Ekonomi

Akibat Sanksi Uni Eropa, CEO Yandex Mengundurkan Diri

Minggu, 05 Juni 2022 - 12:19 | 182.00k
Pendiri Yandex, CEO, Arkady Volozh Mengundurkan diri setelah disanksi UE lantaran invasi Rusia ke Ukraina. (FOTO: The Moscow Times)
Pendiri Yandex, CEO, Arkady Volozh Mengundurkan diri setelah disanksi UE lantaran invasi Rusia ke Ukraina. (FOTO: The Moscow Times)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Miliarder, pendiri dan CEO raksasa teknologi Rusia, Yandex, Arkady Volozh mengundurkan diri dari perusahaan setelah menjadi sasaran sanksi Uni Eropa sebagai tanggapan atas invasi Moskow ke Ukraina. 

Uni Eropa memasukkan Arkady Volozh dalam paket sanksi terbarunya terhadap Rusia pada hari Jumat, mengutip peran perusahaannya dalam mempromosikan media dan narasi pemerintah dalam hasil pencariannya dan menghapus konten yang terkait dengan perang agresi Rusia terhadap Ukraina.

Pernyataan yang dikeluarkan perusahaan menyebutkan, selain mundur dari jabatannya sebagai Direktur Eksekutif dan CEO, Arkady Volozh (58), juga mundur dari posisinya di dewan direksi perusahaan. Pengunduran diri itu segera diberlakukan.

Dalam pernyataan itu, Arkady Volozh juga menggambarkan sanksi itu sebagai salah arah dan akhirnya kontraproduktif.

Perusahaan Yandex, yang sering dijuluki "Google-nya Rusia", tetap tidak terpengaruh oleh sanksi Barat karena Volozh ditargetkan sebagai individu. 

Namun saham Yandex mulai menurun setelah pengumuman Uni Eropa itu. Saham Yandex yang terdaftar di Moskow turun 6% pada 1.496 rubel ($23,43) pada 14:07 GMT.

"Dewan terus berfungsi seperti biasa. Yandex memiliki tim manajemen yang kuat dan mendalam yang ditempatkan dengan baik untuk membawa perusahaan ke level baru dengan dukungan berkelanjutan dari Dewan," kata perusahaan tersebut.

Sebelumnya, Wakil CEO, Tigran Khudaverdyan telah mundur pada Maret lalu setelah diberi sanksi oleh UE bersama dengan kepala eksekutif Yandex, Elena Bunina.

Yandex, yang berkantor pusat di Belanda, adalah mesin pencari Rusia terbesar, mewakili lebih dari 60% pencarian internet negara itu pada kuartal keempat tahun 2021, menurut perusahaan.

Dalam beberapa tahun terakhir ini telah menginjak garis kompromi yang halus dengan Kremlin.

Tetapi setelah invasi Rusia ke Ukraina, Yandex dituduh menekan sumber berita independen dalam hasil pencariannya karena Kremlin menekan informasi yang berkaitan dengan perang yang bertentangan dengan narasinya sendiri.

Bulan lalu raksasa teknologi ini mengumumkan akan menjual berita digital dan produk blognya kepada sesama konglomerat internet VK. 

Raksasa teknologi ini telah mendiversifikasi produknya dalam beberapa tahun terakhir, menawarkan e-commerce, taksi, pengiriman makanan cepat saji, dan layanan lainnya. 

Pada tahun 2021, Yandex memperoleh sekitar 356 miliar rubel, atau sekitar $4,77 miliar dengan kurs bulan Desember. (*)

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Widodo Irianto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES