Kopi TIMES

Pengembangan Komoditi Ekspor Kakao Melalui Pendekatan Green Economy di Era Revolusi 4.0

Senin, 01 Agustus 2022 - 10:29 | 58.92k
Darnela Putri S.E., M.E, Alumni MIAI UII Yogyakarta.
Darnela Putri S.E., M.E, Alumni MIAI UII Yogyakarta.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Kegiatan ekspor merupakan kegiatan perdagangan internasional yang dapat menjadi mesin pertumbuhan untuk suatu negara (Ustriaji 2017). Merujuk pada situs resmi Kementrian Pertanian terdapat empat komoditas ekspor Indonesia yang berada diposisi teratas produk pertanian yang diminati pasar internasional yaitu kakao, karet, kopi dan sawit (www.pertanian.go.id).

Namun jika dilihat berdasarkan kinerja komoditas kakao pada saat ini menunjukkan performance yang prospektif jika dipandang dari aspek agribisnis. Hal ini dikarenakan konsumsi kakao di 10 negara kawasan Eropa dinilai tinggi. Pada tahun 2019 konsumsi kakao pada 10 negara tersebut mencapai 6,2kg/kapita/tahun dimana konsumsi didominasi oleh negara Swiss yaitu 8,2 kg/kapita/tahun, Jerman yaitu 7,9 kg/kapita/tahun serta Inggris dam Irlandia yaitu 7,4/kapita/tahun (www.pertanian.go.id).

Namun pengembangan perkebunan kakao nasional saat ini belum optimal, karena masih banyak kendala baik di hulu maupun di hilir yang memerlukan penanganan yang lebih intensif, terintegrasi dan berkelanjutan. 

Salah satu masalah pengembangan kakao di Indonesia adalah luas areal perkebunan kakao yang mengalami penurunan 2,55 sampai 3,93 persen per tahun. (Statistik 2020). Hal ini tentu akan menjadi ancaman tersendiri untuk produksi kakao di Indonesia sementara permintaan untuk kakao Indonesia sangat tinggi di pasar internasional. Produksi kakao di Indonesia di dominasi oleh lima provinsi yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Lampung (Statistik 2020). 

Sulawesi Tenggara pada tahun 2020 menjadi provinsi kedua  yang memiliki luas areal perkebunan kakao yaitu 245 ribu ha (Statistik 2020) dengan produksi 114 ribu ton namun tidak termasuk pada provinsi yang memiliki produktivitas yang tinggi terhadap kakao. Rendahnya produktivitas tanaman kakao  di Sulawesi Tenggara akibat umumnya umur tanaman sudah tua karena ditanam sejak tahun 1980-an (Valentina Sokoastri, S.KPm., Doni Setiadi, dan Fadjar 2020). Oleh karena itu diperlukan pola pengembangan pertanian yang dapat merujuk konsep green economy di era revolusi 4.0 untuk meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan tanaman kakao di Sulawesi Tenggara. 

Revolusi industri 4.0 memiliki lima elemen yaitu Internet of Things, Artificial Intelligence, Human-Machine Interface, teknologi robotic dan sensor, serta teknologi 3D Printing. Kesemuanya itu mentransformasi cara manusia berinteraksi hingga pada level yang paling mendasar, juga diarahkan untuk efisiensi dan daya saing industri. Elemen ini menjadi acuan dasar yang dapat dipergunakan untuk membuat program agar meningkatkan produktivitas tanaman kakao di Sulawesi Tenggara. Namun di era globalisasi sekarang ini peningkatan produktivitas tanaman kakao juga harus selaras dengan praktek green economy. Green economy merupakan suatu model pendekatan pembangunan ekonomi yang tidak lagi mengandalkan pembangunan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan yang berlebihan (Makmun 2017). Namun konsep green economy harus meningkatkan kesejahteraan dan kesetaraan sosial masyarakat sekaligus mengurangi resiko kerusakan lingkungan secara signifikan. 

Melalui pendekatan konsep green economy beberapa masalah penyebab rendahnya produktivitas kakao di Sulawesi Tenggara diharapkan dapat diatasi. Permasalahan pertama yang menyebabkan rendahnya produktivitas kakao di Sulawesi Tenggara adalah akibat tanaman kakao sudah berumur di atas 15 tahun (https://ekonomi.bisnis.com). Penyelesaian adalah dengan cara  melakukan peremajaan (Rubiyo dan Siswanto 2012), penanaman kembali tanaman kakao dengan bibit unggul dan mengoptimalkan perawatan tanaman kakao dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia di era revolusi 4.0. 

Permasalahan  kedua adalah terkait berkurangnya luas areal lahan tanaman kakao setiap tahunnya. Pengurangan areal lahan tanaman kakao dapat kembali ditingkatkan dengan cara meningkatkan kinerja petani kecil melalui perkebunan rakyat dengan memperkuat kelompok tani dan mengoptimalkan peran asosiasi-asosiasi. Sementara, bagi perkebunan negara dan swasta lebih mengarah kepada peningkatan volume produksi dan diversifikasi produk  kakao  dengan  orientasi  pasar  ekspor. 

Permasalahan yang ketiga adalah terkait dengan kerusakan tanah akibat pengikisan permukaan dan penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan. Pemakaian pupuk anorganik dalam jumlah berlebihan dapat merusak kualitas tanah (Herdiyantoro 2015). Hal ini apabila dibiarkan tentu tidak selaras dengan konsep green economy karena pada dasarnya kegiatan pemberian pupuk secara berlebihan dapat merusak ekosistem lingkungan. Alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi dampak penggunaan pupuk anorganik dan pengolahan tanah intensif adalah dengan menggunakan pupuk hayati dan pupuk organik serta olah tanah konservasi (Herdiyantoro 2015). Pembuatan pupuk organik dapat menggunakan limbah kakao berupa daun dan kulit kakao (Syahraeni 2019) sebagai bentuk pendekatan konsep green economy.

Selain tiga masalah utama di atas terkait produktivitas kakao, masalah kesejehteraan petani juga perlu diprioritaskan. Karena banyak masayarakat Sulawesi Tenggara yang berprofesi sebagai petani, terutama petani kakao. Jika produktivitas produksi kakao menurun artinya pendapatan masyarakat juga akan menurun. Strategi peningkatan kinerja  petani kakao  rakyat dapat  dilakukan dengan cara meningkatkan  posisi  tawar  petani  melalui penguatan   kelompok   tani   dan   dukungan dari adanya asosiasi. Tulisan ini ditulis dalam rangka  mengikuti event Sultra Ecofest 2022 pada bidang essay sebagai salah satu ajang mencari ide untuk kemajuan ekonomi Sultra oleh Bank Indonesia Sultra. 

***

*) Oleh: Darnela Putri S.E., M.E, Alumni MIAI UII Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES