Politik

Pengamat Acungi Jempol, Elit KIB Berorientasi Pada Nilai Kebersamaan dan Kebangsaan

Selasa, 19 Juli 2022 - 20:27 | 27.28k
Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto. (FOTO: dok Golkar)
Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto. (FOTO: dok Golkar)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Airlangga Hartarto kembali menegaskan bahwa Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) masih membuka peluang bagi partai lain untuk bergabung dalam satu gerbong dalam menghadapi Pemilihan Presiden tahun 2024.

Karena itu pula, KIB sejauh ini terus membangun komunikasi politik dengan partai lain sejak dideklarasikan bersama PAN dan PPP. Meskipun sudah terbentuk KIB, komunikasi dengan partai lain tak terputus sebab KIB menganut asas inklusif terbuka.

"Interaksi sih selalu tidak pernah putus dengan berbagai partai," tegas Airlangga yang juga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/7/2022).

Menanggapi hal itu, Pengamat Politik dan Kebijakan UPNVJ, Danis TS Wahidin menilai sikap terbuka Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) adalah terobosan baru. Yakni setelah sebelumnya pada Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 sangat kental dengan polarisasi politik yang kuat.

“Kita patut berbangga dan berbahagia bagaimana kemudian sikap para elit yang berorientasi pada nilai kebersamaan dan kebangsaan, otentikasi pada pembangunan kerakyatan yang tradisi ini tidak pernah hadir di dalam negeri ketika kontestasi politik,” kata dia.

Menurut Danis yang juga menjabat sebagai Direktur Indodata, pengalaman pahit 2019 harus menjadi pelajaran bagi elit politik untuk mengedepankan persatuan kebangsaan. 

"Kesadaran kolektif elit bangsa ini bahwa semua pihak harus berorientasi pada penyatuan, kebersamaan, kebangsaan. Bahwa semua pihak harus kemudian inklusif dan berorientasi pada koalisi itu betul sekali,” ungkapnya.

Langkah KIB untuk mengumpulkan partai-partai koalisi lalu kemudian mencari calon sudah sesuai sistem. Danis menjelaskan bahwa koalisi yang baik adalah koalisi yang berjalan paralel dengan upaya penguatan koalisi partai dan pembentukan figur. 

"Karena kalkulasi kemenangan politik pada pemilu 2024 tidak bisa dilepaskan dan peran koalisi partai politik untuk menyentuh presidensial treshold 20% dan elektabilitas pasangan figur untuk memenang pemilu 2024 secara langsung pemilihan dan pemasangan kandidat harus dibicarakan oleh koalisi secara mendalam," tutur Danis.

Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Aditya Perdana mengungkapkan KIB sedang melakukan penjajakan dengan partai lain untuk mencari titik persamaan di antara mereka. Artinya, segala kemungkinan masih bisa terjadi, termasuk masuknya anggota koalisi dari partai lain.

"Saya pikir kalau dalam masa sekarang saya mengistilahkan masa panjajakan, kayak orang pacaran. Jadi apapun itu terjadi untuk saling menyamakan persepsi, pandangan, pikiran, termasuk emosi. Jadi peluang-peluang itu masih terbuka kemungkinan, termasuk mengajak partai lain yang kemungkinan - kemungkinan itu bisa terjadi," jelas Aditya.

Atas Nama Kebangsaan

Dalam pandangan Aditya, bergabungnya partai dalam KIB lebih didasari pada kecocokan pandangan dari para elite KIB dalam melihat potensi bakal calon presiden yang akan diusung dalam Pemilu 2024.

"Kalau soal platform itu kadang-kadang partai politik kita tidak punya satu ikatan-ikatan ideologis yang relatif kuat, kalau saya melihatnya begitu. Sehingga yang masih diutamakan itu adalah kecocokan pandangan dari para tokoh atau figur, termasuk kalau bicara ini soal calon presidennya," ungkapnya.

Aditya menambahkan KIB sedang ingin mewujudkan politik kebangsaan yang dinilai mampu menghadapi politik identitas yang sempat muncul dan membesar pada Pilpres 2019.

"Saya pikir semuanya atas nama politik kebangsaan. Karena yang dimaksud teman-teman politisi, politik kebangsaan tentu tidak ingin terulang kembali satu situasi di mana polarisasi politik atau politisasi identitas itu kuat," kata dia.

Ia jug menilai KIB tengah berupaya mencari kesepahaman atas politik kebangsaan untuk membendung politisasi identitas. "Jadi saya pikir mereka sedang mencari pencocokan - pencocokan di area itu, biar kemudian tidak terekspos kembali," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES