Kopi TIMES

Komunikasi Budaya Tangkal Radikalisme-Terorisme

Senin, 30 Mei 2022 - 22:20 | 122.01k
Rachmat Kriyantono, PhD (Ketua Department Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya
Rachmat Kriyantono, PhD (Ketua Department Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya

TIMESINDONESIA, MALANG – Sepekan ini, viral ditangkapnya oknum mahasiswa Universitas Brawija (UB) karena diduga terkait dengan jaringan teroris ISIS. Tulisan ini membahas peristiwa ini dalam perspektif komunikasi.

Semua Bisa Terkena

Peristiwa ini makin membuktikan bahwa terorisme bisa menimpa siapa saja. Di kasus-kasus sebelumnya, polisi pernah menangkap manangkap empat dosen dari PTN favorit di Bandung, dua pengurus MUI, menyergap seorang dokter di Solo, dan juga Dr Azahari dari Malaysia. Semua itu dari status sosial beragam dan tingkat pendidikan yang tinggi. 

Terorisme lebih pada persoalan logika nalar pemahaman agama yang melenceng yang pada akhirnya mengalahkan logika nalar keilmuan. Agama itu puncak pengetahuan dan bersifat dogmatis kepercayaan tentang relasi dengan Allah sehingga tingkat pendidikan tinggi tidak menjamin terbebas dari paparan terorisme.

Jadi, penangkapan ini jangan diartikan bahwa UB menjadi objek kesalahan. Banyak faktor yang memunculkan terorisme, seperti ekonomi, perang ideologi-agama, politik, atau ketidakadilan.

Apalagi, official-message dari pimpinan UB menyebut bahwa pihaknya telah melakukan upaya pencegahan supaya mahasiswa tidak terlibat dalam gerakan radikalisasi lewat program kegiatan pembinaan mental kebangsaan atau bela negara. 

Dosen pembimbing pun akan kesulitan meng-cover semua aktivitas mahasiswa, terutama luar kampus. Apalagi, oknum mahasiswa ini terlacak tidak mengikuti organisasi mahasiswa di dalam kampus. 
Dimungkinkan pula, oknum mahasiswa ini sudah terpapar jauh sebelum menjadi mahasiswa. Hal ini juga perlu ditelisik oleh aparat berwenang. 

Tantangan Humas Perguruan Tinggi
Pihak universitas telah melakukan quick-response secara terukur. Sehari setelah penangkapan, official message sudah disampaikan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kepala Humas. Key-messages utama yang disampaikan adalah universitas menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian dan menyampaikan segala hal sebelum dan sesudah peristiwa. 

Quick-response ini membuat tidak muncul krisis yang besar karena key-message tersebut akan mampu meredam isu-isu lain yang bergulir, terutama dari media sosial. Tetapi, komunikasi kehumasan bukan hanya bersifat metodologis (Humas merencanakan dan mengeksekusi pesan-pesan komunikasi), tetapi, juga sebagai teknik komunikasi.

Para dosen dan sivitas akademik UB harus turut menjelaskan kepada masyarakat, antara lain lewat akun media sosial pribadi. Tentu pesan-pesannya mendukung key-message universitas. Inilah konsep ‘you are PR on yourself’. 

Akan memberatkan jika hanya Humas yang melakukan. Terorisme adalah isu yang seksi (extra-ordinary) yang berpotensi mengancam reputasi universitas. Pemberitaan gencar secara cepat bermunculan, baik dari media online resmi, para netijen, dan dari media alternatif (misalnya channel youtuber). Saking seksinya, bisa membuat “rusak susu sebelanga oleh nila setitik”.

UB adalah universitas ranking nasional dan internasional yang punya segudang prestasi, jangan sampai prestasi tersebut terhapus karena ulah satu mahasiswa.

Komunikasi Budaya

Peristiwa ini makin menyadarkan kita bahwa paparan terorisme sudah masuk ke berbagai bidang kehidupan, seperti pendidikan, swasta, BUMN, TNI-Polri dan lembaga pemerintah lainnya. Pada 2018, BIN merilis 39% mahasiswa dan tujuh kampus negeri terpapar radikalisme. Pada 2019, Menteri Pertahanan merilis 3% anggota TNI terpapar radikalisme. Tahun 2018, BIN merilis bahwa 41 dari 100 masjid di lembaga kementerian dan BUMN terpapar radikalisme. Yang terbaru, pada 2021, Kemenpan-RB menyebut 40 PNS terpapar radikalisme setiap bulan. 

Makna radikalisme ini adalah pemikiran dan perilaku yang sudah ditetapkan BIN, yakni anti-Pancasila, sering mengafirkan orang lain, anti-pemerintah yang sah dengan tebar kebencian, intoleransi, dan anti budaya dan kearifan local dalam beragama. Jika dibiarkan maka berpotensi besar melakukan aksi terorisme. 
Salah satu yang bisa dilakukan adalah terus menyosialisasikan komunikasi budaya dalam beribadah.

Dari berbagai peristiwa, ditemukan bahwa agama sering diselewengkan atau dijadikan bungkus untuk terorisme, terutama penyelewengan makna ‘jihad’. 

Terorisme itu terjadi karena manusia kehilangan sifat humanisnya.

Sifat humanis ini terasah dalam budaya atau kearifan lokal dalam semua interaksi sosial, termasuk dalam beribadah. Agama adalah sumber humanisme (misalnya QS 13:49). Kata “lita’aruf” di ayat tersebut baru bisa terlaksana jika kita memahami manusia lain secara utuh, termasuk budayanya.

Sekarang ini, yang terjadi adalah menghilangkan budaya dengan stempel legalitas agama. Budaya yang merupakan instrument ibadah diharam-haramkan, dibid’ah-bid’ahkan, disesat-sesatkan bahkan dikafir-kafirkan. Akibatnya, dalam ber agama, sifat humanis ini tereduksi. Orang pun tega menyakiti atau membunuh karena dogma yang salah, yakni ‘halal darah bagi kafir dan toghut dan melawan mereka adalah jihad’.

Kurangnya sifat humanis ini juga tampak pada oknum mahasiswa UB ini. Dia termasuk tipe yang cenderung tertutup, keras dan sinis dalam berargumen sehingga dihindari oleh teman temannya. Tidak sedikit ritual agama berbungkus budaya, seperti halal bi halal, selametan/kenduri, istighotsah, zikir dan doa Bersama, bersalaman setelah sholat, atau sholawatan, yang mengedukasi sifat kebersamaan, sifat berbagi, sehingga tumbuh sifat saling menghormati dan guyub rukun.

Pendidikan kebangsaan dan bela negara akan terkendala jika pemahaman tentang budaya dan kearifan local belum tertanam. Budaya adalah identitas bangsa dan identitas bangsa yang memunculkan kebanggaan terhadap bangsa. Orang yang tidak punya kebanggaan akan mudah dibujuk untuk melawan bangsanya sendiri. (*)

 

*) oleh: Oleh: Rachmat Kriyantono, PhD (Ketua Department Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES