Kopi TIMES

Sudah Usangkah MSP?

Senin, 27 Juni 2022 - 17:43 | 54.84k
Muliadi Tutupoho, Kepala Disarpus Malut.
Muliadi Tutupoho, Kepala Disarpus Malut.

TIMESINDONESIA, MALUT – Marketing in the Publi CMarketing Sektor Publik (MSP) merupakan pendekatan baru di lingkungan organisasi pemerintah untuk meningkatkan kualitas produk berupa barang, layanan, kebijakan, program, dan kegiatan sesuai kebutuhan pelanggan atau publik yang dipahami. 

Esensi dari sektor publik menurut Shire (1987 dalam Yanto, 2022) yakni organisasi yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan pada masyarakat, dimana masyarakat merupakan donatur bagi penyelenggaraan layanan itu sendiri. Sektor publik terfokus pada kepuasan pelanggan yang menjadi reputasi lembaga publik. Lembaga ini memonopoli bisnis layanannya, seperti layanan kependudukan oleh Dukcapil, perizinan melalui PTSP, perpustakaan digital, dan lain sebagainya.

Persepsi pelanggan (publik) terhadap kinerja lembaga publik tidak mudah dipengerauhi persepsi pelanggan, sehingga peran marketing diperlukan untuk mewujudkan kepuasan pelanggan yang mempunyai kebutuhan berbeda satu sama lain, dan menjaga nama baik atau citra lembaga publik itu sendiri. 

Marketing sektor publik bukan berarti pemerintah membisniskan produk-produknya itu untuk meraup keuntungan finansial pribadi laiknya perusahaan swasta. Melainkan bagaimana pelayanan publik menjadi maksimal sehingga tercipta branding pemerintahan yang baik atau akuntabel, dapat dipercaya (trust). Maka, produk berupa barang, jasa, kebijakan, maupun program dan kegiatan yang dihasilkan (produksi) oleh pemerintah harus berkualitas lebih baik yang dirasakan publik.

Philip Kotler dan Nancy Lee (2017) mengemukakan tujuan dan manfaat dari implementasi marketing sektor publik antara lain, pertama, meningkatkan pendapatan; kedua, meningkatnya pengguna layanan; ketiga, meningkatkankan pembelian atas barang yang dihasilkan oleh instansi pemerintah; keempat, meningkatnya kepatuhan masyarakat terhadap hukum; kelima, meningkatnya kesehatan masyarakat dan kesehatan publik; keenam, meningkatnya perilaku cinta dan perlindungan lingkungan; kedelapan, menurunnya biaya penyelenggaraan layanan, dan kesembilan, meningkatkan kepuasan customer/pelanggan, dan meningkatkan dukungan masyarakat. Dan, untuk mencapai tujuan marketing sektor publik dibutuhkan pula strategi.

​Strategi Marketing Sektor Publik

Sebagaimana marketing di dunia bisnis atau entrepreneur, keberhasilan marketing di sektor publik juga membutuhkan strategi untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Dalam konteks ini, maka langkah pertama yang perlu ditempuh pemerintah ialah memahami dan mengidentifikasi apa saja yang menjadi kebutuhan publik, baik itu berupa produk, layanan, kebijakan, program, dan kegiatan sehingga tidak salah sasaran. 

Kemudian mendesain produk (barang-layanan-kebijakan/regulasi-program-kegiatan), menetapkan harga (untuk sektor publik dapat berupa pengorbanan customer/pelanggan/publik untuk mendapatkan produk dari pemerintah), distribusi atau place (akses publik terhadap produk dari pemerintah, baik lokasi untuk barang berwujud maupun aplikasi pelayanan untuk barang tak berwujud), dan promosi (informasi yang menyeluruh tentang produk dari pemerintah tersebut). 

Di era revolusi 4.0 atau digital, strategi marketing mengarah pada pemanfaatan teknologi  yang ada terutama melalui berbagai platform media sosial, dimana jumlah pengguna media sosial di Indonesia terbanyak kedua di dunia.  

Berdasarkan riset dari Data Reportal menunjukkan bahwa per Januari 2022, jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapi 191,4 juta orang, meningkat 21 juta (12,6 persen) tahun 2021 (Suara.com, 23 Februari 2022).   

Melihat fenomena banyaknya pengguna media sosial di Indonesia tersebut, maka salah satu strategi yang dapat digunakan untuk memasarkan produk sektor publik (barang, layanan, kebijakan, program dan kegiatan) ialah dengan memenfaatkan plaftorm media sosial yang ada.   

​Sekalipun demikian, tantangan yang dihadapi pemerintah terutama pemerintah daerah dalam memasarkan produk sektor publiknya ialah belum meratanya kemampuan menggunakan teknologi di Indonesia karena sebagian besar masyarakat bermukim di pedesaan.  

Untuk mengatasi problem tersebut, diperlukan penguatan literasi digital untuk masyarakat pedesaan, dimana pemerintah daerah dapat membangun kemitraan dengan pihak swasta berkompeten, sehingga ke depan masyarakat dapat mengakses pelayanan publik secara digital atau melalui fitur-fitur media sosial yang ada. Dan, hal yang tidak kalah penting ialah kesiapan sumber daya manusia di birokrasi pemerintahan yang mumpuni.

***

*) Oleh: Muliadi Tutupoho, Kepala Disarpus Malut.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES