Politik

Strategi Komunikasi di Lampu Merah, Mochtar: Eri Cahyadi Masuk 5 Besar Cagub

Sabtu, 16 Juli 2022 - 17:41 | 51.00k
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. (FOTO: Dok.TIMES Indonesia)
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. (FOTO: Dok.TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Nama Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, masuk jajaran lima besar tokoh potensial dalam pemilihan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jatim 2024 mendatang. 

Namun, prediksi angka elektabilitas maupun popularitas tersebut sengaja masih disimpan oleh sejumlah lembaga survei. Salah satunya Surabaya Survey Center (SSC) dan akan dirilis dalam waktu dekat.

Eri Cahyadi berada dalam jajaran lima besar di antara nama Khofifah Indar Parawansa, Emil Dardak, Kusnadi, Anwar Sadad dan Thoriqul Haq. Popularitas para tokoh tersebut terbilang stabil. 

Mochtar-W-Oetomo.jpgDirektur SSC Mochtar W Oetomo.(FOTO: Dok.TIMES Indonesia) 

Menurut Direktur Utama SSC sekaligus Pakar Politik Universitas Trunojoyo Mochtar W Oetomo, Eri memiliki strategi egalitarian communication sebagai seorang pemimpin. Di mana pemimpin berusaha memposisikan diri sebagai rakyat. 

Salah satunya, Eri membuka kesempatan diskusi kepada seluruh warga dengan memanfaatkan traffic light di setiap jalanan protokol sebagai sarana sosialisasi.

Ia mengundang warga datang ke Balai Kota Surabaya setiap Jumat dan Sabtu untuk bertemu langsung dengan lurah, camat hingga dirinya. Cara-cara seperti ini memang masih sangat jarang dilakukan oleh pemimpin daerah. Eri mencoba menunjukkan diri dalam posisi setara dengan rakyatnya. 

"Suaranya terdengar di jalan-jalan, itu kesannya mungkin bagi para elit norak. Tapi justru menurut saya itu kecerdasan Eri bagaimana dia melihat karakter masyarakat Surabaya yang egaliter, blak-blakan dan tanpa jarak, tanpa sekat, tanpa struktur," terang Mochtar kepada TIMES Indonesia, Sabtu (16/7/2022). 

Selain 'komunikasi lampu merah', Eri juga melakukan banyak hal dalam proses tersebut. Antara lain, hadir di kelurahan secara periodik dan membuka pelayanan serta menampung keluhan pada saat bersamaan. Eri disebut sangat memahami kultur masyarakat Surabaya. 

"Saya lihat Eri memahami itu, sehingga dia bisa bersikap egaliter dan kesannya yang ditangkap, dia hadir di mana saja dan ada di mana saja. Selalu diingat. Dan sejauh ini itu efektif," tutur Mochtar.

Terbukti dari hasil-hasil survey terbaru termasuk survey SSC popularitas dan elektabilitas Eri naik secara signifikan. 

"Bahkan, sekarang nama Eri sudah masuk kebersaingan bursa Cagub-Cawagub Jatim 2024," ungkapnya.

Capain ini dinilai Mochtar cukup cepat. Karena notabene latar belakang Eri Cahyadi bukanlah seorang politikus, melainkan birokrat. Ia menjadi wali kota dalam waktu singkat, lanjut Mochtar, karena mendapat dukungan dari Tri Risma Harini, wali kota sebelumnya. 

"Dan sekarang dalam waktu singkat namanya sudah sepopuler itu dan bahkan sudah masuk dalam persaingan bursa Cagub-Cawagub," tandasnya.

Lantas, apa tujuan Eri Cahyadi melakukan strategi itu?

Menurut Mochtar kesemuanya tak bisa terlepas dari aspek politis. Apalagi pada era Pilkada langsung. Pasti setiap kebijakan tidak bisa dilepaskan dari kepentingan popularitas, akseptabilitas dan elektabilitas demi kepentingan politik elektoral di masa depan. Apakah itu untuk Pilwali, atau untuk Pilgub. 

"Pasti ada kepentingan ke arah sana. Bahwa kemudian kebijakan-kebijakan yang ada itu selalu dikaitkan dengan bagaimana membangun konstruksi popularitas, ya sesuatu yang tidak bisa dihindarkan dalam era politik elektoral sekarang ini," ucap Mochtar. 

Akan tetapi, sejauh ini Mochtar melihat bahwa program-program terobosan Eri relatif berhasil dalam beberapa hal. Namun, ia juga mencatat sejumlah kendala yang masih belum tertangani secara cepat. Misal pembangunan infrastruktur jalan dan box culvert. 

"Itu masih banyak problem. Artinya masih banyak problem komunikasi politik yang belum teratasi. Pembangunan box culvert di kampung-kampung, jalan paving, itu masih melahirkan konflik antara pemborong dengan masyarakat. Dan pada kondisi seperti itu Pemkot tidak hadir. Masih banyak terjadi," ulasnya.

"Tapi dalam hal pelayanan publik itu saya lihat sudah relatif berhasil. Sekarang pelayanan-pelayanan yang terkait dengan kesejahteraan rakyat itu mudah dan cepat. Ke rumah sakit cukup dengan KTP bisa dilayani," tambah dia. 

Mochtar juga melihat komunikasi Eri dengan elit politik juga berjalan cukup baik. Bukan hanya dengan Khofifah saja. Sebab, belakangan ini hubungan antara Pemkot Surabaya dan Grahadi terbilang harmonis. Sangat kontras pada era kepemimpinan Risma. 

"Itu perbedaan Eri dengan Bu Risma. Ia memahami pentingnya situasi politik yang kondusif melalui representasi hubungan antar parpol," katanya. 

"Nah, itu bagian dari upaya menciptakan situasi yang lebih kondusif di Kota Surabaya. Juga hubungan dengan gubernur, wakil gubernur, saya melihat cukup harmonis," imbuhnya. 

Mochtar melanjutkan, Eri juga banyak melakukan komunikasi dengan para pemimpin parpol. Bahkan ia melihat mereka sering bertemu untuk melakukan ngopi bareng secara periodik. Bahkan dengan elit-elit politik Jakarta. 

"Ketika elit-elit politik Jakarta datang ke Surabaya, saya melihat Eri sering hadir untuk menyambut ikut serta berbincang. Bukan hanya dari PDIP, tapi ketika AHY datang, ia juga menyambut. Artinya itu bagian dari upaya dan mungkin itu juga karakter Eri yang lebih soft dibandingkan Risma. Sehingga harus menjaga kondusifitas politik," paparnya. 

Mochtar juga menyebut nama Eri Cahyadi cukup santer di luar Jatim. Popularitas Eri naik setelah viral videonya marah-marah sampai menangis karena melihat lansia tidak mendapat bansos. Ia mengancam akan mencopot bawahan yang tidak peka terhadap kondisi rakyat. 

"Itu di Jakarta jadi perbincangan. Orang ini nanti akan jadi. Beberapa teman lembaga survei di Jakarta memprediksi Eri ini nanti akan jadi," tandas Mochtar. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES