Ini Reaksi KSP Soal Dugaan Pungli TORA dan PTSL di Banyuwangi

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Kunjungan kerja Kantor Staf Presiden (KSP) ke Banyuwangi, Jawa Timur, membuahkan banyak masukan dan informasi. Diantaranya terkait dugaan adanya praktik pungli dalam program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Bagi masyarakat Bumi Blambangan, adanya pungli program PTSL sudah bukan barang asing. Bahkan tak sedikit yang merasa pernah menjadi korban. Sedang indikasi pungli TORA yang merupakan program Reforma Agraria, bekalangan cukup santer dikabupaten ujung timur pulau Jawa. Ada warga yang mengaku dimintai biaya ratusan ribu, hingga jutaan rupiah.
“KSP mengucapkan terima kasih atas keterbukaan masyarakat dan berani menyampaikan adanya pungutan semacam itu, sehingga bisa kami tembuskan berkomunikasi dan koordinasi dengen kementrian terkait atas isu pungli tersebut,” ucap Deputi II Bidang Pembangunan Manusia, KSP, Abetnego Panca Putra Tarigan, Senin (20/6/2022).
Pernyataan tersebut dilontarkan Abet, sapaan akrabnya, saat dia menjumpai anggota LMDH Kemuning Asri, Kelurahan Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur.
Sebagai bentuk dukungan atas keterbukaan masyarakat Banyuwangi, dia meminta untuk tidak ragu untuk melapor ketika mendapati atau menjadi korban pungli. Baik pungli program PTSL maupun TORA.
“Bisa memanfaatkan aplikasi atau halaman web lapor.co.id, dan itu terkoneksi langsung dengan seluruh kementerian,” ungkapnya.
Disebutkan, KSP bersama Kemen PAN-RB, Kemendagri dan Kemendagri saat ini sedang getol mengungkap perilaku nakal oknum yang memanfaatkan program pemerintah.
“Kalau kasus agraria akan terkoneksi langsung ke Kementrian Agraria, ke pemerintah daerah dan lainnya. Ditambah bukti-bukti, maka menjadi sangat baik sekali, supaya kementrian sektor dan daerah lebih jernih membaca dan menindaknya,” gamblang Abet.
Seperti yang pernah dibeberkan Ketua DPC Projo Banyuwangi, Rudi Hartono Latif, Deputi II KSP juga meminta masyarakat untuk sejenak bersabar menunggu ralisasi program TORA. Karena KSP bersama Menko Maritim dan Investasi serta kementrian lain sedang menggodok regulasi guna optimalisasi kinerja Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).
“Selama ini GTRA menjadi ruang konsolidasi dan koordinasi, tetapi kedepannya diharapkan mampu memberikan rekomendasi keputusan-keputusan sehingga bisa mempercepat proses eksekusi,” cetusnya.
Selama ini, reforma agraria dianggap sebagai program bagi-bagi tanah. Padahal pemerintah berharap bisa dibarengi dengan pemberdayaan. Kenapa begitu? Karena jika hanya untuk tujuan membagikan tanah kepada masyarakat, yang berpotensi mengeruk keuntungan adalah kaum berduit.
“Ketika tanah dibagi-bagi, besok sudah bisa dijual. Karena yang dibagi tanah tidak mempunyai kemampuan untuk mengelola dan menghasilkan keuntungan,” jelas Ebet.
Khusus untuk TORA, sekali lagi KSP mewani-wanti masyarakat untuk tidak melayani jika ada oknum atau lembaga tertentu yang memungut biaya. Dan pada dasarnya pemerintah memang tidak membebankan biaya. Baik dalam perizinan maupun penerbitan sertifikat.
“Semua itu clear, gak ada biaya. Karena ini program pemerintah, maka harus didanai oleh APBN dan APBD guna mendukung kegiatannya,” tegasnya.
Tetapi dalam proses pemberdayaan, dia mengajak masyarakat untuk lebih terbuka ketika ada organisasi-organisasi mitra pembangunan yang ingin membantu dalam penguatan kapasitas, penyediaan alat dan lainnya. (*)
**) Dapatkan update informasi pilihan setiap hari dari TIMES Indonesia dengan bergabung di Grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |