Kopi TIMES

Peran Strategis Pemuda dalam Mengusung Semangat Nasionalisme di Era Society 5.0

Senin, 15 Agustus 2022 - 14:28 | 103.91k
Moh Nur Fauzi, S.H.I., M.H.; Dosen mata kuliah Pengantar Studi Islam Prodi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAI Darussalam Blokagung Banyuwangi.
Moh Nur Fauzi, S.H.I., M.H.; Dosen mata kuliah Pengantar Studi Islam Prodi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAI Darussalam Blokagung Banyuwangi.

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Di tengah pesatnya laju globalisasi yang ditandai dengan munculnya era society 5.0 saat ini, nilai-nilai kebangsaan atau semangat nasionalisme hampir dipastikan  terus menerus mengalami ujian dan tantangan. Tidak terkecuali dengan semangat nasionalisme yang dipegang teguh oleh warga negara Indonesia. 

Nilai-nilai kebangsaan yang sejatinya merupakan identitas dan menjadi pegangan setiap warga, dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (science) sangat dimungkinkan kian tergerus. Oleh karena itu menjadi kewajiban segenap elemen bangsa untuk bersatu padu menjaga dan merawat nilai-nilai kebangsaan itu.

Salah satu penyangga dan penguat nilai-nilai kebangsaan itu adalah dari kalangan kaum muda. Kaum muda merupakan penentu dan penggerak ke arah mana sebuah bangsa akan melaju di tengah globalisasi saat ini. Pentingnya peran pemuda telah digelorakan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Di satu kesempatan, Soekarno menyatakan 'Beri Aku 10 Pemuda. Maka akan Kuguncang Dunia'. 

Pernyataan presiden pertama RI itu ternyata terbukti di negara ini. Para kaum muda-lah yang menjadi motor penggerak perubahan dan semangat nasionalisme yang tercatat di dalam sejarah keindonesiaan kita. Dalam sejarah tercatat beberapa peristiwa fenomenal dan penting yang menunjukkan peran pemuda, misalnya berdirinya Budi Utomo pada 20 Mei 1908, Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1945, Hari Pahlawan pada 10 November 1945, Peristiwa Malapetaka Lima belas Januari (Malari) pada 15 Januari 1974, dan Era Reformasi atau era pasca-Soeharto di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, tepatnya saat kejatuhan Soeharto pada 21 Mei 1998. 

Peristiwa-peristiwa besar tersebut menunjukkan eksistensi dan peran pemuda dalam kecintaannya kepada bangsa dan negara ini. Sebagai contoh, Konggres Pemuda Kedua yang diselenggarakan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Pada konggres ini kaum muda menyatakan 'bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, yakni Indonesia'. Inilah semangat nasionalisme yang ditunjukkan oleh kaum muda pada saat itu. Bagaimana dengan peran pemuda di era society 5.0 saat ini? 

Seiring berjalannya waktu dan perputaran roda zaman yang terus berubah, peran pemuda masih tetap menjadi tumpuan perubahan dan kemajuan bagi bangsa dan negara ini. Era globalisasi telah membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat yang mengarah pada gaya hidup yang heterogen dan majemuk sekali. Hal ini, kini terlihat terutama dari peran kaum muda milenial dalam menyikapi globalisasi tersebut. 

Semangat kaum muda adalah semangat perubahan. Perubahan yang dilakukan dan diinisiasi kaum muda adalah perubahan yang mengarah pada hal-hal yang sifatnya konstruktif, dan bukan sebaliknya, destruktif dan merusak. Jika energi kaum muda diarahkan pada hal-hal yang konstruktif, maka akan membawa kemajuan bagi masyarakat, bangsa, dan negaranya. Sebaliknya, apabila energi kaum muda tersalurkan pada hal-hal dan tindakan destruktif, maka akan mengarahkan bangsa dan negara ini pada jurang kehancuran dan kemunduran.    

Persoalan-persoalan kebangsaan memang sangat kompleks sekali, terutama yang terkait dengan peran strategis kaum muda di ranah publik. Di tingkat akademik misalnya, kaum muda dalam hal ini direpresentasikan oleh para mahasiswa yang diyakini oleh sebagian kalangan memiliki nilai intelektual dan kelebihan tertentu. Mereka dianggap merupakan penyambung lidah rakyat dalam menyampaikan aspirasi yang terkait dengan berbagai persoalan sosial-keagamaan dan kebangsaan.

Sebagai penyambung lidah rakyat, mereka adalah intelektual yang memiliki keberpihakan kepada kalangan orang-orang yang tertindas atau masyarakat di tingkat bawah (grass roots). Dalam pandangan Antonio Gramsci, filsuf Italia, penulis, dan teoritikus politik Italia, mereka dikategorikan sebagai intelektual organik.

Intelektual organik adalah intelektual yang mampu menggerakkan perubahan (agent of social change) di ranah sosial kemasyarakatan dengan ide-ide dan gagasan-gagasannya, sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang dan memengaruhi kebijakan publik (public policy). Intelektual organik bukanlah seperti yang disebut Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dengan istilah 'intelektual tukang'. 

Gus Dur menyebut istilah intelektual dengan embel-embel 'tukang' haruslah dilihat dalam konteks di mana ia menggunakannya. Istilah intelektual tukang digunakannya untuk menyebut para intelektual yang 'menghamba' pada kekuasaan Orde Baru pada waktu itu. Energi positif seorang intelektual yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, pemberdayaan civil society, dan penguatan ekonomi kerakyatan, justru dimanfaatkan untuk kepentingan penguasa dan kroni-kroninya dalam upaya melanggengkan kekuasaan. Oleh karena itu kepentingan yang mereka perjuangkan mengarah pada kepentingan yang bersifat sektarian, dan bukannya kepentingan kebangsaan atau masyarakat luas.    

Dalam konteks Islam pun, peran pemuda ini sangat diapresiasi dan diperhitungkan dalam memperjuangkan eksistensi agama. Salah satu fakta historis mengenai hal ini adalah ketika Nabi Muhammad Saw melihat kehebatan seorang Umar bin Khaththab 'muda' yang pada saat itu belum memeluk Islam. Sebelum memeluk Islam, Umar dikenal sebagai seorang petarung handal di salah satu pasar di Makkah, yakni pasar Ukaz.

Untuk mendapatkan jatah makan, dia harus mengalahkan para petarung lainnya. Hingga suatu ketika Nabi Saw melihat kehebatan Umar, dan berdoa kepada Allah Swt. 'Allahumma a’izza al-Islam bi ‘Umar. Ya Allah muliakan Islam dengan Islamnya Umar. Dua hari setelah Nabi berdoa, Umar pun memeluk Islam. Dan selanjutnya, energi yang terlihat sungguh dahsyat bagi keberlangsungan Islam di masa-masa setelah Umar memeluk Islam. 

Di era milenial saat ini, peran pemuda seyogyanya menjadi ujung tombak dalam upaya menjaga integritas dan kemajuan bangsa. Energi kaum muda haruslah diarahkan pada hal-hal yang bernilai positif-konstruktif. Kini, para pemuda kita telah memasuki era society 5.0. Sebuah era di mana manusia adalah pusat segalanya (human centered). Era di mana segala sesuatu berlandas tumpu pada teknologi (technology based), yakni Internet on Thing (internet untuk segala sesuatu), Artificial Intellegence (kecerdasan buatan), Big Data (data dalam jumlah besar) dan robot untuk menciptakan kualitas hidup manusia.

Di era society 5.0  yang ditandai dengan menjamurnya media sosial, peran pemuda dalam mengusung semangat nasionalisme sangat urgen dan signifikan sekali. Peran-peran tersebut dapat diarahkan pada hal-hal positif dalam segenap lini kehidupan. Pertama, sosial politik, pemuda dapat berperan aktif mengampanyekan nilai-nilai persatuan, kesatuan, dan Cinta Tanah Air.

Penguasaan mereka di ranah medsos seyogyanya digunakan untuk semaksimal mungkin menangkal paham-paham dan ideologi yang membahayakan dan mengancam keutuhan NKRI. Penanaman dan penguatan ideologi Pancasila menjadi prioritas utama dalam meneguhkan eksistensi negara-bangsa (nation state) yang telah menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa (founding fathers).

Kedua, sosial keagamaan, peran kaum muda menjadi ujung tombak penyebaran nilai-nilai agama yang bernuansa toleran, moderat, dan inklusif di tengah-tengah kemajemukan suku, etnis, bahasa, dan agama yang ada. Mengunggah nilai-nilai moderasi dalam beragama menjadi sangat rasional di tengah pluralitas dan kemajemukan yang sangat tinggi di negara kita. Mengapa demikian? Karena nilai-nilai moderasi dalam beragama dapat mengarahkan pemeluknya untuk tidak terjebak dalam klaim-klaim kebenaran (truth claim) yang seringkali menafikan dan menegasikan sikap saling menghormati dan menghargai agama lain. 

Ketiga, sosial-ekonomi, kalangan kaum muda bisa menjadi salah satu faktor determinan penumbuhan usaha-usaha ekonomi kreatif dan kewirausahaan di masyarakat. Fungsionalisasi kaum muda tersebut sangat diharapkan saat ini. Karena seperti prediksi beberapa pengamat bahwa sejak 2010 Indonesia bisa menikmati bonus demografi yang diperkirakan akan berakhir pada 2035. Disebut bonus karena struktur penduduk di Indonesia lebih didominasi kelompok usia produktif, yakni 15-64 tahun, sehingga memberikan keuntungan ekonomi berupa ledakan penduduk usia kerja, terutama angkatan kerja muda. Namun sebaliknya, jika bonus demografi tersebut tidak bisa dimanfaatkan dengan baik, misalnya tidak terserapnya tenaga kerja muda tersebut dalam kantong-kantong ekonomi, tentu saja angka kriminalitas akan meningkat dan tingkat kemiskinan meluas. Bukannya menjadi suatu keuntungan, tetapi malah menjadi beban pemerintah.          

Keempat, sosial budaya, kaum muda bisa menjadi duta-duta kebudayaan Indonesia—baik  di tingkat daerah, nasional maupun internasional—yang memang dikenal sebagai bangsa yang plural dan multikultural ini. Keragaman dan kebhinnekaan yang ada di negara ini dapat terjaga dan terawat dengan baik karena salah satunya adalah peran aktif dari kaum muda  yang peduli dengan aset-aset kebudayaan kita yang sangat kaya.
Itulah sedikit gambaran peran kaum muda di era milenial dan digital saat ini. Semangat perubahan dan pembaruan ke arah yang lebih baik adalah semangat kaum muda yang menjadi penentu kemajuan sebuah bangsa dalam percaturan peradaban global.     

***

*) Oleh: Moh Nur Fauzi, S.H.I., M.H.; Dosen mata kuliah Pengantar Studi Islam Prodi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAI Darussalam Blokagung Banyuwangi.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

 

______
**)
 Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Dapatkan update informasi pilihan setiap hari dari TIMES Indonesia dengan bergabung di Grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES