Kopi TIMES

Semar Gugat

Rabu, 03 Agustus 2022 - 08:37 | 43.25k
Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si adalah Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si adalah Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Gending panghargyan terus mengalun pelan menambah aura kemegahan Keraton Amarta. Satu per satu punggawa berdatangan. Mereka merupakan elit Keraton Amarta. Di antara mereka, rata-rata memiliki posisi. Menyusul hadir abdi dalem. Meski tak memiliki kedudukan utama. Abdi dalem. Tetap dilibatkan dalam perhelatan besar yang diselenggarakan oleh Keraton Amarta.

Di pagelaran. Kawula alit. Segala lapisan. Tua. Muda. Anak-anak. Ikut bersemangat mengikuti prosesi yang termasuk peristiwa besar di antara peristiwa lain di keraton Amarta. Penuh sesak. Tetapi kawula alit dapat menjaga susana hati. Tak mengeluh, sabar, dan tenang. Menunggu acara dimulai.

Setelah punggawa kerajaan lengkap. Abdi dalem tak ada yang absen. Dan tempat yang disediakan kawula alit, tak ada yang tersisa lagi. Hajatan penting bagi masa depan keraton Amarta segera dimulai. Penandanya adalah reportoar gending panghargyan diaransemen khusus untuk menyambut kehadiran raja. Tanpa dikomando. Ketika raja mau hadir. Para wiyaga memainkan komposisi yang secara spesial mengiringi raja saat datang di acara akbar itu.

Benar. Tak lama gending dilantunkan wiyaga. Raja berjalan pelan menuju singgasana. Raja Yudistira diiringi adik-adiknya. Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa mengikuti dari belakang. Mereka dikenal sebagai keluarga Pandawa. Lima bersaudara ini kompak. Tak pernah berseteru untuk bersaing memperebutkan  tahta. Mereka saling menolak. Saat ditawari kedudukan sebagai raja. Mereka tak ingin ambisi pribadi meraih kekuasaan, membikin  keluarga Pandawa yang sudah rukun. Jadi berseteru. Apalagi saling membunuh. Tidak mereka lakukan. Mereka lebih menyayangi saudara dibanding dengan jabatan tertinggi di keraton. Yang diutamakan bagi mereka adalah hidup rukun. Maka atas kesepakatan bersama. Mereka  memilih Yudistira. Kakak tertua. Dinobatkan menjadi raja Amarta.

Sampai di singgasana, raja Amarta yang juga dikenal sebagai Puntadewa memerintah pada salah satu punggawa yang berwenang untuk menginformasikan acara akan segera diselenggarakan. Bergegas punggawa menuju podium. Mengumumkan atas titah raja. Acara akan dimulai tepat waktu. Setelah pengumuman ini. Gending berhenti. Sunyi. Senyap. Semuanya diam. Sama sekali tidak ada keriuhan. Khidmat. Siap mendengar petuah Yudistira.

Lalu Yudistira berdiri. Menyampaikan pesan penting. Yudistira menjelaskan acara itu, memang acara istimewa. Tidak setiap saat ada. Pisowanan ageng. Nama acaranya. Pisowanan ageng merupakan agenda yang berbeda dari acara lain. Karena pisowanan ageng menjadi implementasi dari kehidupan demokratisasi di keraton Amarta. Pada kesempatan pisowanan ageng. Rakyat boleh berkeluh kesah, menyampaikan uneg-uneg, dan tak dilarang untuk mengkritisi kebijakan raja Amarta yang berdampak negatif bagi kawula alit.

Kawula alit tak menyia-nyiakan kesempatam baik pada pisowanan ageng. Silih berganti. Tak ada jeda mengutarakan berbagai permasaahannya. Ada yang mengkritik kebijakan raja Amarta amat keras. Dia berani karena tak ada konsekuensi hukum di belakangnya. Sepedas apapun kritik. Yudistira selalu berlapang dada. Yudistira tahu. Kritik tajam tersebut merupakan kritik membangun sebagai wujud kecintaan pada Amarta. Kawula alit ingin. Amarta sebagai kerajaan yang dapat memakmurkan rakyatnya. Dan sebagai kerajaan yang disegani di antara kerajaan-kerajan di luar sana.

Di tengah diskusi yang hangat antara raja dengan kawula alit. Menyeruak dari belakang beberapa sosok mendekati Yudistira. Punggawa, abdi dalem, dan kawula alit terpaksa menyingkir. Terkesan tidak sopan. Ulahnya bikin geger pisowanan ageng. Semula suasana hening menjadi ramai. Menjadi tak terkendali.

Rupanya yang bikin geger adalah punakawan. Semar berada di depan.  Gareng, Petruk, dan Bagong membuntutinya. Polah punakawan memang terkenal bengal. Namun Yudistira dan adik-adiknya sangat menghargai keberadaan Punakawan. Mereka adalah abdi dalem yang selalu dibutuhkan pengabdianya saat Amarta mengalami musibah. Punakawan sebagai abdi dalem yang setia. Kalau perlu rela mengorbankan jiwanya untuk membela Pandawa, bila diserang pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Punakawan selalu berada di barisan paling depan, saat ada kerajaan lain ingin menghancurkan Amarta sebagai kerajaan berdaulat. Meski jasanya besar. Punakawan tetap tak berambisi muluk-muluk. Cukup menjadi abdi dalem. Tak lebih. Tidak ingin posisi yang lebih tinggi. Hati nurani punakawan ingin menjadi orang  merdeka.

Maka perilaku tak umum dari punakawan pada saat pisowanan ageng. Punggawa tak berani mengusiknya. Punggawa sadar. Sumbangan pengorbanan yang diberikan oleh Semar, jauh lebih besar dari dirinya. Meski begitu, penghargaan yang diterima punggawa lebih tinggi dibanding yang diperoleh Punakawan. Dan punggawa mengerti. Penghargaan yang minim. Tak mempengaruhi energi Punakawan  memperjuangkan kejayaan Amarta. Meledak-ledak. Power full.

Kawula alit tak memprotes punakawan datang belakangan, namun terus berada di depan. Dekat dengan raja. Bahkan membelakangi punggawa. Kawula alit bisa mengerti. Ada alasan tersendiri. Mengapa punakawan melakukan hal itu? Berdasarkan pengalaman. Punakawan ingin menyampaikan hal yang esensial. Biasanya seputar kesejahteraan, keadilan, dan hak asasi kawula alit. Biasanya juga berkisar mengenai  penderitaan kawula alit, sebagai dampak dari tabiat punggawa yang tamak dan serakah untuk  kepentingan pribadi.

Juga Yudistira. Setiap Punakawan bertingkah aneh-aneh. Yudistira selalu memaklumi. Yudistira sangat paham. Punakawan melakukan cara yang berbeda saja untuk mengabdikan dirinya pada Amarta. Makanya Punakawan tergolong manusia langka. Tidak banyak yang bisa menjalani hidup seperti punakawan. Keberadaannya memiliki posisi strategis untuk mengupayakan Amarta sebagai kerajaan yang gemah ripah loh jinawi berarti kerajaan yang mulia dengan   menciptakan kententraman, kedamaian, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi rakyat. Namun lebih memilih hidup bersama rakyat. Tidak mempuyai niat  menjadi pejabat tinggi kerajaan.

Tanpa diminta oleh Yudistira. Semar lantas bersuara. Suaranya keras. Sampai suaranya memenuhi ruangan. Saat Semar bersuara, Senyap. Sama dengan suasana saat Yudistira bersabda di pisowanan ageng. Melihat realitas ini. Kharisma Semar tak kalah dengan Yudistira. Meski Semar sekedar abdi dalem. Sejatinya Semar merupakan individu yang kuat dan terhormat. Menelesuri sejarah kehidupan Semar merupakan dewa berasal dari kahyangan.

Benar. Semar bersuara lantang. Tujuannya baik. Ingin menunjukkan realitas sesungguhnya yang terjadi di Amarta. Gagasannya diawali dengan protes. Mengkritisi pisowanan ageng. Hanya sekedar formalitas. Berfungsi sebagai pencitraan pemimpin, agar dianggap sebagai pemimpin yang demokratis, memperhatikan rakyat, dan rela menerima kritik. Pisowanan ageng sebagai pencitraan dari pemimpin supaya dinilai baik telah peduli pada rakyat.

Pisowanan ageng sebagai ajang pencitraan dilandasi pengamatan Semar. Kawula alit yang memberikan aspirasi, saat pisowanan ageng telah direkayasa oleh punggawa. Tujuannya agar kerajaan tampak dalam keadaan baik. Maka kawula alit yang bicara. Pura-pura mengevaluasi program kerajaan. Kelihatannya sebagai evaluasi yang tajam. Namun kawula alit yang   diminta mengemukakan pendapat sebatas pendapat normatif. Tidak menyentuh akar persoalan.

Buktinya. Ketika ada kawula alit yang ingin berkata jujur. Didengar sumbang oleh punggawa. Tidak diberikan kesempatan bicara. Dan disuruh keluar dari pisowanan ageng. Tanpa sepengetahuan raja. Peristiwa ini sama saja menjadikan raja di menara gading. Menjauhkan raja dari kenyataan sebenarnya yang terjadi di lapangan.

Makanya Semar ingin mendeskripsikan kejadian sebenar-benarnya yang tengah terjadi di Amarta. Seperti beban berat sedang menindih kawula alit. Merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kawula alit diam. Bukan berarti patuh pada pimpinan. Kawula alit diam, karena sudah merasa frustasi terhadap keadaan. Kawula alit merasa. Tidak ada lagi pemimpin yang menjadi sandaran. Kawula alit berjuang sendirian  mengatasi kesulitan hidup yang menderanya.

Semar tak ingin seperti kerajaan sebelah. Kerajaan kuru yang dipimpin oleh Duryodana. Raja dan punggawanya ugal-ugalan. Tuli dengan penderitaan rakyat, Saat rakyatnya mendapati kesulitan. Pejabat kerajaan tak pernah peduli. Anggaran kerajaan tak digunakan untuk membantu rakyat yang kesusahan. Anggaran besar  dikelola untuk berfoya-foya mengejar kesenangan pribadi. Para elit kerajaan kuru tega menari-nari  di atas penderitaan rakyat. Dalam kondisi seperti ini, kerajaan yang mengendalikan pemerintahannya di Hastinapura ini, dilihat sebagai kerajaan yang tidak mempunyai martabat. Akibatnya dipandang rendah oleh kerajaan lain.

Setelah Semar membeberkan keadaan apa adanya, Yudistira menyudahi pisowanan ageng. Alasan yang menyertai Yudistira mengenai pisowanan ageng dinilai cukup berdasarkan pertimbangan, informasi dari Semar layak didengar. Karena inti masalah yang perlu penanganan serius adalah ungkapan hati Semar, buah dari kegelisahan,  melihat ketidakberesan yang terjadi di Amarta.

Dengan membawa informasi dari Semar. Yudistira meninggalkan pisowanan ageng menuju ruang yang digunakan untuk melakukan refleksi. Yudistira mengolah informasi dari Semar. Melakukan perenungan mendalam. Agar kebijakan yang dibikin untuk menyelesaikan berbagai persoalan seperti yang diungkapkan Semar, bermanfaat untuk rakyat. Rakyat memperoleh pengayoman. Hidup dengan nyaman (2, bersambung).

 

*) Penulis: Dr. Hadi Suyono, S.Psi., M.Si Dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES