Politik

Hasto Kristiyanto: Capres ke Depan Harus Memiliki Kesadaran Geopolitik

Kamis, 28 Juli 2022 - 14:30 | 22.50k
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Krisyanto (FOTO: Dok. PDI Perjuangan)
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Krisyanto (FOTO: Dok. PDI Perjuangan)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan calon presiden (capres) ke depan barus memiliki kesadaran geopolitik untuk mengembangkan Indonesia berbasis kesadaran tersebut.

Hal itu diungkap Hasto Kristiyanto dalam kuliah umum mengenai Geopolitik Soekarno di Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) di Makassar, Kamis (28/7/2022).

“Capres ke depan harus punya kesadaran geopolitik agar ketika mengembangkan wilayah-wilayah strategis Indonesia dia bisa melihat berbagai aspek geostrategis dan geoekonomi bagi kepemimpinan Indonesia untuk dunia,” ucap Hasto.

Doktor Ilmu Pertahanan ini lalu memaparkan soal teori geopolitik Soekarno yang menjadi hasil penelitiannya yang tertuang menjadi disertasi doktoral di Universitas Pertahanan RI. 

Dijelaskan, teori geopolitik Soekarno berciri pada didasarkan pada ideologi Pancasila. Lalu, bertujuan membangun tata dunia baru. 

Ketiga, berdasarkan prinsip bahwa dunia akan damai apabila bebas dari imperialisme dan kolonialisme. Keempat, pentingnya menggalang solidaritas bangsa berdasarkan prinsip koeksistensi damai (peaceful coexistence). 

Kelima, berorientasi pada struktur dunia yang demokratis, sederajat dan berkeadilan. 

Teori Geopolitik Soekarno ini didasarkan pada 7 variabel. Yakni Demografi, Teritorial, Sumber Daya Alam, Militer, Politik, Koeksistensi Damai, Sains dan Teknologi. 

“Berdasarkan teori geopolitik Soekarno, dapat  dibuktikan bagaimana variabel demografi,  teritorial, politik, militer, sumber daya alam, koeksistensi damai, dan sains-teknologi,  menjadi instrument of national power yang  berperan penting bagi ketahanan nasional Indonesia,” urai Hasto.

“Instrument of national power itulah yang harus dibangun, didayagunakan, dan diuji efektivitasnya. Misalnya, dalam kasus perang Rusia-Ukraina. Rusia menggunakan kekuatan energi, pangan, dan juga demografi, teritorial, dan teknologi,” imbuh dia.

Hasto juga memaparkan persamaan yang ditemukannya dalam risetnya. Dijelaskannya, dari persamaan itu, faktor pertama yang terpenting adalah faktor kepentingan nasional.

“Presiden harus merumuskan kepentingan nasional kita. Apa kepentingan kita di Laut Tiongkok Selatan yang bisa terjadi perang setiap saat? Kalau terjadi perang, pasti Selat Malaka diblok. Karena itu memotong jalur energi ke Tiongkok 80%. Apa yang bisa dilakukan, termasuk melalui Selat Malaka. Apalagi ada IKN di Kaltim,” urainya.

Dalam konteks pertahanan, faktor kedua di dalamnya adalah diplomasi. Faktor terbesar ketiga adalah teknologi, dimana didalamnya ada aspek pendidikan, serta city of intellect yang harus dikelola sebaiknya. 

Faktor berikutnya yang terpenting adalah teritorial. Menurut Hasto, ada analisa yang menilai Indonesia belum terlalu punya kesadaran teritorial. Sebab Indonesia merasa sebagai bangsa benua, sehingga laut tidak menjadi halaman depan. 

“Itulah sebabnya pada jaman pak Jokowi ada perubahan paradigma menetapkan Indonesia sebagai Poros Maritim dunia dengan laut menjadi halaman depan kita,” katanya.

“Mari kita lihat ke laut yang menyatukan kita, masa depan kita. Unhas juga harus mengembangkan kelautan, sehingga kita menjadi terhebat,” urai Hasto.

Hasto mengatakan universitas harus mempersiapkan seluruh aspek kepemimpinan nasional.

“Yakni dengan membangun kesadaran cara pandang geopolitik dalam mendayagunakan seluruh potensi instrument of national power bagi ketahanan nasional, kemajuan pembangunan, dan pertahanan  negara Indonesia,” demikian Hasto Kristiyanto.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES