Hukum dan Kriminal

Sertifikat Tanah Warisan Sekeluarga di Banyuwangi Mendadak Berubah Pemilik

Kamis, 09 Juni 2022 - 15:33 | 57.52k
Fiftiya Aprialin korban dugaan praktik mafia tanah di Banyuwangi, bersama kuasa hukumnya, Budi Hariyanto, SH. (Foto : Syamsul Arifin/TIMES Indonesia)
Fiftiya Aprialin korban dugaan praktik mafia tanah di Banyuwangi, bersama kuasa hukumnya, Budi Hariyanto, SH. (Foto : Syamsul Arifin/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Bingung bukan kepalang. Ya, begitulah yang dirasakan Fiftiya Aprialin sekeluarga. Warga Dusun Gunungsari, Desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, Jawa Timur, ini diduga telah menjadi korban praktik mafia tanah. Sertifikat tanah warisan miliknya dan keluarga mendadak bisa berubah atas nama orang lain.

Melalui kuasa hukumnya, Budi Hariyanto, SH, dia menuturkan kisah pilu ini bermula dari salah satu anggota keluarga, Sumarah, yang menggadaikan sertifikat kepada Galih Subowo, warga Desa Tegalarum, Kecamatan Sempu, sekitar tahun 2018. Galih mengetahui bahwa 5 sertifikat tanah milik saudara Sumarah juga sedang menjadi agunan.

"Tanpa sepengetahuan pemilik, sejumlah sertifikat tersebut diambil, kemudian menjadi utang atau tanggungan pemilik sertifikat," ucap Budi, Kamis (9/6/2022).

Hingga akhirnya berbuah gugatan melalui Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi.

Gugatan akhirnya menghasilkan Surat Perjanjian Perdamaian Bersama antara Fiftiya dan keluarga dengan Galih Subowo, tertanggal 29 Nopember 2018. Yang salah satu isinya, Fiftiya sekeluarga harus membayar piutang sebesar Rp 958.000.000, selambat-lambatnya 29 Januari 2019.

Namun sayang, hingga batas waktu yang ditentukan Galih Subowo dinilai tidak memiliki itikad baik. Dia selalu menghindar ketika hendak dilakukan pelunasan piutang.

Bahkan PA Banyuwangi, terkesan berat sebelah. Uang pembayaran yang dibawa dalam proses perdamaian pun dianggap tidak ada lantaran ketidak hadiran Galih Subowo. Lebih parah, PA Banyuwangi juga menerbitkan surat perintah eksekusi.

"Padahal pihak PA Banyuwangi itu tahu dan melihat bahwa klien kami telah beritikad baik dengan menyiapkan uang pembayaran," ungkap pengacara yang berkantor di Perumahan Pesona Wirolegi, Kelurahan Wirolegi, Kecamatan Sumbersari, Jember ini.

Kemudian, tanpa sepengetahuan para pemilik, sejumlah sertifikat tanah warisan tersebut mendadak berganti atas nama. Yakni berganti atas nama Galih Subowo. Sontak Fiftiya bersama keluarga langsung panik dan kebingungan.

Keputusan PA Banyuwangi tersebut dianggap janggal. Karena justru menghukum pada pihak yang beriktikad baik. Sementara Galih Subowo, yang tidak mematuhi surat perjanjian perdamaian justru dimenangkan.

Demi memperjuangkan hak atas tanah warisan dengan luas sekitar 4,5 hektar, kini Fiftiya sekeluarga berjuang untuk mencari keadilan. Salah satunya dengan mengadukan indikasi ketidakadilan PA Banyuwangi, kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Panitera PA Banyuwangi, Subandi, selaku panitera saat gugatan, masih enggan berkomentar. Begitu juga Galih Subowo. Ketika dihubungi via telepon dia tidak menjawab. Pertanyaan awak media melalui pesan Whatsap juga hanya dibaca.

Atas kondisi ini, masyarakat berharap kepedulian dan kehadiran pemerintah. Dengan begitu kasus dugaan praktik mafia tanah tidak terjadi lagi di Banyuwangi. Dan tidak akan ada lagi sertifikat tanah warisan yang mendadak bisa berganti atas nama orang lain. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES