Peristiwa Internasional

Junta Militer Myanmar Mengeksekusi Empat Aktivis Demokrasi, Dunia Bereaksi

Senin, 25 Juli 2022 - 23:23 | 45.11k
Anggota parlemen Phyo Zeya Thaw, kiri, salah satu yang dieksekuai ketika berbicara dengan Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, kanan, dari Liga Nasional untuk Demokrasi Myanmar.(FOTO: AP)
Anggota parlemen Phyo Zeya Thaw, kiri, salah satu yang dieksekuai ketika berbicara dengan Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, kanan, dari Liga Nasional untuk Demokrasi Myanmar.(FOTO: AP)

TIMESINDONESIA, JAKARTAMiliter Myanmar yang berkuasa, Senin (25/7/2022), telah mengeksekusi empat aktivis demokrasi yang dituduh membantu melakukan "aksi teror". Dunia pun mengutuk.

Eksekusi itu memicu kecaman luas. Ini adalah eksekusi pertama negara Asia Tenggara dalam beberapa dekade.

Para aktivis itu dijatuhi hukuman mati dalam sebuah persidangan yang tertutup pada Januari dan April.

Orang-orang itu dituduh membantu gerakan perlawanan untuk melawan tentara yang merebut kekuasaan dalam kudeta tahun lalu yang dengan melancarkan tindakan keras berdarah terhadap lawan-lawannya.

Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (NUG), sebuah pemerintahan bayangan yang dilarang oleh junta, menyerukan tindakan internasional terhadap militer.

“Komunitas global harus menghukum kekejaman mereka,” Kyaw Zaw, juru bicara kantor presiden NUG, mengatakan kepada Reuters dalam sebuah pesan teks.

Di antara mereka yang dieksekusi adalah juru kampanye demokrasi Kyaw Min Yu, lebih dikenal sebagai Jimmy, dan mantan anggota parlemen dan artis hip-hop Phyo Zeya Thaw, kata surat kabar Global New Light of Myanmar.

Kyaw Min Yu, 53, dan Phyo Zeya Thaw, sekutu berusia 41 tahun dari pemimpin terguling Aung San Suu Kyi, kalah banding terhadap hukuman pada bulan Juni. Dua orang lainnya yang dieksekusi adalah Hla Myo Aung dan Aung Thura Zaw.

“Eksekusi ini merupakan perampasan nyawa secara sewenang-wenang dan merupakan contoh lain dari catatan hak asasi manusia Myanmar yang mengerikan,” kata Erwin Van Der Borght, direktur regional kelompok hak asasi Amnesty International.

“Keempat pria itu dihukum oleh pengadilan militer dalam persidangan yang sangat rahasia dan sangat tidak adil.”

Thazin Nyunt Aung, istri Phyo Zeyar Thaw, mengatakan melalui telepon, bahwa petugas penjara tidak membiarkan keluarganya mengambil jenasah.

Orang-orang itu ditahan di penjara Insein era kolonial dan seseorang yang mengetahui peristiwa itu mengatakan bahwa keluarga mereka mengunjunginya Jumat lalu.

Hanya satu kerabat yang diizinkan untuk berbicara dengan para tahanan melalui platform online, tambah sumber itu.

"Saya bertanya (pejabat penjara) mengapa anda tidak memberi tahu saya atau putra saya bahwa itu adalah pertemuan terakhir kami. Saya merasa sedih karenanya," kata ibu dari Phyo Zeyar Thaw, Khin Win Tint kepada BBC Burma.

Media pemerintah melaporkan eksekusi itu dilakukan pada hari Senin dan juru bicara junta, Zaw Min Tun kemudian mengkonfirmasi hukuman tersebut kepada Voice of Myanmar. Namun keduanya tidak memberikan rincian waktunya.

Eksekusi sebelumnya di Myanmar dilakukan dengan cara digantung.

Sebuah kelompok aktivis, Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), mengatakan eksekusi yudisial terakhir Myanmar terjadi pada akhir 1980-an dan sejak kudeta 117 orang telah dijatuhi hukuman mati.

Juru bicara junta bulan lalu membenarkan hukuman mati itu dan katanya digunakan di banyak negara.

Amerika Serikat pada Senin mengutuk eksekusi aktivis politik dan pejabat terpilih di Myanmar dan menyerukan pemerintah militer untuk segera menghentikan kekerasan.

"Amerika Serikat mengutuk dengan keras eksekusi keji rezim militer Burma terhadap aktivis pro-demokrasi dan pemimpin terpilih," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional dalam sebuah pernyataan.

"Kami menyerukan rezim untuk segera menghentikan kekerasan, membebaskan mereka yang ditahan secara tidak adil, dan memungkinkan kembalinya demokrasi secara damai sesuai dengan keinginan rakyat Burma," katanya.

Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen yang juga Ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ( ASEAN ), bulan lalu telah berkirim surat kepada Kepala junta militer, Min Aung Hlaing untuk tidak melakukan eksekusi, dengan menyampaikan keprihatinan mendalam sebagai tetangga Myanmar.

"Bahkan rezim militer sebelumnya, yang memerintah antara 1988 dan 2011, tidak berani menjatuhkan hukuman mati terhadap tahanan politik," kata anggota parlemen Malaysia, Charles Santiago, ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia.

Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi mengatakan eksekusi itu bertentangan dengan desakan berulang kali Jepang untuk resolusi damai dan pembebasan tahanan, dan selanjutnya akan mengisolasi Myanmar.

Kementerian luar negeri China mendesak semua pihak di Myanmar untuk menyelesaikan konflik dengan benar dalam kerangka konstitusionalnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES