Pendidikan

FP UB Kembangkan Produksi Jagung Ungu Jadi Jagung Pangan yang Disukai Masyarakat

Kamis, 09 Juni 2022 - 12:03 | 122.08k
Guru Besar bidang Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Prof. Ir. Arifin Noor Sugiharto MSc., PhD bersama tim mahasiswa. (Foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)
Guru Besar bidang Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Prof. Ir. Arifin Noor Sugiharto MSc., PhD bersama tim mahasiswa. (Foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Guru Besar bidang Bioteknologi Pertanian dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FP UB) Prof. Ir. Arifin Noor Sugiharto MSc., PhD terus mengembangkan hasil penelitiannya seputar varietas jagung. Sukses meneliti jagung ungu, kini Arifin dan tim mulai mengembangkan produksi jagung ungu menjadi jagung pangan sehat.

Arifin menjelaskan bahwa jagung ungu di kalangan masyarakat dikenal sebagai jagung pangan yang tadinya kurang diminati oleh masyarakat. Sebab, jenis jagung ini memiliki rasa kurang enak, bertekstur keras, mudah terserang hama dan sulit ditanam.

“Penelitian jagung ungu ini cukup lama ya. Dimulai tahun 2011 lalu, gimana caranya mengubah (jagung ungu) menjadi manis dan rasanya ngetan. Itu yang lama juga. Itu masih mengoleksi supaya warna ungunya bagus karena gen penyusunnya banyak,” kata Arifin, Sabtu (4/6/2022).

Kepada TIMES Indonesia, Arifin mengatakan bahwa di dalam jagung ungu terdapat gen penyusun yang cukup banyak. Termasuk di dalam biji dan di bagian luar. Proses perakitannya pun berbeda. Hal demikian baru diketahui sekitar dua tahun terakhir.

Jagung pangan ada tiga, yakni jagung manis, jagung ketan dan jagung ungu. Dalam penelitian ini, ia mengenalkan dua jenis jagung ungu yang sumber gennya diambil dari Meksiko dan Banyuwangi. Dari Meksiko teksturnya keras dan rasanya tidak enak. Sedangkan dari Banyuwangi bisa dikatakan jagung biasa yang mengandung unsur warna ungu dari dalam biji.

Jagung-Ungu.jpg

“Saya ambil dan saya mutasikan lalu  saya kawinkan dengan jagung manis dan jagung ketan. Saya coba arahkan ke jagung pangan sehat atau healthy food. Sayangnya jagung warna ungu, ini agak disukai hama gudang. Mungkin warnanya yang gelap” tutur pemilik naskah ilmiah berjudul Mutasi Buatan dalam Pengkayaan Karakter Esensial dan Unik untuk Pengembangan Varietas Jagung Unggul yang disampaikan saat pengukuhan profesor.

Dalam meneliti varietas jagung ini, lanjut Arifin, target pertama setelah varietasnya terbentuk  adalah perlindungan kepemilikan. Ini juga memakan waktu cukup lama. Ciri dan keunikannya pun harus berbeda dengan varietas yang lain. Selain itu varietas harus seragam.

“Stabil meski ditanam di sana ya stabil. Nah itu diuji biasanya satu sampai dua tahun. Setelah itu dapat sertifikat kelayakan publik. Namanya dirilis atau dilepas. Yang mengeluarkan Kementan. Memang kalau tanaman pangan itu lama,” ungkapnya.

Varietas jagung ungu yang ia kembangkan saat ini masih pada tahap Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) yang cukup hanya melindungi Arifin sebagai Breeder. Ia berharap tahun ini bisa didaftarkan atau dirilis.

Selain 11 sertifikat PVT, Arifin mempunyai empat jenis jagung yang sudah dilepas. Pertama, dua jenis jagung manis. Kedua, dua jenis jagung pakan. Semuanya hybrid dan dikerjakan dengan pihak swasta. Semua jenis tersebut telah memiliki sertifikat pelepasan.

Jagung-Ungu-2.jpg

Selanjutnya, ia ingin pengembangan jagung ketan dan jagung ungu dilakukan oleh pihak perusahaan yang dimiliki oleh Universitas Brawijaya. Dengan tujuan produksi bisa dilakukan secara mandiri sehingga Arifin berfokus sebagai breeder yang bertugas membuat varietas.

“Yang memasarkan mestinya bukan saya. Harapannya perusahaan di Universitas Brawijaya bisa mengerti pasar,” ujarnya.

“Nah, nanti jagung ungu arahnya untuk pangan. Selain mengandung protein tinggi, Syaratnya enak, sehat yang mengandung antosianin sebagai zat antioksidan alami. Selain menjalankan misi edukasi, ini juga kepentingan bisnis. Tentu butuh tim dan waktu,” tambahnya.

Tahun ini ia akan mendaftarkan jagung ungu ketan agar segera mendapatkan sertifikat. Setelah didaftarkan, lalu diuji pasar.  Publik yang akan menilai dari segi rasa, penampilan, agronomi, penyakitnya gimana. Goalnya adalah bisa diproduksi secara massal oleh perusahaan.

“Mulai sekarang sudah mencoba melakukan perbandingan antara yang  impor dengan milik saya. Saya lebih bangga digunakan universitas sendiri,” pungkas Guru Besar FP UB Prof Arifin. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES