Peristiwa Internasional

Militer Myanmar Perpanjang Masa Darurat Hingga 2023

Senin, 01 Agustus 2022 - 17:00 | 88.08k
Jenderal Min Aung Hlaing mengangkat dirinya sebagai perdana menteri Agustus lalu. (FOTO: BBC/Reuters)
Jenderal Min Aung Hlaing mengangkat dirinya sebagai perdana menteri Agustus lalu. (FOTO: BBC/Reuters)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Rezim militer Myanmar memperpanjangan daruratnya selama enam bulan lagi hingga 1 Februari 2023, dengan alasan dibutuhkan lebih banyak waktu untuk kembali ke stabilitas dan bersiap menuju pemilihan.

Penjabat presiden, Myint Swe menyetujui permintaan kepala militer Min Aung Hlaing untuk perpanjangan darurat pada pertemuan Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional di ibukota Naypyidaw, di mana kegiatan rezim selama 18 bulan terakhir dan situasi politik saat ini dibahas. 

Junta militer merebut kekuasaan tahun lalu dengan cara menggulingkan pemerintahan Aung Sung Suu Kyi yang dipilih secara demokratis. Militer kemudian berjanji untuk mengadakan pemilihan umum yang "bebas dan adil" di masa depan.

Tetapi pada hari Senin, seperti dilansir BBC, dikatakan masih perlu lebih banyak waktu untuk menstabilkan negara. Aturan daruratnya juga memberikan kesempatan untuk menahan lebih banyak orang lagi 

Banyak warga Myanmar yang skeptis bahwa militer akan mengadakan pemilihan multi-partai atau mentransfer kekuasaan negara kepada pemerintah terpilih.

Rezim Jenderal Min Aung Hlaing pertama kali memperpanjang aturan darurat Agustus lalu dan di bawah kekuasaan yang diberikan oleh perintah tersebut, ia juga mengangkat dirinya sendiri sebagai perdana menteri.

Dalam sambutannya yang dilaporkan oleh media pemerintah, dia juga mengatakan bahwa sistem pemilihan negara harus direformasi dengan menggabungkan sistem pos masa lalu pertama, di mana Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi menang secara meyakinkan dalam pemilihan 2020, dengan perwakilan proporsional.

"Pengaruh "partai-partai kuat" telah menenggelamkan suara-suara politik lainnya," katanya.

Myanmar.jpgPolisi berpatroli di sebuah jalan di Yangon. (FOTO: Bloomberg/ AFP/Getty Images)

Tentara, yang dikenal sebagai Tatmadaw, kemudian melancarkan kudeta dengan  menuduh ada kecurangan pemilih besar-besaran dalam pemilihan 2020, di mana NLD mendapat lebih dari 83% suara.

Pengamat internasional menyatakan bahwa pemungutan suara di Myanmar waktu itu sebagian besar sebenarnya bebas dan adil. Tentara kemudian menangkap Aung Suu Kyi dan beberapa menteri dari partainya. Suu Kyi kemudian dipindahkan ke sel isolasi sejak bulan Juni.

Jutaan orang turun ke jalan dalam protes damai yang menyerukan militer untuk melepaskan kekuasaan. Militer membalas dengan tembakan langsung, meriam air, dan peluru karet, bahkan terakhir menggunakan peralatan perangnya.

Satu kelompok hak asasi, Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), mengatakan pasukan keamanan itu telah membunuh lebih dari 2.100 orang. Militer juga dituduh menahan ribuan lawan politik dan masyarakat sipil.

Pekan lalu, junta militer juga mengeksekusi empat aktivis demokrasi dalam eksekusi pertama negara itu dalam beberapa dekade. Mereka yang dieksekuai termasuk juru kampanye demokrasi terkemuka Ko Jimmy dan mantan anggota parlemen dan artis hip-hop Phyo Zeya Thaw.

Pemerintah militer secara luas ditentang di luar ibu kota Naypyidaw, dan ada front gerilya aktif yang dikenal sebagai Angkatan Pertahanan Rakyat (PDF).

Jenderal Min Aung Hlaing juga mengundang para pemimpin tentara pemberontak etnis Myanmar yang telah berperang satu sama lain dan pemerintah selama beberapa dekade untuk pembicaraan putaran kedua.

Beberapa kelompok pemberontak dumi Myanmar mengambil bagian dalam putaran pertama pembicaraan dengan rezim militer pada bulan Mei, tetapi kelompok lain yang berjuang bersama PDF tidak hadir. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES