Kopi TIMES

Penghapusan Tenaga Honorer, Menyelesaikan atau Membuat Masalah?

Sabtu, 25 Juni 2022 - 11:18 | 149.31k
Delya Lusiana, Mahasiswi Universitas Padjadjaran.
Delya Lusiana, Mahasiswi Universitas Padjadjaran.

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB), Tjahjo Kumolo, telah menerbitkan surat edaran nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tentang status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah pada 31 mei 2022 dan telah diundangkan.

Dalam surat edaran itu, disebutkan aparatur sipil negara hanya terdiri dari PPPK dan PNS. Sebelumnya, pemerintah telah mengatur tentang PPPK dalam peraturan pemerintah nomor 49 tahun 2018 tentang manajemen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). (tribunnews.com, 2/6/2022).

Tjahjo Kumolo menjelaskan, selama ini, pekerja honorer bukan direkrut oleh pemerintah pusat, melainkan diangkat secara sendiri oleh maisng-masing isntansi. Karena itu, sistem perekrutan dan standar gaji pekerja honorer di setiap isntansi itu berbeda-beda pula, tidak ada satu standar yang sama.

Kini, ujar Tjahjo Kumolo dengan penghapusan tenaga honorer pada tahun 2023, maka keberadaan pekerja bisa ditata di setap instansi. “untuk mengatur bahwa honorer harus sesuai kebutuhan dan penghasilan layak sesuai umr, maka model pengangkatan melalui outsourcing,” kata politisi PDIP itu.

Kendati demikian, instansi tidak bisa serta merta mengangkat pegawai honorer menjadi pekerja outsourcing, pengangkatannya harus sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan maisng-maisng instansi.

Tjahjo Kumolo juga mendorong pekerja honorer untuk memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi CPNS dan PPPK pada tahun 2022 dan 2023. Sebelumnya, Tjahjo Kumolo menyurati pejabat pembina kepegawaian di semua isntansi pemerintahan untuk menentukan status pegawai Non-ASN (Non-PNS, non-PPPK dan eks-tenaga honorer kategori II), hingga batas waktu 28 november 2023.

Melansir keterangan resmi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), pada tahun 2018-2020, sebanyak 348.590 THK-II (Tenaga Honorer Kategori II) mengingkuti seleksi CASN (CPNS dan PPPK). Per juni 20121 (sebelum pelaksanaan seleksi CPNS 2021), terdapat sisa THK-II sebanyak 410.010 orang. Itu artinya masih ada sebanyak 410.010 tenaga honorer saat ini. Jumlah THK-II itu terdiri atas tenaga pendidik sebanyak 123.502, tenaga kesehatan 4.782, tenaga penyuluh 2.333, dan tenaga administrasi 279.393.

Selain itu, keberadaan tenaga honorer di sektor pendidikan sangatlah banyak. Berdasarkan data pokok pendidikan (DAPODIK) di wedsite kemendikbud.go.id jumlah guru honorer sekolah negeri dan lemabaga pendidikan mencapai 704.503 orang. Fakta di lapanganpun menunjukan bahwa kehidupan guru honorer masih jauh dari kata sejahtera.

Selain itu, mereka juga kerap mendapatkan tugas yang lebih berat di luar tugas utamanya sebagai pendidik, antara lain menjadi operator sekolah, pengelola dana bantuan oprasional skeolah (BOS), serat kegiatan administrasi lainnya. Namun, meskipun tugas mereka lebih berat tetapi kenyataannya gaji yang mereka dapatkan sangat minim.

Peliknya permasalahan guru honorer tentunya membuat kita sadar bahwa problem solving yang akan dijalankan pemerintah nyatanya belum betul-betul menyelesaikan masalah. Hal ini menjadi wajar karena saat ini kita sedang berada dalam cengkeraman sistem kapitalis. Sistem yang hanya berorientasi pada profit. Sistem yang juga selalu memberikan karpet merah bagi para pemilik modal. Hubungan antara penguasa dan rakyat hanya didasarkan pada untung rugi. Dalam pemenuhan kebutuhan, rakyat harus berjuang sendiri tanpa diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai.

Membiarkan kehidupan dalam cengkraman sistem kapitalisme akan membuat rakyat termasuk para guru sulit untuk merasakan kesejahteraan. Padahal, guru merupakan ujung tombak pendidikan. Di tangan merekalah nasib generasi mendatang akan ditentukan. Jika saja pemerintah menyadari peran penting para guru, tentunya mereka akan membuat kebijakan yang akan menyejahterakan para pendidik generasi ini.

Sudah seharusnya pemerintah peduli dan tanggung jawab terhadap nasib guru honorer yang belum mendapatkan hasil sepadan dengan kerja keras yang mereka kerahkan selama ini. Pemerintah ini hanya fokus menyelesaikan masalah penumpukan jumlah guru honorer agar tidak memberatkan tanggungan keuangan pemerintah pusat.

Padahal bila dipraktikkan kebijakan ini akan berdampak ratusan ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan, menimbulkan masalah sosial ekonomi dan bahkan berdampak pada proses belajar mengajar di sekolah.

Kebijakan ini mengindikasikan lepas tangannya pemerintah pusat terhadap kebutuhan sekolah terhadap guru dan kebutuhan akan kesejahteraan guru. Ini juga mencerminkan rendahnya perhatian terhadap nilai sektor pendidikan bagi pembangunan SDM.

Inilah realitas hidup dalam sistem kapitalisme, kapitalis melahirkan manusia yang materialistik, yang memandang segala seusatu dari standar untung rugi, begitupun antara pemimpin dan rakyat. Hubungan pemimpin dengan rakyat dalam sistem kapitalis adalah seperti penjual dan pembeli. Maka, sangatlah wakar jika tenaga honorer dianggap sebagai beban negara.

Pemimpin yang lahir dari sistem kapitalis juga tidak memperhatikan kebutuhan rakyat, terutama dalam hal pendidikan. Padahal pendidikanlah yang akan berkontribusi melahirkan generasi bangsa yang berkualitas dan bisa berkontribusi bagi bangsa dan negara. Maka, wajarlah begitu mirisnya dunia pendidikan hari ini. Sehingga jangan heran pendidikan gagal membentuk generasi. Akhirnya yang lahir hanyalah generasi yang tidak punya tujuan hidup, liberal, hedonis, dan hanya mengejar prestasi, ekstensi dan kepuasan pribadi sehingga tidak memilikia andil dalam masyarakat. Maka, kebijakan pemerintah untuk menghapus guru honorer bukan menyelesaikan masalah ketidaksejahteraanya guru honorer namun malah melahirkan masalah baru dan membuat masalah semakin runyam.

Berbeda ketika di terapkan sistem Islam di tengah-tengah masyarakat. Dalam sistem Islam kesejahteraan masyarakat menajdi prioritas utama bagi negara dalam aspek ekonomi, sosial dan utamanya dalam bidang pendidikan. Karena dalam pandangan Islam pendidikan dijadikan sebagai salah satu pilar membangun peradaban. Dalam pengaturan sistem Islam di dasarkan atas aturan yang bukan sewenang-wenangnya bagi penguasa atau negara, tapi mempunyai landasan yang benar, yakni bersumber pada Al-Quran dan Sunnah. 

Dalam Islam lapangan pekerjaan terbuka bagi siapa saja masyarakat yang ingin memperoleh pekerjaan. Istilah honorer seperti sekarang ini tidak dikenal dalam sistem pemerintahan Islam dikarenakan dalam Islam akan direkrut sesuai dengan kebutuhan rill dari negara dan persoalan gaji pun tidak nanggung dalam memberikan gaji yang fantastis bagi para pekerja serta perlakuan yang adil yang berlandaskan pada hukum Islam, pernah dicontohkan dalam masa pemerintahan Khilafah Umar Bin Abdul Aziz gaji para pegawai negara ada yang sampai mencapai 300 dinar atau setara Rp. 114.750.000,00.

Sehingga dari sini bisa dibuktikan bahwa Islam betul-betul menjaga kesejahteraan bagi masyarakat dalam semua aspek dan kesejahteraan bagi para pegawai negara.

***

*) Oleh : Delya Lusiana, Mahasiswi Universitas Padjadjaran.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES