Kopi TIMES

Refleksi Hari Krida Pertanian: Pemulihan Ekonomi Melalui Pertanian

Rabu, 22 Juni 2022 - 14:36 | 46.83k
Hayu Wuranti, Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Jawa Tengah.
Hayu Wuranti, Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Jawa Tengah.

TIMESINDONESIA, SEMARANGHari Krida Pertanian jatuh pada 21 Juni diperingati secara nasional oleh masyarakat pertanian yaitu para petani, peternak, pegawai, dan pengusaha yang bergerak di sektor pertanian, sebagai bentuk hari bersyukur, hari berbangga hati dan hari mawas diri, serta hari Dharma Bhakti.

Peringatan hari nasional ini seharusnya diperingati juga oleh seluruh masyarakat Indonesia yang sebagian besar kehidupannya bergantung dari hasil kerja keras dari para petani di tanah air. Di sisi lain, Hari Krida Pertanian juga dimaknai sebagai hari penghargaan kepada orang, keluarga, dan masyarakat yang dinilai berjasa dan berprestasi dalam pembangunan bangsa dan negara khususnya di sektor pertanian.

Penetapan tanggal 21 Juni sebagai Hari Krida Pertanian didasarkan pada faktor astronomis dan pembagian musim. Dari sisi astronomis, tanggal 21 Juni merupakan waktu saat Indonesia mengalami pergantian iklim yang mempengaruhi kegiatan pertanian, dimana matahari berada dalam posisi garis balik utara (23,5° lintang utara). Inilah waktu proses produksi tanaman berakhir dan akan dimulainya proses penanaman yang baru.

Sementara itu berdasarkan pembagian musim, tanggal 21 Juni merupakan awal musim ke-1 sebagai awal dari siklus 12 musim. Siklus 12 musim tersebut adalah siklus pranata mangsa, yang jika diuraikan menjadi hujan, angin, serangga, penyakit unggas, dan lain sebagainya. Waktu ini disebut sebagai Mangsa Terang yang diartikan sebagai langit cerah. Mangsa Terang berlangsung selama 82 hari dan terletak di antara Mangsa Panen dengan Mangsa Paceklik. Di saat yang bersamaan, bulan Juni biasanya menjadi bulan yang penting bagi masyarakat pertanian, di mana panen berbagai komoditi pertanian seperti kopi, cengkeh, lada, dan sebagainya dilakukan pada bulan ini.

Potensi dan Tantangan Pertanian

Sektor pertanian memiliki peran penting dalam perekonomian nasional, baik sebagai produsen komoditas, pemenuhan tenaga kerja, hingga penyumbang devisa. Sektor pertanian menjadi kunci utama dalam meningkatkan dan memulihkan ekonomi nasional yang sempat terperosok akibat pandemi Covid 19 yang berkepanjangan. Pertanian merupakan salah satu sumber utama PDB serta sumber ekonomi keluarga karena mampu membuka lapangan kerja secara luas. Disaat sektor lain mengalami kontraksi akibat terjadinya pandemi Covid-19 sektor pertanian justru tetap tumbuh positif.  Sejauh ini sektor pertanian Indonesia mampu mendorong ketahanan dan kedaulatan pangan secara cepat serta mampu menyiapkan ketersediaan pangan dalam menghadapi kemungkinan adanya ancaman krisis pangan global. 

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertanian merupakan sektor andalan karena mampu tumbuh positif pada triwulan I 2022, yakni sebesar 2,28 persen. Pertumbuhan tersebut mampu menyerap 29,96 persen tenaga kerja sektor pertanian dan merupakan yang terbesar dibandingkan sektor lainnya. Selama Februari 2021 – Februari 2022, tenaga kerja yang terserap pada lapangan usaha pertanian sekitar 1,86 juta orang. Tak hanya di dalam negeri, dari sisi ekspor, sektor pertanian juga mengalami kenaikan yang signifikan. Secara kumulatif hingga Mei 2022 sektor ini mengalami kenaikan mencapai 13,34 persen dibandingkan periode Januari-Mei 2021. Sektor pertanian menyumbang 1,6 persen dari total nilai ekspor nonmigas Indonesia pada periode tersebut. 

Hasil Survei Pertanian antar Sensus (SUTAS) 2018 yang diselenggarakan oleh BPS diperoleh data bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian di Indonesia sebanyak 27,68 juta rumah tangga dan sebanyak 27,22 juta rumah tangga merupakan rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan. Dari 27,22 juta rumah tangga usaha pertanian pengguna lahan terdapat 58,08 persen merupakan petani gurem yaitu petani yang memiliki atau menyewa lahan pertanian kurang dari 0,5 ha. Jika dibandingkan hasil Sensus Pertanian 2013, jumlah petani gurem meningkat 10,95 persen dari 14,25 juta petani menjadi 15,81 juta petani.

Dominannya jumlah petani gurem di Indonesia menjadikan petani gurem memegang peranan penting dalam penyediaan kebutuhan pertanian Indonesia, padahal petani gurem belum dapat diandalkan secara penuh dalam memenuhi kebutuhan karena risiko yang mereka hadapi. Petani gurem menghadapi risiko dari berbagai sumber yang membuat petani gurem seperti terikat dan tidak mampu mengembangkan hasil pertaniannya karena terbatasnya modal, tingginya bunga yang dibayarkan untuk pinjaman, risiko gagal bayar, dan perilaku tengkulak.

Selain besarnya jumlah petani gurem, tantangan dari sektor pertanian adalah profesi petani saat ini juga kurang diminati oleh anak-anak muda. Hal ini terlihat dari hasil SUTAS 2018 yang menunjukkan 33,28 persen petani Indonesia merupakan penduduk usia 55 tahun ke atas. Sebagian petani Indonesia juga memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah, sebanyak 66,42 persen berpendidikan SD. Hal ini berpengaruh terhadap penguasaan teknologi pertanian. Hanya 13,44 persen petani Indonesia yang menggunakan internet. 

Pemerintah tengah melakukan perubahan dari pola pertanian tradisional menuju pertanian modern. Konsekuensinya, usaha pertanian tidak lagi mengandalkan cara-cara konvensional mengelola usaha pertanian, namun bertumpu pada inovasi dan teknologi informasi sebagai pendukung produktivitas. Perubahan ini diharapkan mampu mendorong kalangan muda Indonesia untuk kembali menekuni dunia pertanian, sebagai upaya percepatan regenerasi petani. Generasi muda diharapkan mampu berperan dalam percepatan transformasi teknologi digital untuk mencapai praktek agribisnis yang baik dan presisi.

Dengan teknologi digital diharapkan terjadi peningkatan pendapatan petani sedikitnya 50 persen, serta perbaikan produktivitas. Pemuda bisa berperan melalui digitalisasi untuk mencapai praktik agribisnis yang baik dan presisi. Dengan teknologi digital diharapkan pemuda bisa berperan melalui digitalisasi untuk mencapai praktik agribisnis yang baik dan presisi. Pertanian modern diharapkan mampu mengurangi human dependency di sektor pertanian, sehingga generasi muda menjadi tertarik terjun di sektor pertanian dan menghapus pandangan bahwa bertani identik dengan kotor dan panas-panasan.

***

*) Oleh: Hayu Wuranti, Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Jawa Tengah.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES