merdeka belajar dievaluasi secara komprehensif terutama kualitas yang dihasilkan dibanding sebelum program merdeka belajar.  Undang-undang No. 12 tahun 2012, mengamanatkan agar seluruh pemangku kepentingan pendidikan di Indonesia berupaya meningkatkan sistem pembelajaran untuk mewujudkan suasana belajar bagi para peserta didik agar lebih aktif dalam meningkatkan kemampuannya di segala bidang.

Mulai dari kepribadian, softskill, ketrampilan, hingga bela Negara. Realitasnya dari sisi pengalaman, semua SDM pendidikan yang ada saat ini adalah produk pendidikan sebelum kurikulum merdeka belajar. Artinya, para kepala sekolah dan guru program Merdeka Belajar saat ini, mereka sendiri belum punya pengalaman mengenai ‘Merdeka Belajar’. Dalam ‘mindset’ mereka, proses pendidikan itu tidak lain melakukan seperti yang mereka telah alami dan kerjakan selama ini. 

Diperlukan lebih kerja keras lagi agar para pemangku pendidikan di sekolah memiliki mindset yang merdeka, sehingga benar-benar berinisiatif dan mampu menyusun kebijakan dan program yang inovatif yang menunjang terciptanya iklim ‘Merdeka Belajar’.. Belajar dari negara-negara yang berhasil menata sistem pendidikanseperti Finladia, Amerika Serikat, Jerman, Belgia, Iggris, Belanda, Perancis dan Jepang, maka system pendidikan yang menghasilkan anak didik yang kritis dan mandiri menjadi penting! 

***

*) Oleh: M. Aminudin, Peneliti Senior Institute for Strategic and Development Studies (ISDS)/ Mantan Staf Ahli Pusat Pengkajian MPRRI tahun 2005/ Staf Ahli DPRRI 2008/ TIM AHLI DPD RI 2013.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES