Ribuan Sopir Truk Korea Selatan Mogok, Hyundai Mulai Terimbas

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ribuan pengemudi truk di seluruh Korea Selatan mogok kerja dan ini sudah hari ke tujuh dimana bisnis besar seperti pembuat mobil Hyundai dan produsen baja POSCO mulai terkena dampaknya.
Pengemudi truk itu menuntut lebih banyak gaji serta perpanjangan subsidi pemerintah karena mereka menghadapi kenaikan biaya bahan bakar. Itu terjadi karena ekspor negara itu turun hampir 13% dalam 10 hari pertama bulan ini dari tahun sebelumnya.
Dilansir BBC, pemogokan tersebut juga telah menimbulkan kekhawatiran memperburuk gangguan rantai pasokan global, yang disebabkan oleh pandemi dan perang Ukraina, serta membantu untuk lebih mendongkrak harga di seluruh dunia.
Korea Selatan adalah produsen utama barang-barang mulai mobil, elektronik dan chip komputer.
Pengemudi truk memprotes di pabrik Kia Motor di Korea Selatan. (FOTO: BBC/Reuters)
Dikutip dari pernyataan juru bicara pembuat mobil terbesar Korea Selatan Hyundai kepada BBC, Senin (13/6/2022), bahwa mereka "mengalami gangguan produksi parsial" di pabrik manufaktur terbesarnya di kota tenggara Ulsan.
"Hyundai Motor memantau situasi dengan cermat, dan kami berharap untuk segera menormalkan produksi untuk meminimalkan dampak pada pelanggan kami," tambah juru bicara itu.
Produsen baja terbesar di negara itu POSCO, juga mengatakan telah menangguhkan beberapa produksi di pabriknya karena kehabisan ruang untuk menyimpan produk jadi. Perusahaan mengatakan stoknya saat ini belum dikirim karena pemogokan.
Seorang juru bicara POSCO mengatakan: "Kami belum yakin berapa lama penangguhan ini akan berlangsung."
Produser chip memori SK Hynix menolak berkomentar tentang dampak pemogokan itu ketika dihubungi oleh BBC. Raksasa elektronik Samsung juga tidak segera menanggapi permintaan komentar dari BBC.
Masalah itu muncul ketika pejabat Korea Selatan dan serikat Solidaritas Pengemudi Truk Kargo, gagal mencapai kesepakatan untuk mengakhiri pemogokan, yang dimulai sejak 7 Juni itu.
Ada sekitar 420.000 pengemudi truk di Korea Selatan, di mana mereka dianggap sebagai pekerja mandiri. Pengemudi truk yang mogok telah menyerukan kenaikan gaji dan janji bahwa jaminan tarif minimum untuk pengiriman akan tetap berlaku. Sistem ini diperkenalkan selama pandemi dan akan berakhir pada bulan Desember.
Kementerian Pertanahan, Infrastruktur dan Transportasi mengatakan telah bertemu dengan perwakilan serikat pekerja selama lebih dari delapan jam pada hari Sabtu untuk membahas "cara untuk menormalkan logistik" tetapi "tidak ada kesepakatan yang tercapai".
"Kami berencana untuk melanjutkan dialog untuk menyelesaikan situasi ini sesegera mungkin," kata kementerian itu.
Stephen Innes, Managing Partner di SPI Asset Management memperingatkan, bahwa pemogokan bisa menyebabkan hambatan dalam ekspor Korea Selatan, yang juga bisa memperburuk inflasi di seluruh dunia, yaitu laju kenaikan harga.
"Ini adalah masalah besar yang terjadi pada waktu yang tidak tepat karena Korea adalah pengekspor besar-besaran," kata Innes kepada BBC.
"Ini menambah kekhawatiran inflasi global karena Korea adalah pemasok signifikan semikonduktor, telepon pintar, dan sejumlah nama dan komponen elektronik papan atas lainnya," tambahnya.
Data resmi yang dirilis pada hari Senin menunjukkan bahwa ekspor Korea Selatan menyusut 12,7% dalam 10 hari pertama bulan ini dari tahun sebelumnya. Selama periode tersebut ekspor mobil turun lebih dari 35%, sementara ekspor perangkat komunikasi nirkabel turun lebih dari 27%.
Sampai hari ini, belum ada kata sepakat antara serikat sopir truk dengan pihak pemerintah Korea Selatan, sehingga mereka meneruskan mogok kerja dan ini sudah hari ke tujuh dimana aksi mereka telah mempengaruhi bisnis pembuatan mobil Hyundai dan produsen baja POSCO. (*)
**) Dapatkan update informasi pilihan setiap hari dari TIMES Indonesia dengan bergabung di Grup Telegram TI Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |