Peristiwa Daerah

Gusdurian Peduli Dorong Moratorium Produksi Migas Sidoarjo

Senin, 04 Juli 2022 - 21:45 | 35.09k
Video viral saat upacara di tengah genangan air di Sidoarjo, ditayangkan dalam dalam diskusi Gusdurian Peduli (foto: Tangkapan layar)Tangkapan layar materi diskusi penurunan tanah di Sidoarjo (foto: Tangkapan layar)
Video viral saat upacara di tengah genangan air di Sidoarjo, ditayangkan dalam dalam diskusi Gusdurian Peduli (foto: Tangkapan layar)Tangkapan layar materi diskusi penurunan tanah di Sidoarjo (foto: Tangkapan layar)

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Bencana semburan lumpur di dekat pengeboran Migas PT Lapindo Brantas, Kabupaten Sidoarjo, Jatim, telah berlangsung selama 16 tahun. Bersama itu, produksi gas terus berlangsung massif yang diduga menyebabkan penurunan tanah di sekitarnya.

Ekspansi produksi migas tersebut ditandai dengan upaya pengeboran lokasi baru. Misalnya produksi migas lapangan Wunut dan Tanggulangin, Sidoarjo.

Melalui diskusi terbuka bersama akademisi dan pemangku kepentingan ihwal peristiwa amblesan tanah ini, Gusdurian Peduli mendorong semua pihak melakukan moratorium produksi migas, dengan melibatkan SKK Migas dan Ditjen Migas.

Juga mendorong Pemprov Jatim untuk menindaklanjuti hasil diskusi, dengan kebijakan atau komunikasi vertikal ke pemerintah pusat untuk penyelesaian permasalahan ini. Bukan hanya saat darurat seperti sekarang, namun juga meliputi mitigasi hingga pencegahan.

Diskusi digelar secara daring, Sabtu (2/7/2022). Berkolaborasi dengan beberapa peneliti dari UGM, ITS, UPN “Veteran” Yogyakarta, Unair, pemangku kebijakan seperti BPBD Kabupaten Sidoarjo, Pemprov Jatin, dan Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET).

Keterlibatan banyak pihak ini sebagai salah satu upaya untuk menjawab tantangan pengurangan risiko bencana penurunan tanah, yang disinyalir disebabkan oleh aktivitas produksi gas bumi.

Diskusi diawali dengan pembicara kunci dari Pemprov Jatim yang diwakili oleh Kepala Dinas PRKP dan Cipta Karya Jatim, Baju Trihaksoro; serta dari Badan Geologi, Wawan. Keduanya membahas dampak lumpur Sidoarjo dan proses terjadinya penurunan tanah.

Sesi diskusi panel diisi dengan paparan hasil penelitian dari Dosen Teknik Geologi UGM, Indra Arifianto: Dosen Teknik Geodesi ITS, Noorlaila Hayati; dan Puslit Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS, Adjie Pamungkas.

Ketiganya penelitian itu mengenai identifikasi dan analisis penurunan tanah dan kajian kerugian pasca bencana banjir di Sidoarjo.

Laju Penurunan Tanah

Penelitian Indra Arifianto menunjukkan, munculnya lumpur gunung api di Sidoarjo dengan volume 100 juta liter/hari pada area eksploarasi gas bumi, menyebabkan penurunan tanah dengan laju 0,5 – 14,5 meter/tahun.

Penurunan tanah juga terjadi di Wunut dan Tanggulangin mulai 2019, seiring dengan peningkatan kapasitas produksi 4 lapangan gas di kedua daerah tersebut. Penurunan tanah juga menyebabkan gas leakage dan banjir di wilayah Porong akibat aktivitas produksi lapangan gas bumi.

Sedangkan penelitian Noorlaila Hayati di Desa Kedungbanteng dan Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin pada 2018-2021 menunjukkan terjadinya penurunan tanah hingga 60 centimeter. Akibatnya, kedua desa itu kini berada di wilayah cekungan dan menyebabkan banjir genangan hingga berbulan-bulan.

Adjie Pamungkas melengkapi dengan menyajikan data nilai kerusakan dan kerugian banjir akibat penurunan tanah di kedua desa tersebut dari semua aspek penghidupan masyarakat. Kerugian mencapai nilai Rp 99,4 Miliar, dan rata-rata Rp 130 juta per-KK.

Tak Sebanding dengan Pendapatan Daerah

Di sisi lain, sebagaimana ditunjukkan Andang Bachtiar, penerimaan Pemkab Sidoarjo dari bagi hasil produksi migas terus naik. Secara berurutan dari 2016-2021 besarannya adalah Rp 4,3 miliar, Rp 4,1 miliar, Rp 5,2 miliar, Rp 15,2 miliar, Rp 2,2 miliar, dan Rp 22,1 miliar.

Upaya peningkatan kapasitas produksi di 4 lapangan Wunut dan Tanggulangin seiring dengan peningkatan penghasilan daerah dari bagi hasil produksi migas di Sidoarjo. Namun juga menunjukkan hal yang linier bahwa sejak aktivitas tersebut, telah terjadi penurunan tanah dengan laju penurunan yang eksponensial.

Andang yang merupakan Sekjen ADPMET ini menyatakan, penghasilan daerah dari bagi hasil produksi migas di Sidoarjo sangat tidak sebanding dengan kerugian akibat banjir yang mencapai Rp 99,4 miliar.

Ketua Dewan Pembina GUSDURian Peduli, Eko Teguh Paripurno mendorong upaya moratorium untuk menjawab persoalan apakah keuntungan produksi migas cukup untuk mengganti dampak kerugian akibat aktivitasnya.

Dosen UPN “Veteran” Yogyakarta ini menyatakan, kehadiran perusahaan produksi migas bukan sesuatu yang tiba-tiba. Namun sebuah imbas dari kebijakan politik pembangunan pada setiap level pemerintahan.

Buruknya, tidak pernah dilakukan upaya kontingensi terhadap risiko yang mungkin ditimbulkan. “Jadi terkesan seolah-olah risiko tidak akan ada,” katanya.

Menurutnya, selain untuk menyelesaikan masalah di Sidoarjo, kasus ini juga menjadi contoh untuk dijadikan cara berfikir di tempat lain mengenai risiko pembangunan dan risiko ekologis. Bukan hanya di migas namun semua pertambangan.

Pria yang biasa disapa Kang ET ini juga mengingatkan akan ketakutan hilangnya keberpihakan atas keselamatan warga, sebagaimana dimandatkan oleh UU. “Jangan sampai warga di sekitar proyek menjadi bemper pembayar risiko atas keuntungan perusahaan,” ujarnya.

Di penghujung diskusi, Ketua Gusdurian Peduli, A'ak Abdullah Al-Kudus mengingatkan Gubernur Jatim sebagai sesama santri Gus Dur agar memegang teguh prinsip "Tashorruf al-Imam 'ala ar-Ro'iyah manuthun bi al-Maslahah." Kebijakan Pemimpin atas rakyat harus didasarkan pada prinsip kemaslahatan.

“Gus Dur selalu berpesan, yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan" imbuh A'ak di akhir diskusi ihwal peristiwa penurunan tanah yang diduga akibat produksi migas di Sidoarjo itu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES