Hukum dan Kriminal Kaisar Ferdy Sambo

Ferdy Sambo Jadi Gunung Es Kekerasan di Lingkungan Institusi Polri

Jumat, 12 Agustus 2022 - 15:34 | 72.44k
Ferdy Sambo yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka karena menjadi otak pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. (FOTO: Polri)
Ferdy Sambo yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka karena menjadi otak pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. (FOTO: Polri)
FOKUS

Kaisar Ferdy Sambo

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kasus pembunuhan berencana pada Brigadir J, yang otaknya adalah Ferdy Sambo, jadi gunung es kekerasan dalam institusi Polri.

Pasalnya, kekerasan demi kekerasan seakan menjadi budaya di lembaga yang bermoto 'Rastra Sewakotama yang artinya Abdi Utama bagi Nusa Bangsa' tersebut.

Kasus mantan Kadiv Propam Polri tersebut memang menyita perhatian publik. Bukan tanpa alasan, selain penuh drama, Sambo adalah orang nomor satu di lingkungan Propam atau profesi dan Pengamanan Polri. Posisinya langsung di bawah Kapolri, dan dia berwenang mendisiplinkan seluruh polisi di republik ini.

Artinya, Divisi Propam adalah polisinya polisi. Propam juga tempat masyarakat mengadukan perbuatan aparat yang menyimpang. Namun, pejabat tertinggi Propam justru terbelit rekayasa kasus yang menyebabkan seorang polisi tewas dengan mengenaskan pula.

Selain itu, Ferdy Sambo juga bikin 31 polisi bernasib nahas. Mereka tersebut diduga melakukan pelanggaran kode etik dalam penanganan dan pengusutan kasus tewasnya Brigadir J itu.

31 polisi melanggar kode etik itu berasal dari Polda Metro Jaya, Divisi Propam sampai Bareskrim Polri. Itu diungkap Irwasum Polri Komjen Agung Budi, dalam konferensi pers di Bareskrim Polri. “Kami menjelaskan bahwa 31 personel yang melanggar kode etik Polri,” katanya.

Ia juga merinci asal 31 polisi nahas yang diseret Ferdy Sambo dalam kasus tewasnya Brigadir Joshua. Yakni Bareskrim Polri dua personel, yakni satu pamen dan satu pama.

Divisi Propam Polri 21 personel. Dengan perwira tinggi tiga orang, perwira menengah delapan, perwira pertama empat personel, bintara empat, dan tamtama dua personel. “Kemudian personel Polda Metro Jaya ada tujuga personel. Perwira pangkat menengah empat personel dan perwira pertama tiga personel,” ujarnya.

Harus Diperbaiki

Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sebagai Kapolri kini harus bekerja secara 'radikal' untuk mengembalikan nama lembaga yang dinakhodai tersebut. Jika tidak, bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat pada Polri bisa 'nol persen'.

Apalagi, kekerasan yang dilakukan oleh polisi sudah tercatat cukup mengkhawatirkan jika misinya sebagai pelindung bagi masyarakat. Misalnya, data yang dipaparkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), yang memberikan rapor merah untuk institusi Polri tersebut.

KontraS memaparkan temuan sepanjang Juli 2021 hingga Juni 2022 kemarin, ada 677 kasus kekerasan yang dilakukan polisi. Dari 677 kasus kekerasan oleh polisi itu, sebanyak 456 di antaranya dilakukan dengan senjata api.

Berdasarkan temuan KontraS, tindak kekerasan kepolisian kerap dilakukan saat menangani unjuk rasa dan kriminalisasi aktivis hak asasi manusia (HAM). Polisi kerap menggunakan kekuatan yang berlebihan dan tidak terukur. Ruang diskresi aparat juga dinilai terlalu luas.

KontraS menyebutkan deret kasus kekerasan oleh aparat antara lain, penganiayaan 83 kasus, penangkapan sewenang-wenang 47 kasus, dan pembubaran unjuk rasa 43 kasus.

Lalu, sebanyak 479 kasus kekerasan tercatat dilakukan Polres, 121 oleh Polsek, dan 77 kasus oleh Polda. Menurut KontraS, kasus kekerasan oleh polisi dalam setahun ini melonjak dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 651 kasus.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan, Choirul Anam, beranggapan bahwa fenomena kekerasan ini bukan hanya jadi ciri khas polda-polda tertentu, lantaran hal ini telah menjadi budaya di unit tertentu.

“Kita lihat bukan hanya di wilayah kerja Polda Metro Jaya. Ini juga di Sumatera Utara, lalu kemarin di Jawa Timur. Banyak lah soal beginian,” jelasnya dikutip dari akun resmi YouTube Komnas HAM

Kata dia, budaya ini membuat para anggota kepolisian yang melakukan kekerasan mengabaikan aspek formal yang sudah mereka ketahui bahwa penyiksaan tidak dibenarkan secara hukum. Ia berharap agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo serius dan konsisten menerapkan pendekatan yang humanis.

Hukuman Mati

Diberitakan sebelumnya, Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terancam hukuman mati. Itu setelah ia tersangka pembunuhan terhadap Brigadir J di rumah dinasnya di kawasan Duren Tiga, Jakarta, Jumat (8/7/2022) lalu.

“Timsus telah menetapkan saudara FS sebagai tersangka," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/8/2022) malam.

Meski demikian, Presiden RI Jokowi (Joko Widodo) sudah mewanti-wanti hingga tiga kali agar tewasnya Brigadir J dibuka secara transparan dan apa adanya, namun Polri tetap nakal dan terkesan tak mau menjalankan perintah orang nomor satu di Indonesia tersebut.

Ferdy Sambo sudah dinyatakan tersangka, namun Polri enggan membeberkan ke publik motif yang dilakukan oleh Ferdy Sambo. "Sejak awal saya sampaikan, usut tuntas, jangan ragu-ragu, jangan ada yang ditutup-tutupi, ungkap kebenaran apa adanya," kata Presiden Jokowi lewat keterangan yang disampaikan Sekretariat Presiden.

Hingga kini, permintaan jangan ditutup-tutupi oleh Kepala Negara itu tak diaminkan oleh Polri. Mereka menyatakan, motif Ferdy Sambo mungkin baru terbuka pada saat persidangan.

“Insya Allah nanti akan disampaikan di persidangan,” jelas Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

Menurutnya, kepolisian harus menghormati pihak Ferdy Sambo dan keluarga Brigadir J. Menurut Dedi, pendapat publik bisa terbelah bila motif itu disampaikan sekarang. “Kalau misalnya dikonsumsi publik nanti timbul image yang berbeda-beda,” ujar dia.

Setelah itu, Irjen Dedi Prasetyo juga mengatakan, tim khusus (Polri) telah memeriksa Ferdy Sambo. Hasilnya, timsus mengungkapkan, Sambo marah usai mendapatkan laporan dari istrinya bahwa dia mengalami tindakan yang melukai martabat keluarga di Magelang.

Tak dijelaskan secara detail apa yang dimaksud dengan tindakan melukai martabat tersebut. "Secara spesifik ini hasil pemeriksaan dari tersangka FS (Ferdy Sambo). Untuk nanti menjadi jelas, tentunya nanti dalam persidangan akan dibuka semuanya," ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES