Forum Mahasiswa

Toxic Relationship pada Media Sosial

Senin, 11 Juli 2022 - 13:13 | 84.45k
Carolina Florence, Mahasiswi semester 4 Program Studi Ilmu Komunikasi di Universitas Bina Nusantara Malang. 
Carolina Florence, Mahasiswi semester 4 Program Studi Ilmu Komunikasi di Universitas Bina Nusantara Malang. 

TIMESINDONESIA, MALANG – Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu mengalami proses interaksi dan komunikasi dalam setiap aktivitasnya. Proses ini akan menciptakan jalinan relasi di antara individu, baik secara positif maupun negatif. Individu, khususnya remaja, yang saling memiliki ketertarikan saat berinteraksi akan berkeinginan untuk menjalin hubungan yang lebih dalam, yaitu “pacaran”.

Kata “pacaran” sendiri kerap kali digunakan dalam masyarakat sosial untuk menggambarkan sebuah hubungan kasih sayang yang dijalani oleh dua orang dengan jenis kelamin berbeda. Umumnya, relasi tersebut dijalin oleh masyarakat dengan kategori usia remaja karena cenderung memiliki rasa ingin tahu dan eksplorasi yang tinggi. Jika dilakukan dengan baik, hubungan asmara ini tentu membawa berbagai pengaruh yang positif dalam hidup seseorang, seperti menambah kualitas dan kemampuan diri.

Namun, pada realitanya, tidak sedikit remaja yang menyalahgunakan hubungan tersebut untuk mencapai tujuan yang negatif, seperti sarana pelampiasan emosi yang tidak terkendali. Berbagai aktivitas pacaran ini dapat dilakukan secara langsung (face to face), maupun tidak langsung (media).

Berkaitan dengan era digital saat ini, remaja cenderung menggunakan dan memanfaatkan berbagai media sosial sebagai sarana interaksi dan komunikasi kepada sesamanya, terlebih ketika sudah memiliki kekasih. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan komunikasi sebagai kunci penting dalam sebuah hubungan. Pemanfaatan media sosial dengan bijak mampu mempererat relasi di antara pasangan remaja. Akan tetapi, tak jarang remaja menggunakan media untuk mengarah ke tindakan yang buruk.

Contoh tindakan toxic relationship dalam media sosial adalah melontarkan kata-kata yang kasar dan tidak pantas kepada pasangannya. Hal ini sering terlihat saat kedua pasangan mengalami suatu konflik. Sifat remaja yang cenderung labil dan berubah-ubah berkaitan dengan kondisi emosional yang belum stabil sehingga berakibat pada kurangnya kontrol terhadap cara berbicara. Selain percakapan langsung melalui chat, remaja juga dapat menyindir atau menyinggung privasi pasangannya dengan memakai fitur lain yang disediakan media sosial seperti cerita (story) di Instagram. Oleh karena itu, seringnya pengucapan kata-kata yang buruk melalui sarana media juga akan membawa suatu hubungan ke arah yang tidak baik dan bahkan menghancurkannya. 

Fenomena lain yang dapat diamati selanjutnya adalah banyak terjadinya kasus perselingkuhan. Tanpa disadari, ketika seseorang mengunggah konten yang menunjukkan bahwa dirinya dan pasangan sedang berkonflik, maka akan muncul pihak ketiga yang cenderung ingin tahu tentang hubungan tersebut. Pihak ketiga ini sering kali memberikan rasa simpati kepada salah satu pasangan dengan cara mendukungnya dan menyalahkan pasangan yang lain. Salah satu tujuan dari tindakan itu adalah merusak hubungan orang lain. Jika salah satu pasangan terpengaruh, maka ia akan memutus hubungan itu, baik dalam waktu yang relatif cepat atau pun lambat. Dengan demikian, media sosial juga memiliki pengaruh terhadap keberlangsungan sebuah hubungan asmara pada remaja milenial. 

Lalu, upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hubungan yang kurang baik dalam berpacaran adalah dengan mempersiapkan diri terlebih dahulu. Remaja dapat melatih diri untuk mengontrol emosi dengan berpikiran secara terbuka sehingga tidak hanya melihat dari satu sudut pandang. Hal ini perlu dilakukan agar remaja mampu bertindak secara dewasa saat menjalankan hubungan asmara, terlebih ketika dibatasi oleh media sosial. Selain itu, perasaan kasih sayang terhadap diri sendiri juga perlu dilakukan.

Remaja yang bisa menghargai dirinya sendiri akan dapat menghormati pasangannya sehingga tercipta hubungan yang sehat. Penggunaan media sosial yang bijak juga berperan penting dalam meminimalisir perilaku yang negatif. Di samping itu, jika ada kerabat dekat seperti saudara atau teman yang terjebak dalam toxic relationship, alternatif yang bisa diupayakan adalah menjadi pendengar yang baik. Setelah itu, analisis tindakan yang membuat hubungan tersebut menjadi renggang dan sarankan solusi yang tepat untuk mengatasinya. 

***

*) Oleh: Carolina Florence, Mahasiswi semester 4 Program Studi Ilmu Komunikasi di Universitas Bina Nusantara Malang. 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES