Kopi TIMES

Penyelesain Sengketa Melalui Negosiasi, Mediasi dan Perdamaian

Senin, 18 Juli 2022 - 12:31 | 71.83k
M. Yanto, SH, Dosen Universitas Islam Lamongan.
M. Yanto, SH, Dosen Universitas Islam Lamongan.

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif Penyelesaian Sengketa sebagai Dasar pelembagaan Alternatif Dispute Resolution (ADR) di indonesia, disamping mengatur secara panjang lebar tentang arbitrase, memperlihatkan kepada kita bahwa sebenarnya undang-undang tersebut juga menekankan kepada penyelesaian sengketa alternatif berbentuk mediasi (dan pemakaian tenaga ahli). Bahkan tidak menutup kemungkinan penyelesaian sengketa melalui alternatif-alternatif lain.

Secara Yuridis Ketentuan dalam pasal 1 angka 10 undang-undang nomor 30 tahun 1999 mengartikan Alternatif penyelesaian sengketa adalah Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Penggunaan pranata penyelesaian sengketa diluar pengadilan bukan suatu yang harus dilakukan atau dijalankan terlebih dahulu.

Namun, melalui undang-undang nomor 30 tahun 1999 hukum telah menyediakan beberapa pranata pilihan penyelsaian sengketa secara damai yang dapat ditempuh para pihak untuk mentyelesaikan sengketa atau beda pendapat, apakah dengan mendayagunakan pranata konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Pilihan penyelesain sengketa diluar pengadilan tersebut hanya bisa ditempuh jika para pihak menyepakati penyelesaianya melalui pranata penyelesaian sengketa.

Sengketa atau beda pendapat yang dapat diselesaikan oleh para pihak melalui penyelesaian sengketa hanyalah sengketa atau beda pendapat dibidang perdata.

Penyelesaian dalam bentuk perdamaian ini hanya akan mencapai tujuan dan sasaranya jika didasarkan pada iktikad baik diantara pihak yang bersengketa dengan mengesampingkan penyelesaian sengketa melalui litigasi di pengadilan negeri.

Dalam perspektif undang-undang nomor 30 tahun 1999, mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat diselesaikan melalui beberapa pilihan penyelesaian sengketa.

Pertama, penyelesaian sengketa atau beda pendapat diselesaikan secara pertemuan langsung oleh para pihak (negosiasi) ebaagai tahap pertama. Dalam waktu paling lama 14 hari sejak negosiasi (perundingan) dilakukan, para pihak harus sudah dapoat mengambil keputusan yang dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis seandainya penyelesaian sengketa tadi tidak menghasilkan apa-apa.

Kedua, berdasarkan kesepakatan tertulis, para pihak menunjuk atau meminta meminta bantuan seorang atau lebih, baik penasehat ahli maupun seorang mediator untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat para pihak. Penasehat ahli atau mediator diberikan kesempatan selama 14 hari untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat para pihak sejak hari ditunjuknya.

Cara yang Ketiga adalah dengan menunjuk seorang mediator atau lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa atas permintaan para pihak yang bersengketa. Dalam waktu 7 hari setelah penunjukannya, mediator harus sudah mulai usaha mediasinya.

Usaha mediasi ini dilakukan dengan memegang teguh kerahasiaannya dan kesepakatanya dituangkan dalam bentuk tertulis yang juga ditandatangani semua pihak.Usaha melalui mediasii ini selesai paling lambat 30 hari sejak dilakukannya mediasi.

Putusan kesepakatan pilihan penyelesaian sengketa tersebut dibuat secara tertulis, bersifat final, mengikat bagi para pihak, serta untuk dilaksanakan dengan iktikad baik oleh para pihak.

Kesepakatan tertulis tersebut wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam waktu paling lama 30 hari sejak penandatanganan.

Selanjutnya, dalam waktu 30 hari sejak pendaftaran tersebut, kesepakatan penyelesain sengketa atau beda pendapat wajib diselesaikan.

Sebagaimana yang dikutip oleh Suyud Margono dalam bukunya William Ury dan S.B Goldberg yang berjudul Getting Disputes Resolved yaitu menurut perkembangan ADR dinegara tempat pertama kali dikembangkangkan (Amerika Serikat), pengembangan ADR dilatarbelakangi oleh kebutuhan :

a. Mengurangi kemacetan dipengadilan, akibat banyaknya kasus yang diajukan di pengadilan menyebabkan proses pengadilan seringkali berkepenjangan sehingga memakan biaya yang tinggi dan sering memberikan yang kurang memuaskan.

b. Meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses penyelesain sengketa.

c. Memperlancar serta memperliuas akses ke pengadilan

 d. Memberikan kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak dan memuaskan.

Dengan demikian, istilah ADR menunjukan pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui prosedur yang disepakati para pihak (self- governing system), baik dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli maupun arbitrase. (*)

* ) Penulis: M. Yanto, SH, MH, Dosen Universitas Islam Lamongan (Unisla)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ardiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES