Hukum dan Kriminal

Upaya Restorative Justice Gagal, Sidang Dugaan Penggelapan Tetap Digelar PN Sleman

Rabu, 03 Agustus 2022 - 15:36 | 35.30k
Suasana sidang kasus dugaan penggelapan tas dan jam tangan impor di PN Sleman. (Foto : Totok Hidayat/TIMES Indonesia)
Suasana sidang kasus dugaan penggelapan tas dan jam tangan impor di PN Sleman. (Foto : Totok Hidayat/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SLEMAN – Sidang kasus dugaan penggelapan tas dan jam tangan impor senilai Rp 12 Miliar, digelar di Pengadilan Negeri Kabupaten Sleman (PN Sleman), Rabu (3/8/2022).

Sidang dipimpin Hakim Ketua Kun Triheryanto Wibowo, didampingi Asni Meriyenti dan Azis Muslim. Dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arief Muda Darmanta dan Penasehat Hukum (PH) terdakwa Sandi Bataraya. Sedangkan terdakwa hadir secara daring dari rumah tahanan. 

Sidang perdana dengan terdakwa Devi Haosana, mengagendakan pembacaan dakwaan oleh JPU. Dalam dakwaannya JPU menyatakan terdakwa melalukan penggelapan tas dan jam tangan impor milik korban Santoso Nidyo.

Peristiwa ini diawali saat korban bekerjasama dengan Angela Charlie,  terdakwa lain yang sudah menjalani hukuman. Dalam bisnis tas dan jam tangan impor, sekitar Februari 2017.

Korban memberikan suntikan modal senilai Rp 12 Miliar dengan profit 4 persen. Namun dalam perjalanannya Angela Charlie mengalami kesulitan mengembalikan modal. Sebagai solusi Angela Charlie meminjam uang Rp 7 Miliar kepada terdakwa. Dengan jaminan 61 tas dan 7 jam tangan impor. 

Sekitar Agustus 2017 Santoso Nindyo transfer uang Rp 3,5 Miliar kepada suami terdakwa atas permintaan Angela Charlie. Untuk menebus 22 tas dan 3 jam tangan dari total 68 item barang yang digadaikan. Dilanjutkan mengecek sisa 43 tas dan jam tangan impor yang belum ditebus. Untuk memastikan kondisi barang tidak berubah. 

Sekitar Oktober 2017, Korban membuat laporan ke Polres Sleman. Dengan terlapor Angela Charlie. Proses hukum berlanjut, hingga dijatuhkan putusan pidana penjara 10 bulan dari tuntutan 2 tahun.

Sampai pada pemeriksaan barang bukti, korban mengaku tidak sesuai dengan kondisi saat awal digadaikan. Sehingga terdakwa dilaporkan dengan pasal penggelapan. 

Menanggapi dakwaan ini PH terdakwa langsung mengajukan eksepsi. Pada intinya menilai dakwaan JPU kurang cermat dan salah sasaran karena tidak memperhatikan putusan sidang kasus Angela Charlie seperti penggunaan uang Rp 12 Miliar oleh korban dan Angela Charlie untuk membeli mobil dan rumah, bukan tas dan jam tangan impor.

Juga status terdakwa yang juga menjadi korban dalam kasus ini. Sehingga juga membuat laporan di Polda Metro Jaya terkait kasus ini. Terkait dengan dugaan menggelapkan barang bukti. Faktanya saat penyerahan semua pihak sudah menyatakan sesuai dan bersedia tanda tangan.

Penetapan lokasi sidang di Sleman juga dinilai tidak tepat. Karena TKP berada di Jakarta Barat. "Bila barang tidak sesuai, seharusnya menolak untuk tanda tangan",tegas Sandi Bataraya.

Berdasarkan pertimbangan ini, PH terdakwa meminta Majelis Hakim menolak dakwaan JPU. Membebaskan terdakwa dan merehabilitasi nama baiknya. Penyelesaian kasus ini pernah diupayakan melalui mekanisme Restorative Justice. Namun gagal tercapai kesepakatan, menyusul besarnya ganti rugi yang diminta korban. 

Pada proses Restorative Justice korban tetap meminta ganti rugi Rp 12 Miliar. Kondisi ini memberatkan terdakwa, karena pada kasus ini terdakwa rugi tiga kali. Kehilangan uang yang dipinjam Angela Charlie, kehilangan tas dan jam tangan impor dan membayar ganti rugi. mengalami kerugian.

Padahal korban sudah menerima pengembalian senilai Rp 3 Miliar. Sehingga sisa kerugian yang belum dibayarkan Rp 9 Miliar. Kasus penggelapan ini pun akhirnya bergulir di PN Sleman. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES