Kopi TIMES

Pers Perjuangan di Era Klik

Sabtu, 13 Agustus 2022 - 19:12 | 54.90k
Harianto, Koordinator Kahmi Forum
Harianto, Koordinator Kahmi Forum

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Umum diakui pada masa pergerakan, keberadaan pers  Indonesia identik sebagai alat perjuangan kemerdekaan. Dimulai dari surat kabar pertama yang dimiliki  oleh bangsa ini yakni Medan Priyayi  terbit tahun 1907 oleh R.M. Tirtoadisuryo. Sejak itu, bertumbuh media lainnya yang dibidani tokoh-tokoh pergerakan. Budi Utomo pada awal pendirianya punya koran Dharmo Kondo, Adilpalamerta  (1929), dan Toentoenan Desa (1930).

Sementara Sarekat Islam pada tahun 1931 menerbitkan Oetoesan Hindia sebagai alat propagandanya. " setiap anggota pergerakan dalam memenuhi kewajibanya tidak dapat dipisahkan dari majalahnya" demikian kata Bung Hatta ketika membina koran PNI baru " Daulat Rakyat".

Syamsul Basri (2015) menjelaskan peranan pers dalam perjuangan pergerakan nasional, antara lain : (1) Menyadarkan masyarakat/bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan adalah hak yang harus diperjuangkan. (2) Membangkitkan dan mengembangkan rasa percaya diri, sebagai syarat utama memperoleh kemerdekaan. (3) Membangkitkan dan mengembangkan rasa persatuan. (4) Membuka mata bangsa Indonesia terhadap politik dan praktek kolonial Belanda. Di era pra kemerdekaan pers memainkan peran perjuanganya yang ideal.

Pers di Era Pembangunan
Pasca kemerdekaan 1945 terjadi pergeseran isu nasional dari; soal persatuan, perjuangan nasib dan kemerdekaan, kearah pembangunan di segala bidang sebagai tema sentral. Tidak mengherankan apabila banyak media massa khususnya di era 1965 keatas menjadi supporting unit bagi gerak pembangunan, yang kala itu dikenalkan pemerintah sebagai satu jembatan emas untuk menghantar masyarakat yang terpuruk kepada keadaan yang lebih baik, lebih adil, makmur dan sejahtera.
Namun setelah lebih tiga dekade pembangunan digenjot tetap saja menyisakan ketimpangan akut, hasilnya tak ikut dinikmati oleh sebagian besar rakyat. Dibidang politik cenderung berjalan kearah totaliterianisme, KKN merebak. Sehingga pada 1998 semua ketidak puasan terakumulasi menjadi tuntutan reformasi segala bidang. Pada titik ini,  pers kembali menunjukan bhaktinya pada upaya-upaya perbaikan kehidupan bersama sebagai bangsa. Pada masa itu sulit membayangkan terjadinya konsolidasi isu dan tuntutan di seantaro negeri tanpa dukungan kerja-kerja jurnalistik.

Pers di Era Klik
Pasca reformasi sekurangnya ada dua tantangan besar dunia pers yakni, (1) kecenderungan menguatnya industrialisasi pers. (2) Masuknya kita ke era digitalisasi media. Sebagaimana hukum besi dunia industri, variabel laba (akumulasi kapital) menjadi faktor yang harus terjamin. Hanya dengan pertumbuhan laba itulah suatu unit industri terus dapat memperkuat diri, denganya ia bertahan dan bisa memenangkan kompetisi dari pesaing sejenis lainya. 

Di fase industrialisasi pers; iklan, pemodal, jaringan usaha, otoritas politik tampak memainkan pengaruh lebih besar ketimbang menjadi agen yang memperjuangkan kepentingan masyarakat luas, memperjuangkan keadilan, menyuarakan mereka yang tak dapat bersuara. Pada situasi ini spirit pers perjuangan mendapat tantangan internal yang pelik.

Belum selesai respon terhadap ekses industrialisasi pers, muncul tantangan baru berupa teknologi digital yang mulai menggeser kebiasaan masyarakat dari mengkonsumsi informasi media konvesional (koran, majalah, radio, tv) kepada penggunaan gadget. Dengan gawai ditangan orang tidak perlu ruang dan waktu khusus untuk mengakses informasi. Selain itu, jika di era media konvensional suplier berita masih relatif terbatas, pada era gadget dengan berbagai kanal yang tersedia memungkinkan setiap orang dapat menjadi penyedia informasi.

Fenomena ini ternyata berefek pada metode kerja para pelaku media, yang sebelumnya bahan informasi memiliki kesempatan untuk mengalami pengendapan, refleksi dan diskusi memadai sebelum di deliver ke publik. Pada era gadget faktor untuk menjadi; yang pertama, terheboh, tercepatlah yang mengemuka. Bukan kedalaman dan keberpihakan nilai yang utama diidamkan tapi di-klik pembacalah justru yang di incar.

Kondisi diatas pada giliranya menerbitkan pesimisme tentang ketersediaan ruang bagi idealisme pers. Jamak diketahui terkadang kerja redaksi tak jadi tayang atau di take down, hanya karena dianggap bersinggungan dengan kepentingan pemodal atau pemegang kuasa lain. 

Ditengah anaksir penyempitan ruang, satu hal yang tak boleh luput dari pandangan kita bahwa kemajuan teknologi digital dengan berbagai fiturnya ternyata membuka ruang baru bagi partisipasi luas publik untuk melakukan kerja-kerja jurnalistik; sarat nilai perjuangan, probono, jauh dan nyaris tak terdengar. Kerja redaksi mapan dewasa ini banyak  telah diambil alih oleh para "redaktur" non struktural yang bahkan menulis beritanya dari pinggir-pinggir jalan. Dalam beberapa kasus memperlihatkan  media mapan kadang "terpaksa" mengekor mereproduksi informasi mereka ketika telah viral, bahkan berita-berita viral membuat pemerintah serius dan cepat menanggapi kejadian-kejadian di masyarakat. 

Barangkali inilah saat yang dimaksud oleh para pemikir  paskamodernisme, sebagai era dekonstruksi dimana keberadaan narasi diklaim hanya milik institusi-institusi mapan mengalami koreksi oleh munculnya kekuatan baru yang lebih kecil dan menyebar, tapi memiliki tingkat pengakuan sama di hadapan  publik. Jelaslah disini, sebagai suatu misi tetap saja ada space  bagi hadirnya pers perjuangan. Yang menarik untuk dijadikan bahan diskusi adalah upaya-upaya perlindungan terhadap kerja idealis penyuaraan yang dalam beberapa kasus kerap berhadapan dengan kriminalisasi. (*)

* Oleh, Harianto (Koordinator Kahmi Forum)

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES