Kopi TIMES

Koalisi Parpol, Upaya Membatasi Gerak Politik PDIP Pada Pilpres 2024?

Kamis, 23 Juni 2022 - 14:12 | 153.02k
Muhammad Sabana, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Administrasi Publik Universitas Nasional, Pengurus KAHMI Depok 2019-2023.
Muhammad Sabana, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Administrasi Publik Universitas Nasional, Pengurus KAHMI Depok 2019-2023.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kurang lebih dalam jangka waktu satu bulan lebih sedikit atau tepatnya 38 hari sudah terbentuk secara resmi koalisi partai politik dalam rangka persiapan Pemilihan Umum 2024.

Ada dua kelompok, dimana masing-masing kelompok sudah menyatakan secara resmi bahwa mereka akan berkoalisi dalam keselarasan visi dan misi politik di 2024. Kelompok pertama yang sudah lebih dahulu mendeklarasikan diri sebagai satu tim adala Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Ketiganya menghimpun diri mereka menjadi satu dalam sebutan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Sedangkan kelompok yang kedua baru saja diresmikan adalah koalisi antara Partai Gerindra dan Partai Kebangkita Bangsa (PKB). Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyebut koalisi PKB dan Gerindra sebagai Kebangkitan Indonesia Raya. Dengan adanya koalisi Gerindra dan PKB, praktis sudah ada dua kelompok koalisi untuk persiapan Pemilu 2024.

Ada 4 partai politik penghuni parlemen yang belum memutuskan untuk berkoalisi, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dari keempat partai tersebut sepertinya hanya PDIP yang masih belum terlihat akan melakukan koalisi. Partai Demokrat dan PKS sejauh ini sudah semakin aktif melakukan komunikasi dan sepertinya akan menghasilkan poros koalisi. Namun koalisi kedua partai tersebut masih bisa dibilang mentah karena belum masuk ke ambang batas presidential threshold yang berjumlah 20 persen kursi dari jumlah total kursi DPR atau sebanyak 115 kursi.

Karena kekurangan itu Partai Nasdem menjadi sangat dibutuhkan dalam koalisi yang sedang diupayakan oleh Partai Demokrat dan PKS.

Partai Nasdem yang belum memutuskan untuk berkoalisi dengan Partai manapun dalam persiapan Pemilu 2024, memilih melakukan usulan kader-kadernya untuk siapa calon presiden yang akan mereka usung pada Pemilu 2024. Dalam konferensi nasional yang dihelat Partai Nasdem muncul tiga nama calon presiden yaitu Anies Baswedan, Andika Perkasa dan Ganjar Pranowo. Ketiga nama tersebut seakan menjadi “kuncian” Nasdem dalam melakukan checking arah dan kekuatan politik menjelang pemliu 2024.

Perolehan Kursi

Pemilu presiden di Indonesia untuk tahun 2024 mensyaratkan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden. Ketentuan tentang ambang batas itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilhan Umum. Pada pasal 222 UU pemilu disebutkan bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari junlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Jumlah total kursi di DPR saat ini adalah 575 kursi. Maka, jika dihitung 20 persen dari 575 kursi adalah 115 kursi yang berarti partai politik atau gabungan partai politik minimal memiliki 115 kursi di DPR untuk dapat mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

Pada perolehan kursi di Pemilu 2019 PDIP mempunyai kursi paling banyak yaitu 128 kursi diikuti oelh Golkar 85 kursi, Gerindra 78 kursi, Nasdem 59 kursi, PKB 58 kursi, Demokrat 54 kursi, PKS 50 kursi, PAN 44 kursi dan PPP 19 kursi. Melihat perolehan kursi tersebut kita bisa mengukur peta kekuatan partai-partai yang sudah dan belum melakukan koalisi menjelang Pemilu 2024.

Pada kelompok Koalisi Indonesia Bersatu yang berisi Partai Golkar, PAN dan PPP menghasilkan jumlah kursi 148. Kemudian pada koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yang berisi Partai Gerindra dan PKB berjumlah 136 kursi. Kedua kelompok koalisi ini sudah mampu menghasilkan jumlah kursi diatas 115 yang artinya berhak mencalonkan presiden dan wakil presiden.

Disisi lain upaya koalisi Partai Demokrat dan PKS baru berjumlah 104 kursi yang artinya belum cukup untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden. Dalam hal ini sekali lagi Nasdem menjadi Partai yang menentukan nasib Partai Demokrat dan PKS, dimana jika Nasdem tidak ikut berkoalisi dengan mereka, maka dua partai tersebut bisa disebut sebagai penggembira saja dalam kontestasi pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden tahun 2024. 

Membatasi Gerak PDIP

Koalisi yang dilakukan partai-partai menjelang pemilu 2024 juga dapat dilihat sebagai upaya membatasi Gerakan PDIP. Sebagai partai penguasa parlemen dengan suara terbanyak dan menjadi satu-satunya partai yang mampu mencalonkan presiden dan wakil presiden sendiri membuat PDIP mempunyai kontrol dan pengaruh politik yang sangat besar.

Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa PDIP sedang melakukan tirakat politik dalam menentukan calon presiden dan wakil presiden mereka. Ada nama Puan Maharani dan Ganjar Pranowo yang menjadi pembicaraan bahwa diantara mereka akan menjadi calon presiden atau calon wakil presiden dari partai berlambang banteng itu.

Seperti yang sudah diberitakan dan dianalisis oleh banyak pengamat dan pakar politik bahwa Ganjar Pranowo mempunyai elektabilitas yang tinggi dan berpeluang lebih besar dari Puan Maharani jika dicalonkan sebagai presiden. Namun, dinamika politik yang terjadi di PDIP membuat sosok Ganjar Pranowo seakan belum bisa diterima oleh keseluruhan kader-kader PDIP sebagai calon presiden mereka di tahun 2024. Nama Puan Maharani masih menjadi nama yang diunggulkan akan dicalonkan oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, meskipun elektabilitas Puan sangat rendah.

Gejolak yang terjadi di PDIP seakan dimanfaatkan oleh elit-elit politik dengan membuat skema koalisi. Kelompok KIB memang belum menyebut Airlangga Hartarto sebagai calon presiden mereka, namun Airlangga Hartarto sudah didekalarasikan oleh Partai Golkar sebagai calon presiden. Meskipun kita sama-sama tahu bahwa elektabilitas Airlangga Hartarto juga masih rendah (sama halnya seperti Puan), namun dengan adanya KIB ini seakan bisa menjadi perahu untuk Ganjar Pranowo jika dia ingin maju sebagai calon presiden.

Tentunya secara otomatis Ganjar Pranowo harus berpisah dengan partai yang sudah membesarkannya dan itu menjadi sangat sulit tejadi walaupun dalam politik tidak ada yang mustahil. Selain Ganjar Pranowo, KIB juga mempunyai komunikasi bagus dengan Anies Baswedan meskipun sulit meyakini koalisi ini akan mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden, tetapi koalisi ini diyakini sangat terbuka memberikan tiket Anies untuk kursi calon wakil presiden.

Ada yang menarik pada ketiga ketua umum partai KIB ini yaitu ketiganya adalah alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Mesin politik jaringan HMI ini jugalah yang membuat jalinan komunikasi dengan Anies serta mentornya Jusuf Kalla terbangun. Melihat gelagat politik yang terbangun bisa saja KIB menjadi poros yang bisa menyatukan Ganjar dan Anies sebagai capres dan cawapres pada pemilu 2024.

Jika, hal itu terjadi tentunya akan menjadi kejutan politik dan kekuatan politik yang sangat besar. Jika poros itu terjadi bisa jadi Nasdem akan ikut bergabung dengan KIB diikuti oleh Partai Demokrat dan PKS. Hampir bisa dipastikan koalisi ini akan mengahsilkan kekuatan yang sangat besar untuk bisa dikalahkan oleh PDIP atau koalisi Kebangkitan Indonesia Raya.

Disisi koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, Partai Gerindra dan PKB hampir bisa dipastikan akan mencalonkan Prabowo Subianto kembali menjadi calon presiden. Walaupun ada nama Sandiaga Uno juga dalam tubuh Gerindra, namun dalam kontestasi calon presiden kemungkinan besar masih Prabowo Subianto.

Dalam koalisi ini bisa dibilang Prabowo tinggal mencari pasangan cawapresnya. Nama-nama seperti Muhaimin Iskandar, Sandiaga Uno, Erick Thohir bahkan Anies Baswedan bisa menjadi bursa cawapres Prabowo. Namun, kekuatan Gerindra dan Prabowo pada 2024 diyakini tidak sehebat pada 2019 atau 2014 lalu. Keputusan bergabung kepada pemerintah disinyalir membuat sosok Prabowo akan banyak kehilangan konstituen pada Pemilu 2024. Kemudian jika dipaksa berkoalisi dengan PKB dalam capres-cawapres (Prabowo-Muhaimin) sulit membayangkan pasangan ini akan menjadi pemenang pada pemilu 2024, mengingat Muhaimin dan PKBnya hari ini sedang tidak baik-baik saja dengan PB NU pimpinan Yahya Staquf.

Dinamika Gus Durian dan Cak Imin tentunya masih menjadi api dalam sekam yang kapan saja bisa menghancurkan PKB dalam pemilu jika tidak dikomunikasikan dengan benar. Pada akhirnya koalisi Kebangkitan Indonesia Raya ini sepertinya akan bergandengan dengan PDIP dan koalisi yang tercipta sekarang lebih kepada “ngambek” dengan PDIP yang mungkin saja masih ada keputusan-keputusan politik yang belum bisa diterima oleh Partai Gerindra ataupun PKB. 

Terakhir koalisi Partai Demokrat dan PKS, walaupun koalisi kedua partai ini masih mentah dan belum memenuhi ambang batas calon presiden, namun kedua partai ini tentunya tidak bisa diremehkan begitu saja. Meskipun nama Agus Harimurti Yudhoyono tidak se-bombastis ayahnya sewaktu menghadapi pemilu, namun banyak yang meyakini Partai Demokrat dan SBY mempunyai kuncian strategi politik dalam menghadapi pemilu 2024.

Jika Nasdem bergabung dengan mereka, maka hampir bisa dipastikan Anies Baswedan akan menjad calon presiden ketiga partai ini. Dengan elektabilitas Anies yang tinggi dengan ditopang tiga partai tersebut menjadi peta kekuatan tersendiri dalam berbicara di pemilu 2024. Hampir bisa dipastikan jika pasangan capres dan cawapres koalisi ini nantinya adalah Anies-AHY atau bahkan bisa jadi Andika-Anies.

Tahun politik sudah dimulai, partai-partai pun sudah mempersiapkan berbagai macam strategi untuk menghadapi Pemilu 2024, kita lihat saja bagaimana hasilnya. Namun demikian kita juga harus menunggu bagaimana langkah Presiden Joko Widodo, kunci politik sebenarnya dalam pemilu 2024.

Siapa yang dijagokan Presiden ketujuh Republik Indonesia itu? Atau ternyata angin politik berubah dan isu 3 periode kembali bergulir? Jika Presiden Joko Widodo maju kembali dalam kontestasi Pemilu 2024 baik menjadi calon presiden (dengan adanya amandemen sebelumnya) atau sebagai calon wakil presiden, tentunya akan membuat peta politik menjadi sangat dinamis. Bisa saja kan koalisi-koalisi KIB dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya itu terjadi karena ternyata ada campur tangan strategi Presiden Joko Widodo.

***

*) Oleh: Muhammad Sabana, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Administrasi Publik Universitas Nasional, Pengurus KAHMI Depok 2019-2023.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES