Peristiwa Nasional

Yenny Wahid Angkat Bicara Soal Paham Radikalisme di Kampus IPDN Jatinangor

Rabu, 22 Juni 2022 - 19:31 | 88.15k
Direktur The Wahid Foundation, Yenny Wahid didampingi Rektor IPDN Kemendagri saat menghadiri Stadium General di Kampus IPDN Jatinangor Sumedang Jabar, Rabu (22/6/2022). (FOTO: Humas IPDN for TIMES Indonesia)
Direktur The Wahid Foundation, Yenny Wahid didampingi Rektor IPDN Kemendagri saat menghadiri Stadium General di Kampus IPDN Jatinangor Sumedang Jabar, Rabu (22/6/2022). (FOTO: Humas IPDN for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SUMEDANG – Sebagai bentuk upaya pencegahan masuknya paham radikalisme, Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kemendagri menggelar stadium general terkait radikalisme bagi praja dan civitas akademika di Kampus IPDN Jatinangor Sumedang Jawa Barat (Jabar), Rabu (22/6/2022). 

Rektor IPDN, Dr. Hadi Prabowo, M.M mengatakan, stadium general dilakukan guna memberikan pengetahuan terkait upaya antisipasi, strategi mengatasi gerakan radikalisme, intoleran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Sejumlah tokoh terkait menjadi pemateri dalam kegiatan ini diantaranya, Zannuba Ariffah Chafsoh atau yang dikenal sebagai Yenny Wahid selaku Direktur The Wahid Foundation. Perwakilan dari Detasemen Khusus 88 Anti Teror Kepolisian RI yakni, AKBP Mayndra Eka Wardhana. Kemudian, Plh. Kasubdit Kontranaratif Ditcegah Densus 88, Islah Bahrawi.  Tenaga Ahli Pencegahan Radikalisme, Ekstremisme dan Terorisme Mabes Polri. Terakhir, Sofyan Sauri selaku pengamat terorisme," terang Rektor. 

Rektore menuturkan, acara tersebut diikuti secara luring oleh seluruh praja IPDN kampus Jatinangor juga diikuti secara daring oleh seluruh praja, mahasiswa pasca sarjana, keprofesian dan civitas akademika yang berada di IPDN kampus daerah. 

"Kegiatan ini dilaksanakan untuk memproteksi diri praja agar praja mengetahui apa perbedaan radikalisme dan intoleransi serta bagaimana upaya-upaya mengantisipasinya. Ketidaktahuan para praja kepada beberapa tokoh yang disinyalir menganut paham-paham tertentu, menjadi introspeksi kami khususnya bagian yang mengendalikan mahasiswa atau praja untuk lebih berhati-hati," ucapnya. 

Rektor memastikan, bahwa IPDN steril dari paham-paham radikalisme.

"Nah untuk memperkuat itu, kami hadirkan Bu Yenny Wahid, AKBP Mayndra Eka, Bapak Sofyan dan Islah Bahrawi guna memperluas pemahaman praja. Semoga setelah ini, praja tahu mana yang benar-benar harus dijauhi dan mana yang harus dibela," ujarnya. 

Rektor juga kembali menegaskan bahwa IPDN adalah pendidikan kepamongprajaan yang dilandasi oleh jiwa pancasila, cinta NKRI dan mengedepankan nilai-nilai kebangsaan serta mampu menghadapi radikalisme bahkan selalu menjaga kerukunan. IPDN dipastikan tidak mengikuti atau mengajarkan aliran paham yang radikal. 

"Sekali lagi, IPDN tidak benar ada pengajian yang beraliran wahabi atau paham-paham menyimpang lainnya. Kalau sudah lulus jadi ASN itu bukan tanggung jawab IPDN lagi karena mereka akan menghadapi kompleksitas dan tekanan kehidupan yang berlainan," tegasnya. 

Di kesempatan itu, Yenny Wahid menyampaikan perbedaan terkait radikalisme dan intoleransi. 

Menurutnya, definisi intoleransi dan radikalisme itu harus jelas. Intoleransi adalah sikap dan tindakan yang bertujuan menghambat atau menentang hak-hak kewarganegaraan yang dijamin konstitusi.

"Intoleransi ini bisa terjadi terhadap orang yang berbeda agama, maupun satu agama. Sedangkan radikalisme adalah partisipasi atau kesediaan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang melibatkan kekerasan atas nama agama, etnis maupun politik. Jadi, radikalisme tidak hanya berkaitan dengan agama apalagi dengan satu agama tertentu. 

"Radikalisme bisa dilakukan oleh siapa saja, dari agama apa saja, dari kelompok politik mana saja, asal dia bersedia untuk berpartisipasi dengan menggunakan kekerasan dalam mewujudkan agenda-agendanya," ujar Yenny.

Yenny Wahid juga mengapresiasi tindakan yang dilakukan oleh Rektor IPDN dengan segera melakukan penyisiran ketika ditengarai ada unsur-unsur yang berusaha masuk ke IPDN.

"IPDN adalah tonggak nya Indonesia, kedepannya nanti praja IPDN yang akan menjalankan negara kita. Jadi harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya," tuturnya. 

Senada dengan pernyataan Yenny Wahid, AKBP Mayndra mengatakan bahwa radikalisme adalah fikiran atau gagasan untuk mengganti ideologi yang sudah berdaulat. Tentu, untuk menghindarinya harus sama-sama sepakat bahwa Pancasila sebagai satu-satunya falsafah yang harus dijunjung tinggi.

"Sepakat dengan yang disampaikan oleh Ibu Yenni, bahwa seorang radikalis dan intoleran belum tentu menjadi teroris, tapi teroris sudah pasti orang yang radikal dan intoleran. Jadi, harus hati-hati apabila sudah mulai merasakan intoleran," tukasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES